11. Stupid Girl

15.1K 840 119
                                    

Ellgar menatap plester luka berwarna pink yang membentang memanjang pada telapak tangannya. Sebenarnya keputusan untuk pulang bukan lah sesuatu yang dia inginkan. Dia masih ingin lebih lama disana dan melihat betapa lucu wajah Lady ketika Ellgar berusaha mengerjainya. Apalagi soal kondom rasa vanilla.

"Pulang larut lagi. Apakah pekerjaan kantor begitu banyak, El?" Sapa Ibu yang masih setia menonton acara komedi malam di televisi.

"Lumayan. Ibu sendiri kenapa belum tidur?"

"Belum mengantuk. Selebihnya Ibu ingin melihat Anak Ibu berada di rumah karena sejak dua hari yang lalu Ibu tidak melihatmu ada disini. Kau terlalu sibuk, El. Apa lagi sebenarnya yang kau cari? Apa ambisimu belum tertuntaskan setelah banyak hal yang kau miliki sekarang? Apa semua ini masih belum cukup untukmu?"

Ellgar duduk di sebelah Ibu. Menghusap kedua lengannya. "Ibu pernah bilang jika Ibu ingin melihat Anak Ibu menjadi Orang. Untuk menaikan martabat keluarga kita yang sebelumnya selalu diinjak sana-sini oleh orang-orang. Aku hanya berusaha mempertahankan apa yang sudah kita miliki sekarang agar hidup kita tidak seperti dulu lagi."

"Ibu tahu, El. Tapi ini semua sudah sangat cukup. Kau tidak boleh lupa dengan dirimu sendiri. Dengan kesehatanmu dan juga masa depanmu."

"Aku bisa mengurus diriku, Bu. Aku sudah besar."

"Dan itu juga yang membuatmu belum ingin menikah dan meneruskan keturunan? Karena kau merasa bahwa kau bisa mengurus semuanya sendirian, begitu maksudmu, El?"

"Jadi ini masih soal perempuan?"

"Tentu saja. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Kau tidak memiliki waktu untuk berkencan dan menikmati hidupmu."

"Aku pasti menikah dan memiliki seorang anak jika waktunya sudah tepar."

"Waktunya itu kapan, El? Ibu sudah semakin tua dan keinginan Ibu satu-satunya hanyalah melihat Anak Ibu bahagia bersama keluarga kecilnya."

"Aku percaya jika jodoh tidak akan kemana, Bu."

Ibu melipat kedua tangannya di depan dada. Tampak geram. Jawaban Ellgar selalu sama setiap Ibu menanyakan hal tersebut. Kapan Ellgar bisa berubah pikiran? Ibu tahu cinta pernah membuat hidup Putra kesayangannya itu hancur. Tapi bukan berarti dia selamanya harus membenci cinta.

"Lalu bagaimana dengan Alexa? Kalian sudah saling mengenal sejak kuliah dan Ibu menyukainya saat kau pertama kali mengenalkannya kepada Ibu. Kalian berjodoh. Ibu yakin. Perasaan seorang Ibu itu sangat kuat kepada anaknya."

"Aku dan Alexa hanya bersahabat. Kami sama-sama memiliki ambisi dan kesibukan yang begitu padat. Karakter kami tidak bisa bersatu untuk membangun hubungan yang lebih serius. Tolong mengerti, Bu."

"Tapi Ibu sudah terlanjur menyayangi Amber. Gadis kecil itu sudah Ibu anggap seperti cucu Ibu sendiri. Tolong, El. Pertimbangkan lagi ucapan Ibu. Tidak ada Ibu yang ingin menjerumuskan Anaknya. Semua Ibu di dunia ini ingin Anaknya bahagia."

"Kita bahas ini lain kali. Aku ingin mandi dulu. Seharian ini aku sangat lelah, Bu."

"Kau selalu kabur ketika kita sedang membicarakan hal ini, El."

Ellgar mengecup kedua pipi Sang Ibu secara bergantian tanpa ingin meladeni kegilaan Ibunya lebih lama. Ibu selalu saja menuntut prihal jodoh dimana Ellgar belum memikirkan sejauh itu. Bahkan dia tidak tahu apakah dia bisa membuka hati lagi atau tidak. Dia sudah nyaman hidup melajang seperti ini.

Seharusnya dia masuk ke pintu kamar mandi sesuai apa yang dia katakan pada Ibu. Namun benda pertama yang dia cari justru ponselnya. Melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah dua belas, apakah Lady sudah tidur?

Shout Out To My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang