Bab 13: Penantian yang Ditunggu

12 5 0
                                    

**
Hello all!
Kisah Bellova update lagi loh. Stay tune karena deket-deket ini bakalan boom update.
Happy reading all! Dapet lope dari author.
**
Setelah penantian yang cukup lama, akhirnya Della kembali  dengan tiga porsi bakmie yang benar—benar mengugah selera.

“Aroma, bakmie kantin memang paling enak, deh. Pingin nambah terus.” Bellova semringah, melihat semangkuk bakmie yang berada di depannya. Memaksimalkan indra penciuman, dan makin membuat suara perutnya berkeriuh.

Gadis itu mengatupkan bibirnya, mengembangkan pipinya hingga tampak lebih chubby dari biasanya, lalu memandang lekat kekasihnya yang tak kunjung makan bakmie yang tampak lebih dari kata nikmat. “Hos, kenapa gak dimakan, sih? Mau disuapin?” tawarnya memiringkan kepala, mengusap rahangnya.

Akhirnya lelaki itu tersadar dari lamunannya, menatap Bellova yang telah merebut atensinya untuk beberapa saat. Hari ini Hoshi tak tampak seperti biasa, lelaki itu berkali-kali melamun maupun menatap kosong ke depan. “Eh, gausah. Kamu makan punyamu aja, keburu dingin.” Lelaki itu langsung menggulung bakmie menggunakan sumpit, dan melahapnya.

Bellova tersenyum, ikut melahap bakmie di depannya dengan semangat membara. Namun, tetap memakannya dengan perlahan, memperhatikan Hoshi yang lahap di sebelahnya. Menjaga agar sikap bar-bar tak keluar di saat bersama Hoshi.

Di sela-sela makan, mereka tak henti-hentinya menggeleng, memuji bakmie yang terasa begitu nikmat, bahkan mangkuk mereka tak tersisa sedikitpun. Membuat mereka benar-benar menikmati setiap suapan bakmie ke mulutnya dengan sangat hikmat.

Bellova bersandar ke pundak Hoshi tak lama setelahnya, lelaki itu sesekali melirik gadis yang berada di sebelahnya, tetapi masih terdiam tak melakukan aksi apa-apa.

**
Sepulang sekolah, wajah Bellova benar-benar tampak berseri, terlalu senang karena harinya dipenuhi oleh kebahagiaan yang terus bertambah setiap detiknya yang makin memupuk rasa cinta dalam kalbunya. Hal yang pertama kali menjadi fokusnya saat memasuki rumah tersebut adalah Mamanya yang memakai apron, dan tampak sedikit kotoran bekas memasak.

Membuat gadis itu menyipulkan, bahwa Mamanya sudah memasakan makanan yang sangat nikmat untuk kembali mengisi energinya. Wajahnya makin semringah, membuat dirinya langsung berlari melepaskan pelukan hangat pada Shakina.

Mata Shakina dibuat melotot oleh aksi dadakan dari Bellova, gadis itu membuat seragamnya terdapat bercak-bercak. Perempuan paruh baya itu menggeleng, membayangkan usaha besar yang harus dilakukannya untuk menghapuskan seluruh noda pada seragam Bellova.

“Lov, kan nanti mama susah bersihinnya,” ujar Shakina dengan lembut. Jujur saja, wanita paruh baya itu sudah emosi karena Bellova yang main grasak-grusuk langsung meluk aja, mana gak lihat situasi, dan kondisi.

Namun, wanita paruh baya itu memang paling ngetop kalau disuruh mengatur emosinya karena dia tak ingin emosi merusak atmosfer positif di rumah. Jadi dia hanya sesekali menegur sikap Bellova jika dirasa melebihi batas.

Bellova sedikit memundurkan badannya, melihat seragam putih abu-abunya yang telah ternodai dan Shakina dengan cengegesan secara bergantian, lalu menggaruk tengkuknya. “Eh, baru sadar, Ma. Maaf ya, Lov-lov terlalu semangat soalnya,” ujar Bellova menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Waduh, kayaknya ada bahan mendongeng, nih,” sahut Shakina tersenyum, perempuan paruh baya itu selalu bersemangat ketika mendengarkan cerita dari putri semata wayangnya karena cerita dari Bellova selalu fresh setiap hari, dan mampu menambah energinya untuk melaksanakan kewajiban lainnya di rumah.

“Ih, Mama mau tahu banget atau mau tahu aja,” goda Bellova dengan wajah smirknya. Perkataan Bellova mampu membuat Shakina mendengus sendiri mendengarnya, memang gadis itu sangat mirip dengan Kael yang usilnya berlebihan. Ia sering dibuat geleng-geleng kepala karena tingkah keduanya, membuatnya tersenyum maupun kesal mengisi hari-harinya.

“Yakan, Bellova ngeselin. Oke, kita musuhan mulai sekarang.” Shakina merajuk. Wajahnya tampak masam.

“Loh-loh-loh, Mama kok main ngancemnya kayak gitu. Yaudah, karena Mama keburu kesel cancel aja, deh. Padahal barusan mau cerita.” Gadis itu sangan pintar membuat orang penasaran dengan ceritanya. Ahh … udah tak perlu diragukan lagi skill-nya dalam hal itu. Udah top banget, deh.

Shakina benar-benar penasaran, jiwa keponya, tuh, meronta-ronta kalu dibiarin begini. Memang otak Bellova bekerjanya cepat tanggap bener, udah susah, deh, kalau lawan debat sama Bellova yang ada dibuat kicep sama dia. “Iya deh, kali ini Mama kalah. Yuk, Lov cerita!” Shakina memohon dengan bibir mengerucut. Jujur saja, kalau bukan karena penasaran, dia tak akan mau kalah debat apalagi dengan putrinya.

Gadis itu bercerita, menghabiskan waktu bersama Mamanya di ruang tamu. Ada canda tawa disana, melihat pengalaman-pengalaman yang begitu konyol, dan menyenangkan.

**
Matahari makin merendah, rona jingga tampak menyebarkan ketenangan pada cakrawala, menyampaikan seluruh keluh kesah orang-orang yang sudah berkutat pada tanggung jawabnya masing-masing.

Rambut Bellova tampak basah, ia baru saja selesai mandi karena ia menghabiskan waktu cukup lama di ruang tamu sembari tersenyum membayangkan harinya yang bahagia, tetapi cukup menguras tenaga.

Gadis itu memanglah orang yang terbuka dengan kedua orang tuanya karena mereka juga tak pernah menghakimi buah hatinya sebelah mata sehingga hal tersebut lah yang makin membuat Bellova menghabiskan mayoritas waktunya bersama keluarga. Baginya, sahabat tak selalu bersama dengannya sehingga menghabiskan waktu bersama keluarga adalah pilihan terbaik dalam hidupnya.

Gadis itu menyusuri kamarnya, dan berdiri pada balkon kamarnya. Menghirup aroma-aroma segar dedaunan yang tertiup perlahan, dan terdapat sedikit polusi. Udara asri yang benar-benar membuat gadis itu tenang di setiap malamnya.

Bibirnya dilekungkan menatap indahnya langit, dan berniat untuk mengabadikannya sehingga gadis itu mulai menjepret beberapa foto dirinya berlatar belakangkan gradasi langit senja.

Gils, hasil fotonya bagus banget,” ujar Bellova menggelengkan kepalanya, tak hentinya memuji hasil jepretannya.

Setelah melihat semua hasil jepretannya, gadis itu mulai melamun, memikirkan hal-hal yang terjadi. Bukan karena kejadian buruk yang menimpanya, tetapi pikiran buruknya kali ini lebih terarah menuju overthinking-nya mulai dari memikirkan keluarganya sampai memikirkan sang kekasih.

Terpantau gadis tersebut sudah berdiri di balkon hampir tiga puluh menit lamanya, angin sayup-sayup menebarkan hawa dingin pada tubuhnya sekaligus menerbangkan sedikit rambut ikalnya yang terurai.

Tiba-tiba suara bel dari mobil memecah lamunannya, mendengarkan suara belnya saja sudah dapat membuatnya menyipulkan, bahwa bel tersebut bel tersebut berasal dari mobil Kael.

“Wah, Papa pulang!” seru Bellova begitu anutusias menyambut Kael yang baru saja pulang dari pekerjaannya.

Gadis itu langsung melenggang pergi dari balkon, kemudian berlari menyambut Papanya yang baru saja memarkirkan mobil di halaman rumah.
“Papa!” teriak Bellova dari kejauhan, membuat Shakina senyum-senyum sendiri melihat kehangatan keluarga kecil, tanpa jarak yang membentang di antara mereka.

Ia langsung memeluk Papanya yang baru saja masuk ke rumah. Membuat lelaki itu tersenyum walaupun dirinya benar-benar lelah menjalankan pekerjaan kantornya. Pelukan tersebut sangat bermakna bagi Kael, membuat dirinya seakan terisi energi untuk melanjutkan malam bersama keluarganya.

Hal itu disusul dengan Shakina yang berjalan perlahan, memberikan pelukan kepada dua manusia paling dicintainya saat ini. Membuatnya makin merasakan makna keluarga, dan rumah yang sebenarnya.

**
Thx all sudah baca cerita Bellova!
Semoga kalian suka ya.

Jangan lupa vote, dan comment ya! Biar author-nya tambah semangat buat update part-part ceritanya.

Ditulis dengan 1022 kata
**

Setetes Rasa [ END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang