Fadia duduk di kursi plastik milik pedagang rujak di taman kota. Gadis itu menemani Fandi membeli rujak bebeg yang diminta oleh April. Kedua tangan Fadia saling bertaut. Sesekali menarik nafas panjang mencoba menenangkan pikiran.
Sedangkan Fandi masih sibuk merecoki abang penjual rujak itu. Dengan celetukan-celetukan garingnya.
"Bang, kenapa dinamain rujak bebeg?" tanya Fandi sambil memainkan buah mangga di tangannya. Melempar pelan lalu ditangkap kembali, ia ulang beberapa kali.
"Ya karena dibebeg lah," jawab si abang, tangannya telaten memotong buah. Lalu membebeg buah-buahan itu dengan semangat.
"Salah."
"Terus?"
"Ya kalo Rozak Bebek itu nama rumah makan," sahut Fandi tak lucu sama sekali membuat si abang geleng kepala dan berdecak panjang.
"Mas, dari pada hibur saya mending masnya hibur si teteh itu," kata penjual rujak itu menoleh pada Fadia lalu kembali fokus pada buah yang sedang ditumbuknya.
"Tetehnya dari tadi ditekuk mukanya, lagi marahan ya?" tanya si abang jadi kepo.
Fandi menggeleng, "gak marahan sih, bang. Cuma memang dari tadi kayaknya dia gak mood gitu, tapi gue gak berani tanya ke dia," jawab Fandi kini memandang Fadia sendu. Matanya meneduh, lalu menipiskan bibir.
"Ya tanyain lah, mas. Masa ceweknya lagi galau gitu didiemin aja," sahut si abang menasehati.
"Oke, bang, kalo gitu gue kesana dulu ya," kata Fandi lalu pergi menghampiri Fadia. Si abang manggut-manggut kembali melanjutkan kerjaannya.
Fandi berhenti saat jarak antara dirinya dan Fadia sudah dekat. Pemuda itu menghembuskan nafas pelan. Kemudian menarik kursi yang ada di dekatnya lalu ia duduki.
"Kenapa, Fa?" tanya Fandi lembut mencoba menatap wajah Fadia yang merunduk.
Fadia menatap Fandi, lalu tersenyum tipis. Gadis itu menggeleng pelan.
"Kalo ada yang ganggu pikiranmu, kamu bisa cerita ke aku. Jangan sungkan!"
"Gak papa kok, Fan. Cuma mungkin sedikit capek karena 2 minggu ini banyak rapat sibuk ngurus classmeeting," jawab Fadia.
"Kalo capek istirahat dong, Fa. Jangan dipaksa gitu, nanti kalo sakit gimana?" kata Fandi jadi khawatir.
Fadia terkekeh kecil, "iya, Fan. Sebentar lagi kan liburan aku bisa istirahat sepuasnya."
"Tapi.." Fandi bergumam lirih, "..beneran gak ada hal yang ganggu kamu kan?"
"Gak ada."
Fandi mengangguk percaya. Walau dalam hati ia yakin ada sesuatu yang Fadia tutupi. Gadis itu sedang memikirkan sesuatu sampai resah begitu. Pemuda itu kembali lagi ke tempat penjual rujak.
"Gimana, mas?" tanya penjual rujak itu masih ingin tau.
"Kecapekan dia lagi banyak kegiatan, bang," sahut Fandi memberitau.
"Ajak jalan-jalan dong mas biar gak suntuk," kata si abang menyeletuk.
"Kan lagi capek bang, masa gue ajak jalan-jalan. Tambah capek dong?"
"Cewek itu lebih sering capek pikiran mas, obatnya ya jalan-jalan."
Fandi mengangguk, lalu menoleh pada si abang. "Besok gue coba deh, bang."
"Sip," balas si abang mengacungkan ibu jarinya pada Fandi. "Ini pesenannya, rujak bebeg spesial," kata si abang lagi sembari memberikan rujak pesanan Fandi.
"Makasih, bang," ucap Fandi sambil memberikan 1 lembar uang dua puluh ribuan.
"Yoi, sama-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Menuju Fajar
Fiksi Remaja(Sequel of ADRIANTY) Ada rindu yang harus aku sampaikan. Namun, ada pula yang harus aku simpan. Dari Senja untuk Fajar. *** "Fadia.." panggil Fajar membuat Fadia kembali menghentikan langkahnya diambang pintu. "Kenapa?" Walau tak bisa melihat Fajar...