Bab 11: Semangat yang Enggan Menghilang

9 5 0
                                    

**
Hello all!
Mau boom update dulu.
Happy reading.
***

Ruangan dengan beberapa bangku kayu, dan dinding berwarna putih polos sudah terisi oleh beberapa murid. Canda, dan tawa mereka mengiri pagi hari ini, menceritakan hal-hal yang belum sempat diceritakan karena terhambar oleh liburan panjang akhir pekan.

Kelas tampak sudah ramai, murid-murid lainnya sudah duduk berkelompok, dan berbincang-bincang. Menunggu guru yang tak kunjung datang setelah lima belas menit bel sekolah berdering.

“Bel, lo gak bosen apa? Nunggu guru lama banget,” tanya Della menyangahkan kepalanya, gadis itu hampir tertidur beberapa kali karena bosan menunggu guru yang tak kunjung masuk juga.

“Kagak lah, orang kelas Hoshi juga lagi free class,” sahut Bellova tanpa melirik ke arah Della sedikit pun, gadis itu terlalu sibuk bermain ponsel, membalas chat dari sang kekasih.

Della berdecih pelan. Kemudian membuang pandangannya kesal menghadapi sahabatnya yang bucinnya gak bisa dikondisikan. “Dih, pantesan aja lo gak kayak cacing kepanasan. Ternyata lagi sama pawangnya,” sindir Della mendengus.

**
Hari pertama sudah diisi oleh guru membosankan yang mengajar kelas, memberi tugas berhitung sangat banyak, dan seketika otak dibuat pening menghadapi guru penggila matematika tersebut. Katanya, matematika adalah pelajaran yang menyenangkan sehingga dirinya terus memberikan soal beralasan untuk menghibur mereka setelah berlibur.

Bukannya merasa terhibur, seisi kelas sepertinya sudah memaki-maki guru tersebut karena kata-katanya yang terdengar menajiskan di telinga. Sejak kapan pelajaran membosankan itu menjadi menyenangkan. Tidak, tidak akan pernah!

Kepala Bellova berdenyut, merasa otaknya masih belum bisa move on dari liburan yang biasanya dihabiskannya dengan canda tawa bersama keluarga. Melihat tumpukan tugas dari deretan angka yang memusingkan kepala itu hanya membuat kepalanya makin berdenyut sakit, menghabiskan seluruh energi yang semula terisi penuh guna memulai hari.

Perlahan, gadis itu tetap menuliskan beberapa angka yang sedikit demi sedikit mulai ia pahami, tetapi pena yang semula berada pada genggamannya meluncur jatuh pada ubin lantai. Kantuknya serasa tiba, bersamaan dengan tubuhnya yang makin melemas karena pelajaran matematika yang sangat membosan, bahkan jika ada kata yang menjabarkan lebih dari membosankan. Kata-kata itu akan sangat pas untuk keadaan ini.

Dengan perlahan, Bellova mulai melirik Della yang sudah tertidur dengan menyanggahkan kepalanya, dan tak lupa menggunakan aksesoris kacamata hitam agar tidak ketahuan tertidur oleh guru. Pintar juga sahabatnya … ralat, bukan pintar, tetapi licik.

Gadis itu ijin ke toilet pada Bu Sara, ingin membasuh wajahnya agar kantuk tersebut tak menghampirinya kembali.

“Bu, boleh saya ijin ke toilet?” tanyanya dengan santun disisipi sikap dinginnya.

“Boleh, jangan lama-lama!” Bu Sara kembali menjelaskan pelajaran.

Bellova melangkah perlahan, melihat dedaunan yang ditiup oleh semilir angin, ia benar-benar suntuk mendengarkan penjelasan Bu Sara yang membuatnya berpikir keras untuk mencerna seluruh pelajaran. Ekspresi garang Bu Sara selama mengajar juga makin membuatnya malas mendengarkan seluruh ocehan tak berujung itu.

Tiba-tiba pandangannya terasa gelap, dan napasnya sedikit sesak. Membuat gadis itu sedikit meronta, tetapi setelah menghirup aroma yang menurutnya sangat familiar baginya, membuat gadis itu langsung diam.

“Hoshiii … ngeselin banget, deh!” ujar Bellova kesal, menghentak-hentakan kakinya dengan memberenggut kesal.

“Yah … ketauan, deh,” sahut Hoshi dengan suaranya yang terdengar merendah, raut wajahnya tampak kecewa karena tak berhasil mengusili kekasihnya.

“Mangkanya, kalau mau ngerjain, tuh, pinteran dikit napa, Beb. Giliran pelajaran fisika aja pinter, tapi kalau urusan gini lemotnya bukan main,” ledek Bellova dengan cekikikan. Melihat kekasihnya membuat gadis itu kembali bersemangat kembali, bahkan semangatnya tampak lebih berkobar daripada sebelumnya.

“Tumben kamu di luar kelas, biasanya kan kamu suka bertelur di kelas,” ucap Bellova dengan alis tertaut.

Hoshi menunjukkan beberapa tumpukan buku, lalu menyambungnya dengan perkataan di tengah wajah masamnya. “Suruh cari refrensi sama Bu Lista.”

Bellova membentuk hati dengan kedua tangannya ditepatkan pada kepalanya, sedikit melompat-lompat agar mendapatkan atensi Hoshi. Lelaki itu membalas dengan senyuman tipis, kemudian melenggang pergi dengan membawa tumpukan buku tersebut.

Gadis itu senyum-senyum sendiri, melihat sang kekasih memberikan senyuman kepadanya seraya membuatnya merasa tersetrum oleh energi-energi cinta yang membuatnya makin semangat menjalani hari.

Suntuk, dan kantuknya seraya hilang begitu saja. Membuat gadis itu senyum-senyum sendiri sepanjang perjalanan menuju kamar mandi sekolah.

Suara percikan air menemani Bellova yang sedang tersenyum menatap dirinya pada pantulan kaca, dirinya tak henti-hentinya tersenyum sejak bertemu dengan Hoshi pada lorong sekolah.

Gadis itu kegirangan sendiri, sedikit melompat-lompat, dan melampiaskan seluruh perasaan bahagia yang ada di hatinya. Ia mulai merapikan poni, dan memakai lip tint agar bibirnya tak tampak seperti orang sakit. Kalau kalian tebak Bellova sakit, tebakan kalian salah. Bibirnya yang pucat disebabkan oleh dirinya yang kelelahan sehabis perjalanan pulang dari Jogja selama liburan.

“Aduh, daripada dengerin Bu Sara, mendingan dengerin suara telponable dari AA Hoshi aja gimana?” Bellova mengulam bibirnya, kemudian bersenandung ringan menuju kelas.

**
Bellova kembali ke kelas dengan wajah ceria, dan penuh semangat langsung menjawab soal-soal tersebut tanpa mengeluh sedikitpun. Semangatnya sudah pulih, membuat Della menatap heran ke arahnya. Sahabatnya satu itu berekspresi seakan baru saja mendapatkan rejeki nomplok.

Dahi Della mengernyit, sepersekian detik kemudian sikunya langsung menyenggol lengan Bellova yang tengah sibuk menuliskan jawaban pada lembaran kertas tersebut. “Girang amat lo?” bisik Della saat melihat sahabatnya berhenti menulis.

Bukan malah mendapatkan jawaban, gadis itu langsung mendapatkan sorot mata tajam tak suka dari Bellova karena senggolannya membuat coretan besar pada lembar jawabannya. “Ih, ngeselin!” Bellova merajuk, wajahnya tampak masam. Namun, wajah masamnya tak bertahan lama setelah memorinya memutar kejadian manis sebelum ke kamar mandi.

“Habis digodain Hoshichan,” balas Bellova dengan cengiran, pipinya tampak sedikit memerah membayangkan betapa manisnya kekasihnya melebihi gula di dapur.

Della melirik malas sekilas ke arah Bellova, lalu merolling matanya malas. Ia pikir ada kabar baik lain kecuali sejoli bucin tersebut yang sering membuatnya enek. Della tuh baik benernya, nyadarin Bellova biar gak terlalu ketergantungan sama Hoshi, apalagi kadang-kadang lelaki itu tampak semena-mena pada sahabatanya yang makin membuatnya ragu tentang ketulusan Hoshi.

“Norak!” hardik Della dengan bisikan pula.
**
Dua sahabat itu berakhir dengan berbincang cukup lama. Membicarakan banyak hal, ngalor-ngidul, mulai dari yang penting sampai yang tak penting. Dari awalnya yang membicarakan kebucinan Bellova terhadap Hoshi hingga membicarakan, beralih ke tugas Bu Sara yang harus dikumpulan sepulang sekolah, sampai gosip-gosip dari jurusan bahasa pun mereka bahas semua.

“Buset, lo catet ga, materi buat penunjang tugas Bu sara?” tanya Della merutuki kebodohannya karena dirinya malah terlalu santai, dan tak menggubris penjelasan Bu Sara sedari tadi.

“Pasti, emangnya lo?” Bellova meledek Della untuk kesekian kalinya.

“Bagi bisa kali, kan pacarnya Hoshi satu ini cantik banget, apalagi most wanted-nya SMA CePi. Masa gak mau bagi, sih, Cantik.” Della sengaja mengedipkan mata beberapa kali, memasang tampang semanis mungkin agar Bellova terenyuh. Namun, bukan malah terenyuh, Bellova malah dibikin sakit perut karena ekspresi Della yang terlihat begitu menggelikan hingga mengelitiki perut.

**
Jangan lupa vote, dan comment kalau kalian suka ya!

Thankyou for reading guys!

Ditulis dengan 1066 kata
**

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang