09

463 98 103
                                    


.

.

.


Jarum jam telah menunjukan pukul 10 malam, tetapi lampur belajar di kamar putra semata wayang keluarga So masih menyala.

Remaja yang telah menginjak di tahun ketiga SMA-nya itu terus memperhatikan tulisan demi tulisan dalam buku yang sedang ia baca. Sesekali ia perbaiki letak kacamatanya, lalu kembali fokus belajar.

Segelas susu hangat sudah tak lagi tersisa. Kedua matanya menatap hampa ke dalam gelas berbahan keramik tersebut.

"Sifat acuhmu tidak ada bedanya dengan mereka yang melakukan pembullyan. Kau sama jahatnya dengan mereka."

Perkataan Junkyu kembali terngiang entah untuk yang kesekian kalinya. Junghwan perlahan mendongak, mencoba menghirup nafas sebanyak mungkin sembari menyingkirkan apa yang sedang dipikirkannya sekarang.

Tok tok tok!

Kedua mata Junghwan yang terpejam sontak terbuka saat mendengar bunyi pintu kamar diketuk. Lantas Junghwan membenarkan kembali posisi duduknya.

"Masuk saja, tidak kukunci," sahut Junghwan.

Tidak lama setelah itu, pintu kamar Junghwan terbuka. Seorang wanita dewasa yang tak lain adalah ibu Junghwan masuk dengan senyum di wajahnya.

"Kamu belum tidur? Ini sudah jam 10, nak," ucap ibu Junghwan.

Junghwan kembali menarik nafas lalu menghelanya. "Masih mau belajar, bu. Tanggung," jawabnya.

Ibu Junghwan yang mendengar jawaban putra sematawayangnya pun mengangguk paham. Perlahan ia dekati kasur Junghwan, lalu duduk di atasnya.

"Junghwan, sudah dua tahun ini ibu lihat kamu belajar terlalu keras. Bukannya tidak suka, ibu khawatir sama kondisi-mu," ujar ibu Junghwan.

"Aku baik-baik saja, bu. Apa yang perlu dikhawatirkan?" balas Junghwan seraya kembali fokus dengan buku pelajarannya.

"Ibu khawatir sama masa remaja-mu, nak. Belajar dengan giat memang sudah tugas kamu sebagai seorang pelajar, tapi kalau sampai seharian waktu kamu hanya kamu isi dengan belajar itu tidak baik loh. Kamu butuh waktu untuk senang-senang," ujar ibu Junghwan.

Junghwan menghentikan kembali aktifitas membacanya hanya untuk menghela nafas.

"Aku tidak suka bersenang-senang, bu. Tidak ada yang menyenangkan untuk aku lakukan," jawab Junghwan.

Sorot mata sendu terlihat jelas di kedua bola mata ibu Junghwan. Ia tahu bukan tidak ada yang menyenangkan bagi putranya, tapi putranya lah yang menghindar dari apa yang ia senangi, dulu dan sekarang.

Dahulu, Junghwan-nya bukanlah seorang anak yang belajar terlalu keras. Junghwan memang suka membaca buku sejak dulu, tetapi tidak sampai seharian penuh seperti dua tahun terakhir.

Junghwannya juga dulu punya teman, tapi entah mengapa teman Junghwan itu tak pernah lagi ia lihat berinteraksi dengan Junghwan. Padahal, seingatnya dahulu mereka sangat dekat.

"Junghwan," panggil ibu Junghwan.

"Iya, bu?" sahut Junghwan.

"Kamu masih dekat dengan temanmu yang dulu sering datang ke kedai kita?" tanya ibu Junghwan.

Gerak mata Junghwan pada buku di atas meja berhenti karena pertanyaan sang ibu.

"Kenapa ibu bertanya soal dia?" Bukannya menjawab, Junghwan justru kembali bertanya pada ibunya.

100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang