BAGIAN 47

10 1 0
                                    

Fadia yang baru saja memasuki kamarnya langsung mengambil ponsel miliknya yang sempat ia letakkan di meja belajar.

Ada satu notifikasi pesan dari Fajar yang membuat Fadia sedikit heran. Memang sudah hampir sebulan ini Fajar sama sekali tidak pernah menghubunginya. Kecuali sesi curhat beberapa hari lalu di dataran tinggi sembari menatap senja.

Fajar : Lo sibuk gak malem ini?

Karena memang Fadia sama sekali tidak sibuk, maka ia membalas pesan itu. Tak lama kemudian Fajar membalas dan mengajak Fadia keluar untuk mencari angin katanya.

Fadia yang masih memiliki rasa simpati tentu saja mengiyakan ajakan Fajar. Pemuda patah hati itu sedang tidak baik-baik saja. Ia tidak mau Fajar melakukan hal yang berbahaya karena sedang patah hati.

Tak lama kemudian Fajar datang menjemput Fadia. Tak lupa meminta izin kepada Rianty akan mengajak putri sulungnya keluar malam ini.

Baru beberapa menit Fajar dan Fadia pergi. Datanglah Fandi yang langsung disambut oleh Rianty yang baru saja akan menutup pintu utama rumah.

"Fadia ada, tan?"

"Loh, baru aja keluar sama Fajar. Memang gak ketemu di depan tadi?"

Fandi sedikit tersentak. Rahangnya mengeras karena mendengar Fadia pergi bersama Fajar tanpa mengabarinya. Pemuda itu berusaha menguasai raut wajahnya dan kembali menatap Rianty.

"Mereka kemana malem-malem gini, tan?"

Rianty menggeleng kecil. "Gak tau, tadi cuma bilang mau jalan-jalan."

Fandi mengangguk-angguk saja. "Kalo Teresa ada?" Fandi kini bertanya keberadaan Teresa, adik dari Fadia.

"Ada tuh di dalem lagi nonton TV," jawab Rianty dan membiarkan Fandi masuk menghampiri putri keduanya.

"Ter," panggil Fandi membuat Teresa mendengus kesal.

"Apaan sih? Jangan ganggu deh!"

"Lah gue gak ngapa-ngapain," sahut Fandi kini mendelik tak terima. Pemuda itu sudah duduk di tempat kosong sebelah Teresa.

"Kak Fadia lagi pergi," katanya acuh tak acuh. Mata gadis itu masih fokus pada layar televisi.

Tangannya merogoh toples dan mengambil keripik dengan santai tanpa berniat melihat ke arah lawan bicaranya.

"Udah tau."

"Ya terus ngapain masih disini?" Kini tatapan Teresa tertuju pada Fandi penuh selidik.

"Emangnya gue gak boleh main kesini?" tanya Fandi jadi sewot.

"Gak boleh! Gerah banget gue kalo ada lo, kak. Kayak aroma bucinnya tuh ganggu banget," sindir Teresa yang langsung mendapat cubitan di pipi dari pemuda di sampingnya.

"Lo kenapa sensi banget sih sama gue?" geram Fandi masih mencubit pipi Teresa hingga gadis itu hampir tersedak karena masih mengunyah keripik.

"Wah, lo gila ya kak!"

Fandi menghela nafas kasar jadi lelah sendiri. "Cari angin yuk?"

"Gak ah, nanti masuk angin."

"Gue traktir deh, lo mau apa aja gue bayarin."

"Oke deal," balas Teresa langsung semangat.

"Tapi, ada syaratnya."

Teresa langsung mencibir. Sudah ia duga kalau Fandi ada maunya. Lagian mana mau Fandi dengan suka rela mentraktirnya. Teresa hanya berdoa semoga permintaan Fandi tidak aneh-aneh.

Ketika Senja Menuju FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang