10

571 91 138
                                    




Hela nafas berhembus untuk yang kesekian kalinya dari mulut So Junghwan. Pemuda bermarga So itu tak henti-henti melirik ke arah sosok di samping yang sedang duduk dengan kedua kaki ditekuk.

"Masih lama menangisnya?" tanya Junghwan.

Junkyu, yang saat ini sedang menangis, dengan cepat mengusap matanya lalu menghela nafas panjang.

"Kukira kau bisa melawan dia," celetuk Junghwan yang kemudian mengundang delikan tajam dari arah sampingnya.

"Ck, keparat itu main keroyokan! Dia tidak punya nyali untuk menghadapiku satu lawan satu!" seru Junkyu, tak terima dirinya dianggap lemah oleh Junghwan.

Junghwan yang mendengar perkataan Junkyu barusan pun memutar bola matanya malas. Setelah itu, Junghwan mendongak guna melihat hamparan langit biru yang dihiasi sedikit awan.

Di samping Junghwan, Junkyu diam-diam melirik Junghwan. Ingatan saat dimana pemuda So itu menolongnya kembali muncul.

Tidak pernah sedikitpun Junkyu mengharapkan pertolongan Junghwan. Apalagi jawaban Junghwan tempo hari yang membuatnya semakin tak berharap kalau Junghwan akan membantunya.

Tapi siapa sangka pemuda So itu tiba-tiba datang dan menolongnya keluar dari tempat mengerikan itu? Terlebih lagi terlepas dari Watanabe Haruto.

Mengingat itu, sedikitnya timbul perasaan senang di hati Junkyu. Senang karena masih ada yang mau menolong dirinya, meskipun datangnya terlambat.

"Hei," panggil Junkyu, mencoba mencairkan suasana di antara mereka.

Melalui ekor matanya, Junghwan melirik ke samping.

"Eumm terimakasih ya sudah mau menolongku. Kukira kau manusia batu yang tidak punya rasa simpati," ucap Junkyu.

Junghwan menatap Junkyu datar. Kedua netra hazelnut-nya menembak lurus ke arah juntaian rambut yang membingkai wajah Junkyu yang cantik dan manis.

"Hhh seharusnya kau tidak perlu berurusan dengan dia lagi," ucap Junghwan. "Dia bukan lawan yang sepadan denganmu."

Ucapan Junghwan barusan sontak mengundang kerutan bingung di dahi Junkyu. Alhasil Junkyu pun menoleh ke arah Junghwan dengan wajah kebingungan.

"Kau kenal dengan dia?" tanya Junkyu.

Junghwan menoleh, membuat matanya bertemu pandang dengan mata Junkyu. Hanya dalam beberapa detik, kontak mata di antara mereka pun terputus karena Junkyu yang tiba-tiba melirik ke arah lain.

Bukan apa-apa, Junkyu sengaja membuang muka karena takut pertanyaannya barusan menyinggung perasaan Junghwan. Pasalnya wajahr Junghwan semakin datar setelah ia bertanya seperti itu.

"Dia temanku," ungkap Junghwan.

Kedua mata Junkyu membola kaget. Dengan cepat Junkyu kembali menoleh ke arah Junghwan.

"Teman?" beo Junkyu.

Junghwan mengangguk. "Lebih tepatnya teman dekat. Kami sudah saling kenal sejak SMP kelas 2," jelas Junghwan.

"Lalu kenapa kalian seperti tidak saling kenal?" tanya Junkyu yang mulai tertarik dengan topik pembicaraan ini.

"Bukan urusanmu untuk tahu soal itu. Yang pasti, Haruto bukan orang yang tepat untuk kau balas semua perbuatannya. Dia tidak akan berhenti melukaimu kalau kau tetap mengincarnya," jelas Junghwan.

Junkyu yang mendengar penuturan Junghwan barusan pun mengerucutkan bibirnya. Junkyu tatap kembali hamparan atap sekolah, lalu mendaratkan dagunya di atas kedua lutut kaki.

100 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang