Aryan melambaikan tangan begitu melihat mobil Diego melesat datang. Dengan tenaganya ia membantu Fandi berdiri.
"Ini orang kenapa?" tanya Diego heran melihat Fandi yang sudah setengah sadar.
Aryan mendesah kesal, "nih sepupu lo belajar mabok," ujarnya. "Udah gue usir kawanannya, tinggal ni orang kayaknya kebanyakan minum sampe gini."
"Ini orang galau ya kok begini amat," komentar Lian. Walau setelahnya mendekat dan membantu Aryan memapah Fandi untuk masuk ke dalam mobil.
"Nan, lo bawa motor Fandi!" tuturnya memerintah Kinantan. Pemuda itu langsung mengambil alih motor Fandi.
"Galau sih galau, tapi gak mabok juga kali," omel Lian menoleh ke belakang. Fandi sudah tak sadarkan diri.
"Umur tua tapi pikiran masih kayak bocah," gerutunya lagi. Lian sangat kesal sekarang melihat Fandi yang tak sadarkan diri.
"Mau lo maki sampe mampus juga kagak bakal denger dia," ujar Diego, "udah teler gitu."
"Lagian gue heran bang ini orang masalah hidupnya apaan sih? Berasa berat banget gitu sampe nekat gini."
Diego menggeleng tak tau menau. "Biar pun dia selengekan tapi gue yakin ini bukan kemauannya," ujar Diego berpendapat. "Pasti ada yang maksa dia buat minum," kekehnya.
Lian berdecak, "mau dipaksa ataupun gak tetep aja teler tuh orang," pemuda itu diam sejenak, "lagian dapet temen yang begitu dari mana sih," lanjutnya masih mengomel persis ibu yang sedang memarahi anaknya.
*****
Di rumah, Fadia dan Lyra menunggu dengan suasana hati yang tak menentu. Rasa khawatir itu pasti. Lyra mengusap bahu Fadia mencoba menenangkan.
Begitu suara mobil Diego terdengar, Fadia dan Lyra berlari keluar. Memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Dia kenapa, bang?" tanya Fadia kembali panik karena melihat Fandi sudah dipapah oleh Aryan dan Diego.
Wajah pemuda itu pucat. Matanya sayu dan terlihat tak berdaya. Jangankan untuk berjalan, untuk membuka mata saja rasanya tak sanggup.
Lian yang sedari tadi mengomel pun kini jadi terdiam. Takut salah memberi jawaban.
Mereka membawa Fandi menuju kamarnya. Menidurkan Fandi dan akan menggantikan pakaian Fandi yang berbau menyengat itu.
Ponsel Diego kembali berbunyi. "Siapa lagi sih elah, gak tau lagi sibuk apa," omelnya sambil merogoh ponsel itu di saku celana.
"Tante April," cicitnya pelan.
Lian menepuk keningnya sendiri. "Mampus," celetuk Lian merasa ini tak akan baik-baik saja.
"Ha-halo tante?"
"Kamu lagi sama Fandi gak, Go?"
"I-iya tan, ini Ego sama Fandi di rumah kakek."
"Oh yaudah kalo gitu, tante dari tadi telpon Fandi tapi gak bisa. Dia keluar dari sore gak bilang soalnya, kalo emang dia disana yaudah gak papa."
"Iya, tan."
"Mana anaknya tante mau ngomong?"
"Fandi udah tidur katanya capek, tan."
"Nanti kalo udah bangun suruh kabarin tante ya, Go."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Menuju Fajar
Teen Fiction(Sequel of ADRIANTY) Ada rindu yang harus aku sampaikan. Namun, ada pula yang harus aku simpan. Dari Senja untuk Fajar. *** "Fadia.." panggil Fajar membuat Fadia kembali menghentikan langkahnya diambang pintu. "Kenapa?" Walau tak bisa melihat Fajar...