Bab 7: Makanan yang Kurindukan

9 7 0
                                    

**
Warning: Semua hanyalah fiksi
Jangan Plagiat! Plagiat jauh-jauh!
Happy reading guys!
**

Mobil Kael sudah terparkir sempurna pada tempat parkiran sebuah restoran cepat saji. Setelah beberapa lama mereka mengantri, akhirnya mereka sudah memesan beberapa makanan yang mereka inginkan.

Mereka memesan sangat banyak, bahkan sampai tiga papper bag penuh oleh makanan mereka. Wajah Bellova tampak semringah, ia sudah lama tak makan makanan cepat saji seperti ini.

Kael melepaskan seat belt, lalu tersenyum menepuk-nepuk tubuh Shakina dengan perlahan. Suaranya terdengar sangat lembut, sangat berbeda daripada saat lelaki itu sedang beradu debat dengan Bellova.

Intinya, kelebihan Kael adalah suara lembutnya, dan dirinya yang pandai menepatkan diri sehingga banyak orang yang nyaman berada dekat padanya.

“Bi ….”

“Bi ... mau makan ga? Aku udah pesenin makanan favoritmu, nih,” ujar Kael dengan lembut. Tubuhnya kini hampir tak berjarak dengan Shakina berusaha membangunkannya.

Mata Shakina mengerjap, menfokuskan penglihatannya setelah bangun tidur. Ia lelah karena sudah beberes seharian. Tentu saja, itu semua membuatnya kekurangan beristirahat selama beberapa hari silam.

“Bi ….” Senyum mengembang pada wajah Kael, menyambut Istri tersayang yang baru saja bangun. Ia yang kelelahan menyetir seakan staminanya langsung bertambah setelah melihat wajah cantik Shakina.

“Eunghh ….” Wanita paruh baya itu meregangkan tubuhnya, dan tak lama setelah itu tersenyum manis. “Iya, Bi. Ada apa?” tanyanya sedikit linglung. Biasa orang baru bangun tidur kan otaknya, tuh, gak bisa diajak kerjasama.

Sementara itu, … Bellova sudah celemotan memakan burger miliknya. Mulai dari tomat, mayonais hingga saus sambel sudah berada pada pipinya.

Ia menggeleng-geleng sembari memukul perlahan pahanya. “Euhmmm … enak bangettt!” Bellova sangat menyukai Mc Spicy, tetapi dia tak boleh sering-sering makan makanan cepat saji sehingga dia langsung begitu semangat ketika dibelikan makanan tersebut.

Kael, dan Shakina bukannya sibuk makan malah mereka sibuk romantisan. Hufft … kayak ABG aja, deh. Gak sadar umur kali.

“Bi, kamu cantik banget, deh!” seru Kael menatap Shakina lekat. Wajahnya menunjukkan ekspresi bangga karena bisa bersama dengan perempuan tersebut.

“Buayanya gak ilang-ilang dari dulu,” sahut Shakina lemas, telapak tangannya langsung mencubit hidung Kael hingga memerah.

“Ih, mana ada tau, Bi? Kalau aku buaya gak jadi suamimu dong, Bi.” Kael mengerucut bibirnya seolah ngambek, lelaki paruh baya tersebut kalau sudah berhadapan dengan Shakina memang gak ada manly-manly-nya. Kayak bocil malah.

“Ututututu, ngambekan ternyata.” Shakina menggelengkan kepalanya gemas, lalu tanpa aba-aba, mengecup pipi Kael, dan merebut paper bag Mcdonald, dan menyantap makanannya.

Seketika Kael terdiam beberapa saat, merenung, dan membeku karena tingkah laku manis dari Shakina. Perlahan demi perlahan, pipinya tampak memerah seperti tomat, dan perlahan senyumnya makin lebar.

“Cie ... cie!” ujar Bellova yang membuyarkan Kael yang sedang salah tingkah.

Kael mendengus, menatap lekat Shakina yang sudah makan, lalu beralih ke Bellova yang sedari tadi mengeluarkan suara kecapan ketika makan. Membuat Kael menenggok ke arahnya.

“Wah, sekarang Lov-lov berkumis ya,” ledek Kael cekikikan.

“Huuh, apaan, sih, Pa? Perasaan yang kumisan kan, Papa,” sahut Bellova mendengkus. Gadis itu belum sadar, bahwa pipinya, dan sekitar bibirnya sudah celemontan karena terlalu lahap.

“Dih, kumisan gini yang penting kumisnya pembawa keberuntung tau,” ucap Kael dengan bangganya. “Coba deh, Lov-lov ngaca dulu,” sambungnya memberikan ponsel dari kantungnya.

Dengan lihai, Bellova membuka ponsel Kael dengan jari-jemarinya yang tampak lentik. Ia langsung membuka kamera Papanya, dan berteriak ketika melihat wajahnya yang sudah celemongan. Ya … mau dimana dong, mukanya. Udah ngeledek, malah dia yang lebih parah.
“Ahhhhh … mukaku kenapa?” Bellova histeris, dan langsung melempar ponsel Kael ke sisi jok mobil lainnya.

Sekarang yang histeris bukan Bellova saja, tetapi Kael ikut histeris. Bola matanya terarah menuju ponselnya yang terbalik. “Ahhhh … Lov-lov! Sembrono banget, sih!” adu Kael terkejut. Kedua telapak tangannya kini sudah berada pada pipinya.

“Ya, Papa yang mulai duluan, sih.” Bellova mendengus, lalu mengerucutkan bibirnya sembari mengusap noda saus yang berada pada pipi maupun bibirnya dengan tissue.

“Mana ponsel Papa, Lov?” tanya Kael panik, ponsel tersebut memiliki beberapa data penting sehingga Kael lebih panik karena itu.

“Huftt … ini.” Bellova memberikan ponsel Kael dengan memberenggut kesal, dan sedikit menggerutu.

“Sewot banget jadi perempuan,” celetuk Kael mengusap-usap ponselnya, lalu memeriksa keadaan ponselnya.

Shakina terkekeh serta menggeleng sekilas melihat pertengkaran di antara bapak, dan anak itu. Ia menikmati makanan tersebut dengan lahap.

“Ih Bi, kenapa senyum-senyum coba?” tanya Kael terkekeh melihat senyuman manis yang sudah mengembang pada wajah Shakina dengan mulutnya yang masih penuh.

Shakina menelan semua makanan yang berada di mulutnya, lalu meminum air putih sebelum membalas Kael. “Emang gak boleh ya, Bi?” tanya Shakina dengan raut wajah polosnya. Ia memiringkan kepalanya penuh tanya, dan mengatupkan bibirnya.

Kael gemas, lelaki itu memberantaki rambut Shakina, lalu tak lama telapak tangannya mencubit perlahan pipi lembut perempuan paruh baya itu. “Boleh dong, emang ada yang boleh ngelarang seorang Shakina senyum? Bisa-bisa habis, nih sama aku,” ucap Gibran mengepalkan tangannya seperti ingin membela diri.

**
Fajar mulai terbit, Shakina, dan Bellova yang sudah kekenyangan tentu saja tertidur pulas, bahkan terdengar suara dengkuran mereka di antara bisingnya suara mesin mobil.

Kael sesekali melirik dua perempuan yang benar-benar ia sayangi, lalu kembali fokus menyetir. Perjalanan cukup lama, membuat Kael tampak kelelahan.

Ia akhirnya kembali menyisip kopi yang sudah ia beli di restoran cepat saji sebelumnya agar kantuknya tak membuatnya kehilangan fokus.

“Ahh … kayak gini, kan seger,” gumamnya kembali menginjak gas memasuki perbatasan kota Semarang.

Mobil hitam tersebut melaju cepat, Kael dengan lihainya menukik melewati beberapa tikungan tajam, dan membelokkan mobil mereka hingga berhenti di halaman depan sebuah rumah berwarna dominan coklat.

“Bi … Lov bangun!” ujarnya membangunkan kedua perempuan tersebut.

“Eunghh … emang kita udah sampe mana Pa?” tanya Bellova dengan matanya yang belum sepenuhnya terbuka, lalu meregangkan tubuhnya.

Shakina mengerjapkan matanya, dan berusaha menfokuskan keadaan dengan kondisi tubuhnya yang masih belum konek karena baru bangun tidur. Perempuan paruh baya itu memang kalem, berbeda dengan Bellova yang pencilakan sesuai Kael yang gak bisa diem. “Eh, udah sampe ya, Bi?” tanya Shakina dengan lembut. Ia mulai merogoh tasnya, dan mengeluarkan dompet berwarna merahnya. Mencari-cari kunci, lalu keluar membuka kunci sendiri.

Shakina keluar dari mobil, dan membuka gerbang tersebut dengan perlahan. Kael langsung membelokkan mobilnya memasuki halaman rumah yang sudah mereka tinggalkan selama tiga hari itu.

Bellova tampak semringah, ia sangat menikmati liburan, tetapi sangat merindukan rumahnya juga. Namun, yang membuatnya ingin liburan adalah memiliki waktu beberapa hari seharian bersama keluarganya, dan tak disibukkan oleh rutinitas mereka yang seringkali membuat mereka kelelahan sebelum berbincang-bincang hangat.

***
Makasih semua buat yang udah baca sampe akhir. Happy reading ya!
Kalau suka jangan lupa kasik vote dan like di cerita ini.
Thank you!
***
Ditulis dengan 1026 kata

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang