03. Deadly Kiss

25.4K 1.2K 210
                                    

Rasanya semesta sedang bermain-main dengan kehidupan Lady Edeline. Bertemu dan meminta maaf kepada Ellgar pernah menjadi keinginan Lady yang pupus seiring berjalannya waktu. Tetapi begitulah cara semesta mempermainkannya. Kini mereka tidak hanya bertemu, dia bahkan harus menghabiskan waktunya lebih lama bersama sang mantan kekasih.

Mobil mewah Ellgar terasa nyaman sekaligus mendebarkan untuk ditempati berdua. Namun Lady justru lebih rindu berada di atas motor jadul milik Ellgar sambil memeluk tubuh lelaki itu dari belakang. Lady ingat Ellgar memberi nama motornya Jack. Katanya nama itu sangat gagah.

Semacam perjuangan lelaki biasa bersama kuda putihnya yang rela melakukan apapun untuk Tuan Putri. Jack adalah saksi kisah cinta mereka di masa lalu. Sayang, keadaan begitu cepat berbalik. Dibandingkan Tuan Putri, kini Lady terlihat seperti Medusa menyebalkan di mata Ellgar.

"Kau ingin pesan apa?"

Perhatian Lady teralihkan dari buku menu di tangannya. Cukup terkejut saat Ellgar berbicara tidak seformal sebelumnya. "Bukan saya-anda lagi?"

"Kita sedang berada di luar kantor. Jadi jangan terlalu formal."

"Oh. Oke, Pak."

"Ellgar." Koreksinya. "Aku bukan Bapakmu. Kita hanya beda setahun."

"Bukankah itu terdengar tidak sopan?"

"Coba sebutkan."

"Ya?"

"Sebutkan siapa nama Bosmu."

"Ellgar Ryker." Jawab Lady walau awalnya terdengar ragu-ragu. "Tuh kan, kedengarannya aneh."

"Tidak ada yang aneh, dulu kau juga selalu memuja-muja nama itu." Sahutnya sebelum menyeringai ke arah Lady. "Apa kau masih suka mengkonsumsi salad buah sebagai menu sarapan pagi?"

Mendadak terkunci dalam tatapan mata hijau Ellgar, Lady bahkan dibuat sulit berkata-kata saat mengetahui Ellgar masih ingat hal-hal kecil seperti menu sarapan yang dulu selalu dia masukan ke dalam kotak bekal agar bisa memakannya di sekolah tanpa memikirkan terlambat.

Lady berdeham. Tidak ingin membangkitkan kenangan lama mereka. "Samakan saja denganmu."

Ellgar lantas menjentikan jarinya untuk memanggil pramusaji dan menyebut pesanan. Satu porsi salad buah dan sandwinch.

Keheningan membentang untuk selanjutnya. Ellgar sibuk dengan ponselnya dan tampak serius sehingga Lady memilih memandang hiruk pikuk Kota di pagi hari melalui jendela di sebelahnya. Tak lama kemudian pramusaji datang membawa dua hot lemon tea yang masih mengepulkan asap.

Tiba-tiba seorang wanita tua dengan rambut yang sudah memutih datang menghampiri meja mereka.

Lady cukup terkejut saat wanita itu berani mencium pipi Ellgar setelah menyerukan namanya dari kejauhan. Ellgar tidak tampak terganggu, dia malah menggeser duduknya untuk memberi ruang pada wanita tua itu.

Jangan bilang setelah putus dengannya, Ellgar jadi doyan nenek-nenek? Ewh.

"Ya ampun. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu datang kemari. Kau kemana saja?"

"Belakangan ini pekerjaan kantorku menumpuk. Kebetulan aku rindu dengan masakanmu. Maka dari itu aku datang ke restoran Oma Gabie."

"Jadi yang kau rindukan hanya masakanku? Bukan aku?"

Lady mengernyit. Terhibur sekaligus geli sendiri. Wanita tua itu mungkin sudah berumur enam puluh tahunan tapi masih sangat enerjik dalam hal menggoda berondong. Apalagi berondongnya sepanas Ellgar. Ck. Tahu saja nenek ini yang bening-bening.

Shout Out To My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang