Fadia sudah duduk santai di kantin dengan Diego, Aryan, dan Lyra. Hanya kurang Fandi yang belum datang menghampirinya. Biasanya setiap istirahat mereka berkumpul di pojok kantin.
"Fa?" panggil Aryan. Fadia bergumam pelan menjawab panggilan Aryan.
"Lo gak cemburu gitu liat Fandi jalan sama Audy?"
Fadia menghentikan aktifitas makannya. Pikirannya menerawang jauh. "Biasa aja sih," jawabnya terlihat santai.
"Kalo gue jadi lo ya kak, udah gue putusin tuh Kak Fandi yang sok kegantengan itu," gerutu Lyra yang memang geram dengan Fandi.
"Apaan he nama gue disebut-sebut?" sahut Fandi yang tiba-tiba datang. Sontak mereka semua menoleh ke arah Fandi. Lyra menatap sinis pada Fandi.
"Apa lo Ra ngeliatin gue kayak gitu?" tandas Fandi sengit.
Lyra makin menggerutu. "Dih pede amat lo."
"Em boleh gabung gak?" pinta Audy yang juga tiba-tiba datang dengan membawa semangkuk bakso dan es jeruk dikedua tangannya.
"Boleh kok," kata Fandi memperbolehkan. Lyra semakin sinis melirik Audy yang kini telah duduk di samping Fandi.
Lyra mengerang. Mengibaskan tangannya. "Aduh panas banget sih!" serunya menyindir.
"Tau nih, tumben banget panasnya kayak gini," sahut Diego ikut bersua.
"Masa sih? Padahal mendung gini loh cuacanya," kata Audy yang tak paham.
Lyra memutar bola matanya malas. "Panaslah, orang disini ada lo!" ujar Lyra dengan sengit.
"Ra.." lirih Fandi memperingati.
"Apa? Mau belain dia? Idih," decak Lyra kesal. "Ayo kak kita pergi dari sini, ntar malah makin panas kalo masih disini." Lyra mengamit tangan Fadia paksa. Membawa Fadia pergi menjauh dari Fandi dan Audy.
Diego dan Aryan pun jadi kehilangan selera makannya. "Gue duluan deh ya, udah kenyang," kata Diego melirik Fandi meninggalkan mereka disana.
"Pada kenapa sih, Yan?"
Aryan mengedikan bahu acuh. Wajah datarnya kentara sekali. "Mana gue tau," jawabnya lalu ikut bangkit menyusul Diego yang berjalan keluar area kantin.
Fandi memandang kepergian Aryan. "Mau kemana lo?"
"Lapangan," sahut Aryan semakin menjauh.
"Mereka kayaknya gak suka banget ya ada gue disini," kata Audy dengan wajah murung.
Fandi menggeleng. "Gak kok, mereka emang suka gitu. Judes semua, jadi jangan masukin hati omongan mereka ya."
Audy tersenyum lembut dan mengangguk mengerti. Melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda.
*****
Lyra menggerutu sedari tadi. Dirinya sangat dongkol mengingat Fandi yang memperbolehkan Audy untuk bergabung dengan mereka. "Sumpah ya gue kesel banget ngeliat tuh cewek. Pengen gue cakar tuh muka sok polosnya," geram Lyra meremas jemari tangannya kesal.
"Biarin aja kali, Ra."
"Ya gak bisa gitu dong kak," jawabnya tak terima. "Dia itu harus tau dirilah, didiemin malah ngelunjak. Gue gak peduli dia kakak kelas, adek kelas atau apalah itu, pokoknya gue gak suka sama dia. Dia itu mau ambil alih posisi lo kak, dia mau rebut Kak Fandi dari lo," omelnya masih dengan emosi.
"Kalo dia mau rebut Fandi ya silakan. Dan kalo Fandi lebih milih dia berarti kita jadi tau Fandi itu bukan jodoh gue."
"Iya sih, kak. Tapi heran deh gue, Kak Fandi tuh gak peka apa bego sih? Masa gak bisa bedain mana yang modus dan mana yang tulus," serunya masih mengerutu sebal
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Menuju Fajar
Teen Fiction(Sequel of ADRIANTY) Ada rindu yang harus aku sampaikan. Namun, ada pula yang harus aku simpan. Dari Senja untuk Fajar. *** "Fadia.." panggil Fajar membuat Fadia kembali menghentikan langkahnya diambang pintu. "Kenapa?" Walau tak bisa melihat Fajar...