23

517 96 118
                                    

.

.

.

Senyuman puas terpatri di wajah Junkyu saat pekerjaannya di kedai susu milik keluarga Junghwan telah selesai. Segera Junkyu tolehkan pandangannya ke samping, dimana Junghwan sedang sibuk menghitung uang di meja kasir.

Junkyu kembali kagum pada putra sematawayang keluarga So itu. Kagum dengan kepribadiannya yang ternyata tidak semembosankan dulu, kagum dengan kebaikannya, kagum dengan semua yang ada di diri So Junghwan.

"Kamu sudah selesai?" Satu pertanyaan yang keluar dari mulut Junghwan sukses menyadarkan Junkyu dari lamunannya.

Remaja Kim itu lantas mengangguk. "Sudah. Eh tunggu dulu, kau panggil apa tadi? 'kamu'? Wah sudah ada perkembangan rupanya," taa Junkyu dengan senyum antusias.

Melihat respon Junkyu seperti itu membuat Junghwan mendengus. "Tidak sengaja. Jangan terlalu percaya diri, Kim Junhee."

"Hahaha." Junkyu tertawa di luar, tetapi dalam hatinya ia meringis.

Aku Junkyu tahu, bukan Junhee isi hati Junkyu yang tak akan berani ia ungkapkan.

Pengecut? Ya anggaplah seperti itu. Junkyu sudah lebih dulu mencap dirinya sebagai pengecut, sehingga ia tidak akan terkejut bila ada yang berpikiran sama dengannya.

Kurang dari lima menit Junkyu telah merapihkan semua barang-barangnya. Dimulai dari tas, lalu seragam sekolah yang masih membalut tubuhnya karena hari ini Junkyu tidak menjenguk Junhee.

Rencananya Junkyu akan menjenguk Junhee malam ini setelah pulang dari kedai Junghwan. Tetapi ayahnya berpesan untuk langsung pulang ke rumah karena besok ia masih harus bersekolah.

Sekaligus menjalani peran sebagai Kim Junhee di sisa hari-hari terakhirnya.

"Paman, bibi, Junghwan, aku pulang dulu ya," ucap Junkyu.

"Tidak mau diantar Junghwan saja?" tanya tn. So.

Junkyu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu. Aku di jemput ayah, paman."

"Kalau begitu hati-hati ya. Terimakasih sudah membantu banyak kedai hari ini," ucap ny.So.

Junkyu mengangguk sembari membalas ucapan terimakasih tersebut. Setelah itu, Junkyu kembali berjalan keluar dari kedai.

Di dalam kedai, Junghwan masih memandangi pintu yang dilewati oleh Junkyu. Junghwan tak tahu mengapa ia merasa 'Junhee' sedikit berbeda dari biasanya.

'Junhee' masih bersemangat, juga masih bercanda dengan kedua orangtuanya dan beberapa pelanggan. Tetapi saat sendirian, Junghwan melihat 'Junhee' beberapa kali menghela nafas sembari memainkan jari-jarinya.

Tidak ada yang aneh dari gesture seperti itu. Hanya saja Junghwan merasa 'Junhee' seperti gelisah, takut, atau entahlah, Junghwan tak bisa menjelaskan bagaimana kecurigaannya.

"Junghwan-ah, kamu masih belum memberitahu perasaanmu pada dia?" Kedua bola mata Junghwan terbelalak ketika mendengar pertanyaan dari ayahnya.

"Ayah bicara apa? Aku tidak punya perasaan apa-apa dengan dia," ucap Junghwan, sedikit ragu di akhir kalimatnya.

"Benarkah? Tapi yang ayah lihat tidak seperti itu. Kamu suka dengan dia, kan? Terbukti dari cara kamu memperhatikan dia dan memperlakukan dia. Kamu tidak pernah seperti itu, bahkan pada keluargamu sendiri," ucap Tn.So dengan senyuman jahilnya.

Kepala Junghwan menggeleng keras. "Aku tidak. Sudahlah, ayo kita rapihkan saja kedai ini. Aku sudah mau pulang."

"Hahaha, ternyata ayah benar. Astaga, putra ayah sudah dewasa," ucap tn.So

100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang