Bab 4: Sederhana yang Berarti

22 12 31
                                    


Keluarganya memang sederhana seperti torehan tinta kelabu pada secarik kertas, tetapi baginya keluarga lebih bermakna dari semuanya. Memang susah di deskripsikan, tetapi memang seberarti itu keluarga baginya.

Selintas pandang dapat mendeskripsikan suasana hari itu, penuh keceriaan serta jenaka ditemani dengan semangkuk nasi gulai yang aromanya sangat menggoda, bahkan dari kejauhan saja, semua bisa mencium aromanya dari dandang menguar sedap.
“Lov, ekspresinya bisa biasa gak?” tanya Kael cekikikan, kepalanya masih menyandan pada pundak Shakina sambil mengunyah ayam gulai.

“Ih, Papa ngeselin! Suka banget kerjain Lov-lov.” Bellova memberenggut kesal dengan mulut yang masih penuh dengan nasi gulai. Kedua tangannya dipangkukkan di dada.

“Biarin ngeselin, yang penting Papamu ini paling ganteng seantero Semarang, kan,” ucap Kael kepedean.

Pede banget, dong. Bellova akui memang pria paruh baya yang berada di depannya memang sangat tampan, tapi ngeselinnya udah next level.

“Huftt … yaudah deh, Lov-lov iyain dulu biar seneng, gatau kalau nanti berubah,” sahut Bellova memeletkan lidahnya.

“Ih, anak siapa, sih, kok, ngeselin banget?” tanya Kael mengerucutkan bibirnya, sembari berkacak pinggang.

**
Makin malam, makin sunyi juga suasana kamar Bellova, sudah sejam lalu, Kael dan Shakina sudah tertidur pulang di kamar sebelah. Sementara, headset masih terpasang di telinganya sambil bersenandung ringan.

Irama lantunan melody yang tersusun rapi dan indah membuat suasana malam itu makin terdengar mellow. “Selamanya Cinta - D’Cinnamons” Ia seraya tak ingin segera lepas dari masa mudanya yang penuh warna.

Rangkaian memoar-memoar dalam kehidupannya makin tersatu-padu di benaknya, dan melintas yang makin membuatnya makin tak ingin lepas dari masa mudanya.

Ia yakin bahwa ia akan merindukan setiap momen yang kini terukir dan menyisakan kenangan dalam raganya.

“Gimana ya nanti kalau aku harus pisah sama mereka saat aku beranjak dewasa? Kayaknya aku gak akan siap untuk itu semua, apa boleh waktu berhenti sejenak untuk aku menikmati semuanya?” gumam Bellova mengulam bibirnya, memegang dagunya, dan bola matanya naik ke atas memandang langit-langit kamarnya.

Selaksa Kenangan dalam Rindu
Oleh: Bellova Edlyn Walandou
Hari berganti hari
Sebelum semua waktu itu berputar
Aku ingin melontarkan selaksa harapan
Entah itu yang sudah hirap ataupun yang masih tersimpan

Oh, kenangan
Semoga semua kenangan masih tersulam dalam benakku
Walau kau terburu oleh waktu
Dan, tergerus di ganasnya arus jaman

Ku mematik setiap rindu yang tengah berbunga
Memintal buntalan kisah di setiap detiknya
Menyatukan antara atma dan raga
Memandang sosok yang kian menjauh dari pandangan mata
Jogjakarta, 10 September 2015

Gadis itu menghembuskan napasnya, matanya mengedipkan sesuai iringan kata yang dengan lembut ia lontarkan. Ia tersenyum, lalu mencoba menyelonjorkan tubuhnya, dan menenggelamkan tubuhnya dalam selimut putih.

Perlahan kantuk datang ditemani dengan mulut yang terbuka lebar dengan hembusan napas panjang, matanya terpejam tak lama setelahnya. Akhirnya, ia terlelap di tengah kantuknya yang menemani malam gemerlapnya.

**
Sinar matahari yang menyilaukan menerobos jendela kamar hotel dan membangunkan gadis yang di telinganya masih terpasang headset.

Dengan malas, Bellova merangkak turun dari ranjang dan membuka pintu balkon. Aroma dedaunan  basah yang menyegarkan itu menembus memasuki kamar ditemani  suasana kicauan burung menemani kesunyian pagi.
Terdengar bunyi berkeriuk pelan dari perutnya. Ah … overthinking semalam benar-benar menguras energi. Gadis itu masih mengusap-usap matanya perlahan, rambutnya masih tampak tak tertata, lalu meregangkan tubuhnya sekilas.

Terdengar suara dari sebelah kamarnya, suara cekikikan Kael yang mentertawakannya. “Hahaha, Lov-lov udah berapa lama gak makan?” ledek Kael cekikikan, lelaki itu menggeleng seraya terkekeh melihat putrinya yang penampilannya masih berantakan.

“Ish, Papa! Anaknya baru bangun tidur udah di ledekin aja,” adu Bellova memangkukan kedua tangannya.

“Biarin bwlee ….” Kael memeletkan lidah diikuti oleh wajah masam Bellova yang kian nampak di wajahnya.

“Kalian, kok, udah rapi banget, sih.” Bellova berkacak pinggang dengan rambutnya yang masih berantakan. “Jangan-jangan Lov-lov mau kalian tinggal pergi ya!” tambahnya dengan mengerucutkan bibirnya.

“Memang, salah siapa Lov-lovnya gak bangun-bangun?” Kael makin terkekeh melihat wajah merajuk Bellova, makin masam wajahnya, makin senang juga ia mengerjain putrinya semata wayangnya.

“Mama, kenapa Papa ngeselin banget, sih?” keluh Bellova mulai merapikan rambutnya.

“Gak tau, tuh, Lov. Kayaknya emang dari dulu udah ngeselin,” sahut Shakina di sela tawanya.

“Ih, Biii! Kok gitu, sih, tapi ngeselin gini kamu sayang, kan.” Kael merajuk sambil bergelondot manja pada lengan Shakina, dan tak lupa tatapan penuh harap.

**
Mereka baru saja keluar dari sebuah kotak besi yang membawa mereka turun dari kamarnya menuju ruang breakfast. Ah … aromanya benar-benar sedap, bahkan tercium dari pintu lift terbuka.

Bellova mengendus-endus aromanya, memastikan bahwa ada aroma sunny side up favoritnya yang sudah menguar dari wajah dengan tambahan bubuk merica, dan garam.

Bellova tahu betul, breakfast di hotel ini terkenal dengan varietas makanannya yang sangat banyak, dan dimasak oleh koki andal.

Tentu saja, menghirup aromanya dari kejauhan, makin membuat cacing-cacing di perutnya sedang berdemo karena tak kunjung diberi makanan. Suara keriukan kecil dari perutnya kembali terdengar, dan membuat kedua orang tuanya tersenyum menatapnya.

Bellova menatap telur yang bertumpuk dengan wajah semringah. Tanpa aba-aba, gadis itu langsung menuju egg station walaupun belum menemukan tempat duduknya.

Kael, dan Shakina masih bermaanjaan, bergandengan dengan mesra sembari menggeleng heran menatap reaksi antusias dari Bellova yang makin menjadi. Mau tak mau mereka tersenyum, melihat tingkah laku putrinya yang selalu terang-terangan melakukan sesuatu.

Baru saja, Kael, dan Shakina duduk di meja kayu yang tak seberapa besar dengan corak jati khas yang membuat meja itu tampak menarik. Kursinya terbuat dari rotan yang menambah kesan hommy disana.

“Mama, Papa! Lov-lov udah bawa telur banyak, nih.” Bellova membawa empat piring dengan kesusahan, gadis itu hampir terjatuh ketika membawanya, tetapi Shakina yang tanggap langsung membantunya.

“Lama-kelamaan, Papa jadi juragan telur, nih, Lov!” Kael cekikikan, lalu tak lupa menatap sekilas ke arah Shakina, dan Bellova bergantian.

Mulut Bellova sudah penuh, pipinya mengembang, dan bergetar sembari mengunyah makanan di mulutnya dengan wajah semringah. Melihatnya saja, sudah membuat kedua orang tuanya ikut bahagia, mereka langsung ikut makan hingga tak menyisakan apapun di piring mereka.

Mereka mulai mengambil, dan menyusuri setiap menu yang ada saat itu. Bellova kalau masalah makanan, memang paling cepet the flash, deh.

“Lov-lov, memang ya, anak Papa satu ini kalau kuliner udah numero uno, deh.” Kael menggeleng, ia mulai memasukkan hidangan ke piringnya. Matanya sempat membelalak ketika menatap piring Bellova yang telang menggunung oleh makanan. Buset, cepet banget, deh.

“Hah, Lov-lov piringnya udah penuh.” Tak lama setelah Kael terkaget, Shakina juga ikut kaget melihatnya. Putrinya itu makan sangat banyak, tetapi tak menambah berat badan juga. “What a good deals, right?” Body impian semua perempuan, kan.

***
Thank you for reading!

Ditulis dengan 1041 kata

Jangan lupa vote & comment ya!

***

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang