Bab 21: Tembok yang Meluruh

4 4 0
                                    


Kedua sejoli itu duduk berhadapan, tetapi Bellova masih gengsi untuk memulai percakapan terlebih dahulu sehingga gadis itu masih memilih mengatupkan bibirnya. Sejujurnya, dia sangat senang karena kekasihnya yang bernotabene dingin itu akhirnya memiliki inisiatif untuk mengajaknya ke kantin.

Namun, hal tersebut tak membuatnya langsung luluh dengan hal simple yang dilakukan oleh Hoshi kali ini. Gadis itu ingin sesekali bersifat tegas di depan Hoshi agar tidak diremehkan.

“Mau makan apa?” tanya Hoshi menatap lekat Bellova.

“Terserah.”

Begitulah perempuan, kalau diajak makan bilangnya terserah. Giliran dateng langsung bilangnya gak mau.

“Bel, maafin aku ya,” ujar Hoshi lembut.

“Udah, kok,” sahut Bellova cepat, tetapi dengan nada dingin, dan cuek.

“Tapi, kamu cuek gitu ke aku. Pasti kamu belum maafin aku,” rayu Hoshi dengan lembut, dan tatapannya menunjukkan ketulusan.

“Lagi laper, jadi males ngomong,” ujar Bellova disusul dengan suara perutnya yang berkeriuh.

“Aku beliin bakmie ya,” tawar Hoshi, lelaki itu langsung inisiatif membeli bakmie karena mengerti gadis yang berada di depannya tak akan menjawab sebab masih kemusuhan dengannya.

**
Tak lama kemudian, Hoshi datang dengan bakmie favorit Bellova tentunya. Ia menyodorkan mangkok tersebut, lalu memberikan senyumannya pada Bellova. Senyum manis itu sangat jarang mengembang di wajah lelaki itu, bahkan selama setahun pacaran, dapat dihitung jari berapa kali dia tersenyum semanis ini.

“Duh, manis banget kayak gula lagi. Mana bisa tahan gua kalau kayak gini,” batin Bellova masih menatap bakmie tersebut, belum mulai mengonsumsi karena merasa gengsi dengan kekasihnya.

Gadis itu masih mendiamkan bakmie yang ada di piringnya, menyadari dirinya yang masih kemusuhan dengan sang kekasih.

Namun, bakmie tersebut seraya memanggil cacing-cacing di perut Bellova supaya makin berkeriuh, dan meminta untuk segera di lahap.

Hoshi tersenyum, lelaki itu belum juga mengonsumsi bakmie di piringnya. Menunggu Bellova yang tak kunjung mengonsumsi makanan di depannya, padahal perutnya sudah terdengar berkeriuh. Membuat lelaki itu merasa bersalah, kenapa masalah yang awalnya simple karena salah paham menjadi sangat complex seperti ini?

“Bel, makan yuk! Keburu bakmienya dingin nanti,” pinta Hoshi memandang lekat Bellova, gadis itu tampak terus menghindari kontak mata dengan lelaki itu.

Bellova masih melamun, tak menggubris peerbincangan Hoshi hingga membuat lelaki itu memutuskan untuk langsung memakan bakmie di depannya tanpa menunggu kekasihnya yang masih tak mau menjawab pertanyaannya.

Hoshi tampak menyeruput kuah bakmie dengan menikmati guna membuat kekasihnya tergiur, dan segera makan bakmie tersebut. Ia menggelengkan kepala sekilas kemudian tersenyum. “Enak bangett,” ujarnya menatap wajah Bellova yang tampak mulai tergiur hingga menelan salivanya itu.

“Ih, si Hoshi bisa aja buat gua tergiur,” batin Bellova mendengkus, dia tuh udah gak tahan sama godaan bakmie yang mangil-mangil terus dari tadi.

“Bel!” panggil Hoshi di tengah mengonsumsi bakmie.

“Kenapa?” tanya Bellova menimpali percakapan lelaki itu, ia sudah tak tahan lagi mendiamkan lelaki di depannya.

“Kamu gak makan? Katanya, tadi kamu laper, nanti kalau maag kamu kambuh lagi gimana? Aku gamau ya dimarahin sama Om Kael karena maag kamu kambuh,” ucap Hoshi. Lelaki itu jarang bersikap bawel seperti ini kecuali pada situasi tertentu. Katanya, hemat suara lebih baik daripada harus menanggapi orang lain yang kadang agak miring.

“Euhmmm ….” Bellova berdeham cukup lama, tangannya mulai bergerak mengambil sendok, dan garpu yang berada di depannya. “Yaudah deh, karena kamu paksa aku makan,” sahut Bellova cengengesan.

Hoshi ikut tertawa melihatnya, ia mengerti sebenarnya gadis itu sudah lapar sedari tadi, tetapi gengsi membuatnya harus dipaksa terlebih dahulu. Akhirnya mereka makan dengan laju makan yang sama beriringan, menghabiskan bakmie kesukaan mereka di kantin dengan senyum.

**
Tak membutuhkan waktu yang lama, mereka sudah menghabiskan makanan hingga habis tak bersisa sedikitpun. Membuat mereka berdua saling menatap satu sama lain, menunggu ada yang memulai perbincangan terlebih dahulu.

Entah kenapa, suasana di kantin yang tiba-tiba menjadi sepi seakan mendukung perbincangan intens mengenai permasalahan mereka yang menjadi keresahan di antara mereka beberapa hari terakhir.

“Bel, maafin aku ya. Aku nyesel soalnya gak beritahu kamu, dan malah jadi salah paham kayak gini yang makin membuat hubungan kita renggang.” Hoshi tampak menyesal, bibirnya tampak bergetar menahan seluruh emosi, dan penyesalan yang memupuk dalam hatinya.

Bellova tersenyum, ia sebenarnya sudah tak marah pada Hoshi hanya dirinya ingin bersifat tegas pada lelaki itu. Gadis itu mulai memegang pergelangan tangan lelakinya yang gemetar. “Aku udah maafin kamu, kok. Sebenarnya kamu boleh jalan sama temen lawan jenismu, tapi bilang aku ya, Hos. Biar aku merasa dihargai sama kamu,” ujar Bellova dengan suara lembut. Ia sangat bahagia, akhirnya masalahnya menumui ujung juga yaitu meluruhkan tembok ego yang terbangun di antara mereka.

Sementara itu, ada perempuan yang tak lain adalah Della yang ikut senang. Melihat sahabatnya itu mulai tersenyum lagi.

**
“Krittt!’” Pintu rumah terbuka dari luar menampilkan gadis yang baru saja di antar sekolah oleh pacarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi Bellova, akhirnya keresahannya beberapa hari terakhir terselesaikan juga.

“Lov-lov!” panggil seseorang dari dalam rumah, membuat gadis itu langsung membulatkan matanya sempurna.

“Hah … Mama!” seru Bellova yang makin kegirangan melihat kehadiran Mamanya di rumah.

“Kami pulang lebih cepet, tapi Papa ada urusan di kantor dadakan jadi dia langsung pergi ke kantor lagi,” jelas Shakina dengan wajah tersenyum. Perempuan paruh baya itu makin melebarkan senyuman di wajahnya setelah melihat putrinya tampak semringah sepulang sekolah.

Bellova berdecih, kesal dengan Kael yang tak menghampirinya terlebih dahulu, dan malah langsung pergi ke kantor lagi. “Ck, Papa itu work o hollic banget. Anaknya belum disamperin, nih!” protes Bellova merasa tak terima.

Hal itu bukan malah membuat Shakina cemberut ataupun menasehati putinya, tetapi malah membuat perempuan paruh baya itu cekikikan. “Lov, Papa tau kamu pasti ngambek karena dia berangkat duluan. Mangkannya Papa ngajak kamu liburan.”

Bellova membulatkan matanya sempurna, dan menelan salivanya perlahan seraya tak percaya mendengarkan perkataan Mamanya.

“Serius kok, Lov!” ujar Shakina yang langsung mengetahui maksud dari aksi Bellova padahal gadis itu belum mengatakan maksudnya.

Gila, telepatinya Shakina gak main-main. Ajarin dong, biar bisa tau isi hatinya Hoshi. Bellova menguncupkan bibirnya seperti ingin mengetahui cara Shakina mengetahui semuanya.

Bellova kegirangan, dan spontan memeluk Mamanya sembari melonjak-lonjak. Jarang sekali ia bisa pergi bersama keluarganya ketika hari-hari sekolah sehingga gadis itu benar-benar tak percaya dengan perkataan Mamanya itu menjadi kenyataan. “What a good deals?”

Ia bisa merefresh otaknya sejenak, meskipun itu hanya beberapa hari saja.

“Ma, kita beneran besok liburan sama Papa?” tanya Bellova kembali meyakinkan, bahwa apa yang di dengarnya tak salah.

Shakina mengangguk, ikut bahagia karena semangat putrinya. Ia seperti melihat sesuatu kesempatan yang tak akan terulang lagi dalam kehidupannya.

**
Ditulis dengan 1043 kata

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang