Setelah beberapa hari saling diam akhirnya Fandi memutuskan untuk menemui Fadia di taman sekolah.
"Fa.." panggil Fandi lirih. Fandi merasa ragu untuk membicarakan hal ini. Tetapi ia sudah memikirkan semuanya dengan matang apa yang terbaik untuk hubungannya dengan Fadia.
Fadia mengerjap kecil. Sangat imut dimata Fandi membuat Fandi kembali bergeming. "Kenapa? Tumben kamu ngajak ketemu gini."
"Maafin aku ya," ujar Fandi.
Fadia tersenyum tipis. Melihat wajah Fandi yang penuh penyesalan membuat dirinya merasa tak tega.
"Maaf kalo aku gak bisa jadi pacar yang baik buat kamu."
Mendengar Fandi bicara seperti itu Fadia langsung menggeleng. "Nggak papa, Fan. Namanya juga manusia gak ada yang sempurna," sahutnya lembut.
Fandi menggerakan kakinya menghilangkan rasa canggung yang terjadi diantara keduanya.
Kemudian ia mengangkat kepala. Menatap lekat Fadia dihadapannya. Dengan naluri Fadia membalas tatapannya.
"Dan aku juga mau minta maaf kalo aku gak bisa terusin hubungan kita," ucap Fandi sontak membuat Fadia tersentak dengan pengakuan itu.
"Ma..maksud kamu ki...ta putus?" balas Fadia gugup masih tak percaya dengan apa yang Fandi katakan.
Fandi menunduk dalam. Tak berani memandang Fadia. "Maaf," lirihnya merasa bersalah.
Mata Fadia memerah. Cairan bening mulai menumpuk di dalamnya. Sebelum Fandi menyadari Fadia segera menghapus jejak cairan itu. Jujur saja Fadia sangat sakit hati mendengarnya.
"Kalo emang itu mau kamu yaudah, aku bisa apa?" cicit Fadia menahan isakan.
Di luar dugaan Fandi. Ternyata Fadia langsung mengiyakan. Fandi berusaha menerima kenyataan. Dan tanpa Fadia tau, Fandi lebih dulu meneteskan air mata.
Air mata kehilangan yang seharusnya tidak Fandi lepaskan.
"Kamu gak marah sama aku?" tanya Fandi memastikan.
Fadia terkekeh pelan. "Emang kita udah gak cocok mau gimana lagi," sahut Fadia.
"Kita masih bisa jadi temen deket kan?"
Fadia mengangguk. Walaupun hatinya merasa perih mendengar kata teman terlontar begitu saja dari mulut manis Fandi.
"Fandi,"
"Iya?"
"Walaupun kita udah gak ada hubungan apa-apa kamu jangan sungkan cerita masalah kamu ke aku ya," ujar Fadia masih mencoba tersenyum di tengah hatinya yang sangat terluka.
"Iya Fa," jawab Fandi mencubit kecil pipi Fadia. Gerakan sederhana yang sangat Fadia suka dari Fandi.
"Kalo gitu aku pergi dulu."
"Aku antar pulang ya?" tanya Fandi sebelum Fadia berbalik.
"Gak usah, aku masih ada urusan," tolak Fadia. Lalu berbalik dan mempercepat laju jalannya. Tak berani lagi menoleh ke belakang karena cairan bening yang ia bendung dari tadi tumpah begitu saja.
Pandangannya pun mengabur hingga tak sadar ia menabrak seseorang.
"Aduhhh..."
"Maaf gue gak liat," ujar si cowok itu lalu membantu Fadia bangkit.
"Fadia, lo kenapa? Ada yang sakit atau luka?" cecar cowok jangkung itu panik melihat Fadia menangis.
"Gue nggak papa kok, Jar," balas Fadia. Bukannya berhenti, air mata sialan itu semakin deras mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Menuju Fajar
Teen Fiction(Sequel of ADRIANTY) Ada rindu yang harus aku sampaikan. Namun, ada pula yang harus aku simpan. Dari Senja untuk Fajar. *** "Fadia.." panggil Fajar membuat Fadia kembali menghentikan langkahnya diambang pintu. "Kenapa?" Walau tak bisa melihat Fajar...