14. Sunday Morning

14.2K 853 182
                                    

Jadwal padat yang Ellgar jalani hari ini sama sekali tidak terasa melelahkan. Dia ingin menyangkal bahwa ini adalah efek dari ciuman Lady, tapi dia tidak bisa. Nyatanya setiap Ellgar mengingat kejadian di dalam kamar Lady yang membuat sayuran yang Lady rebus berbau hangus, Ellgar selalu dibuat senyum-senyum.

"Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga!" Suara Ibu menyambutnya dari arah ruang tamu. Ibu tidak sendirian, ada Alexa yang duduk di sebelahnya sambil membawa beberapa katalog busana di tangannya. "Kau lihat sendiri betapa membosankannya hidup Ellgar, Lex. Kerja, kerja dan kerja. Hanya itu yang dia lakukan setiap hari."

"Jika Tante berbicara seperti itu, aku merasa tersindir loh. Aku sedang meminta pendapat Tante tentang rancangan busana yang pantas untuk aku keluarkan bulan depan. Itu juga termasuk bagian dari pekerjaan."

"Ibu dengar itu? Alexa juga sama sepertiku." Ellgar mendudukan diri di sebelah Ibu namun matanya menyipit pada Alexa. "Mengapa tidak memberitahuku jika akan berkunjung kemari?"

"Kau juga tidak memberitahuku jika ada urusan mendadak sehingga tidak bisa pergi lunch bersama aku dan Calvin. Kita impas." Alexa menjulurkan lidahnya pada Ellgar.

"Tunggu. Ellgar membatalkan janji lunch karena memiliki urusa," Ibu melirik Ellgar curiga. "Urusan apa yang kau lakukan saat jam makan siang?"

Senyum Ellgar kembali merekah saat kejadian siang tadi kembali melintasi kepalanya. Tentu saja dia tidak akan memberitahu apa alasannya. Saat ini cukup dia saja yang tahu betapa gilanya dia akibat Mantan Kekasihnya itu.

"Biasa, Bu. Pekerjaan."

"Dengan sendiri, Lex. Dia bisa melupakan makan siang demi sebuah pekerjaan. Ubanku semakin banyak jika setiap hari harus menceramahinya. Coba kau yang memberitahu. Siapa tahu dia mau menurut."

Alexa tersenyum miring menatap gerak-gerik Ellgar yang terlihat aneh. "Yakin urusan pekerjaan, El? Kenapa aku meragukanmu?"

"Jangan sok tahu!" Jari Ellgar menyentil dahi Alexa sehingga perempuan itu meringis.

"Tante Marcella, Putramu nakal!" Adu Alexa kepada Ibu sambil menghusap-husap dahinya yang merah.

"Aku mau mandi dulu. Silahkan lanjutkan pembicaraan kalian seputar busana wanita yang tidak akan pernah ku mengerti."

"Awas saja kau, El! Dendamku belum terbalas."

Suara pekikan Alexa menghilang seiring pintu kamar Ellgar yang sudah tertutup rapat. Dia langsung bergegas ke kamar mandi. Seharian ini dia merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang lengket karena terjun ke dapur membantu Lady menyiapkan makan siang.

Haruskah Ellgar menyikat giginya? Sial. Rasa bibir Lady masih tertinggal dengan jelas dan itu membuat Ellgar tidak ingin menghapusnya.

Pinggang Ellgar terlilit handuk saat dia keluar dari pintu kamar mandi. Namun kehadiran seseorang yang duduk di atas kasurnya sambil mengutak-atik remote televisi nyaris membuatnya melompat kaget.

"Kau mengejutkanku, Alexa."

"Salah siapa tidak mengunci pintu?" Kedua mata Alexa mengamati Ellgar naik turun. "Aku lihat-lihat kau semakin berisi sekarang. Dan menurut penelitian, jika berat badan seseorang naik berarti dia sedang bahagia. Oh Ellgar, kau membuatku semakin curiga."

"Apa yang perlu dicurigai? Tidak ada apa-apa."

"I know you're lying, baby."

"Jangan membuatku ingin menyentil dahimu lagi." Ancam Ellgar dimana membuat bibir Alexa langsung mengerucut. "Aku ingin memakai pakaian."

"Oke, aku tutup mata." Alexa memutar tubuhnya menghadap dinding yang membelakangi lemari pakaian. Dia menutup mata dalam beberapa saat sebelum suara dering ponsel milik Ellgar mencuri penuh perhatiannya.

Shout Out To My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang