Bab 8: Mengawali Pekan

12 8 0
                                    

**
Heyho semuanya!
Bellova is back!
Happy reading semuanya!
**

Desir angin pagi menyapu lembut rerumputan tak seberapa di jalanan, memasuki celah jendela yang sudah dibuka kecil, menyebarkan suhu rendah pada sebuah ruangan. Mentari hari ini tampak malu-malu memancarkan sinarnya sehingga sinar tersebut tak terpancar dengan sempurna menyambut pagi.

Gadis berambut ikal telah siap dengan pakaian rapinya sembari tersenyum-senyum sendiri menatap dirinya pada pantulan kaca. Cantik, hanya sepatah kata yang mengambar dirinya yang tampak menawan ditambah oleh senyum cerianya yang membuat orang-orang yang melihatnya ikut tersenyum. Kata orang-orang, senyum dari Bellova itu happy virus jadi melihat gadis itu tersenyum, dijamin, deh, Lo pada ikut tertawa.

Libur panjang pada akhir pekan, membuat Bellova kembali bersemangat menghadapi hari setelah sekian lama bosan dengan rutinitas sekolahnya yang itu-itu aja. Ia sedikit memberikan lip tint pada ujung bibirnya berwarna natural yang tampak cocok dipadu dengan senyumannya.

“Nahh, perfect!” gumamnya dengan mendekatkan dirinya pada cermin, lalu mengulam bibirnya guna meratakan warna lip tint.

Dengan langkah ringan, gadis tersebut keluar dari kamarnya sambil menggendong tas tosca favoritnya. Ia turun melewati beberapa anak tangga dengan perlahan, dan senyum manisnya senantiasa terpampang pada wajahnya.

Ruang makan yang tak terlalu besar itu sudah diisi oleh Shakina, dan Kael. Mereka menyambut Bellova dengan senyuman yang tak kalah manisnya dari gula di dapur.

**
Canda tawa mengiri pagi yang sejuk, mengisi hiburan di sebelum menghadapi rutinitas pagi yang melelahkan. Sarapan dinikmati dengan begitu hikmat, dan tak lupa diselimuti oleh kehangatan keluarga yang saling bercengkrama ria. Dimana seisi ruangan tak hentinya menceritakan seluruh pengalaman, dan berbincang-bincang hangat mulai dari hal penting sampai hal yang tak penting dalam waktu yang singkat, tetapi sangat bermakna tersebut.

“Lov-lov, udah sayang. Jangan terlalu banyak berbincang, nanti sekolahnya telat lho,” ucap wanita paruh baya yang tak lain adalah Shakina dengan lemah lembut sembari menatap penuh kasih sayang bergantian kepada dua insan yang benar-benar dicintainya melebihi cintanya pada diri sendiri.

“Oke, Ma,” sahut Bellova dengan mengedipkan salah satu matanya.

Kedipan mata tersebut disusul oleh bibir Kael yang sudah mengerucut, dan memalingkan pandangannya. Lagi ngambek sama Bellova. “Ih, Lov-lov! Yang boleh genit ke Mama itu cuma Papa aja.” Perkataan Kael disusul dengan kedipan matanya,  lalu bergelendot manja.

Bellova, dan Shakina serempak tersenyum mendapati seorang lelaki paruh baya yang sudah berpakaian kemeja rapi dipadu dengan blazer tersebut manjanya ngalahin anak balita.

“Ih, Papa genit, deh! Pokoknya Mama punya Lov-lov.” Gadis itu memeletkan lidah dengan wajah meledeknya.

“Bagi dua! Gak mau tau.” Kael merajuk. Wajahnya tampak masam.

“Yaudah deh,” sahut Bellova mengangguk kemudian melanjutkan sarapan yang sempat tertunda oleh perbincangan mereka.

Keheningan terjadi beberapa detik setelahnya, mereka fokus menghabiskan makanan di piring mereka masing-masing. Hanya terdengar suara peralatan makan yang saling beradu padu dengan pergerakan jarum jam ikut berputar cepat beriringan.

“Shakina sayang, nanti aku bakal lembur ya. selesain seluruh laporan yang tertunda akhir pekan kemarin,” ujar sang kepala keluarga dengan tampang berwibawanya. Memecah keheningan.

Sang istri yang dipanggil langsung mendangak, mereka saling bertatapan satu sama lain dengan suasana yang terdiam sejenak. Tak lama setelahnya, Shakina yang sudah menghabiskan makanan yang ada di mulutnya langsung memberikan senyuman hangat guna menyemangati sang kepala keluarga yang sibuk mencari nafkah di awal pekan.

Shakina mengiyakan, lalu beranjak dari kursinya mengambil sebuah Tupperware biru dari laci dapur, dan mempersiapkan makanan. Menata rapi lauk, lalu nasi sehingga seimbang, dan tampak menarik. Tak lupa dia memberikan buah apel agar gizi sang suami tetap terjaga di kala musim pancaroba ini.

Senyum lebar terbeber pada wajah tampan lelaki paruh baya tersebut yang melanjutkan menyantap makanan, dan sesekali melirik sang istri yang menyiapkan bekal.

Shakina mengerti kebiasaan buruk Kael ketika disibukkan dengan pekerjaannya yaitu lupa mengisi perutnya yang sudah mengeluarkan suara pertanda perlu diisi oleh asupan baru agar dapat melanjutkan rutinitas pekerjaannya. Namun, jadwal pekerjaannya yang seringkali mepet membuat lelaki itu jarang pergi ke kantin kantor untuk mengonsumsi makanannya.

Akhirnya solusi yang ditemukan oleh Shakina hanyalah memberikan lelaki itu bekal dengan asupan tertata, lalu selalu mengingatkannya makan. Mereka saling melengkapi dalam membangun keluarga sehingga tercipta hubungan yang lebih erat di antara mereka berdua.

“Pa, Lov-lov udah selesai makan.”
Gadis itu beranjak dari kursinya, lalu langsung mencuci piring yang dia gunakan, dan mengelapnya sebelum meletakkan pada laci piring.

Bellova yang sudah begitu semangat menyambut harinya, langsung memberikan salam pada kedua orang tuanya.

Kael tersenyum menatap pundak Bellova yang kian menjauh dengan tas ransel Jansport berwarna tosca favoritnya. Dia terdiam beberapa saat, kemudian menyusul Bellova yang berlari keluar dari rumah.

“Lov, tunggu!” ujarnya langsung membawa tas bekal dari Shakina, dan derap sepatu pantovel miliknya yang mengikuti langkah kaki Bellova.

Bellova berhenti mendadak, membuat Kael yang semula terhenti tak dapat berhenti mendadak, dan menubruk tubuh Bellova yang tengah menoleh ke belakang.

“Bruggh!”

“Papa!”

“Lov-lov!”

Suara itu terdengar serempak karena ekspresi mereka yang sama-sama terkejut. Bellova mengusap kepalanya yang sempat terbentur, kemudian mendangak menatap Kael dengan sorot mata penuh selidik. Sebentar lagi, pasti Bellova melontarkan pertanyaan yang serampai tampak memberikan jeda.

“Papaa … kenapa, sih, suka banget nabrak orang mulu?” cicit Bellova dengan raut wajah kesalnya. Tak lupa dirinya mengerucutkan bibirnya, dan melirik tajam pada Kael.

“Ya maap kali Lov, namanya juga kurang Aqua,” ujar Kael menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dan mengibaskan tangannya cengigiran. Macem orang tak berdosa aja tuh ekspresinya.

“Bucin mulu, sih. Sampe minum aja harus diingetin sama ayank,” sindir Bellova menyipitkan salah satu matanya terkekeh.

“Oh, kalau itu wajib, sih, Lov.” Dengan bangganya Kael mengangguk-anggukan kepalanya dengan menatap lekat Shakina yang tengah menggelengkan kepalanya heran dengan tingkah laku manja Kael. Mau tak mau wanita paruh baya tersebut dibuat tertawa terbahak-bahak olehnya.

Mau heran sama tingkah laku lelaki paruh baya yang beberapa rambutnya sudah beruban itu tapi gabisa. Jadi gimana dong? Udahlah bikin bingung aja, tingkah lakunya gara-gara pengen sok gaul ama Bellova.

“Yaudah, Papa pengen bilang apa tadi? Jangan-jangan Papa itu fans tersembunyinya Lov-lov mangkannya suka bener pangil-pangil mulu,” duga Bellova mengusap dagunya, lalu salah satu jarinya menunjuk Kael seraya paham.

“Enak aja, gantengan juga Papa, buat apa ngefansin Lov-lov juga kalau misalnya pabriknya ada di sini,” kilah Kael tak terima, memang lelaki paruh baya itu paling suka debat ama putri sematawayangnya. Jadi gak heran kalau rumah itu selalu ramai karena tingkah Kael sama Bellova, malah kalau mereka diam-diaman malah aneh.

***
Thank you udah baca ampe bawah!
Jangan lupa vote, dan comment ya kalau kalian suka dengan karyaku!
**
Ditulis dengan 1011 kata
**

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang