60. Go And Disappear

10.5K 686 103
                                    

"Om Anthony."

Suara itu membuat pria—yang hampir dua minggu yang lalu berhasil bangun dari tidur panjangnya—menoleh ke arah pintu ruang rawatnya yang terbuka. Lamat-lamat dia memperhatikan sehingga pengelihatannya kian jelas. Mengingat-ingat wajah itu dan dimana dia pernah melihat sebelumnya.

Sampai orang tersebut berdiri di sebelah tempat tidurnya, Anthony terlonjak kaget hingga menimbulkan suara decitan dari arah tempat tidur. Guratan di wajahnya penuh ketakutan. Tubuhnya yang lemah mendadak terguncang.

"Ampun....jangan sakiti aku. Ampun." Itulah kalimat yang Anthony ulangi berkali-kali.

"Kau tidak perlu takut padaku. Aku datang bukan untuk menyakitimu. Tenangkan dirimu. Aku tahu kondisimu belum sepenuhnya baik."

"Bagaimana kau bisa ada disini? Bukankah kau sudah menghilang dari kehidupanku setelah kejadian itu? Dimana Putriku sekarang? Lady...Lady, kau dimana, Nak? Mengapa Ayah belum bisa menemuimu sampai hari ini."

"Om, tenangkan dirimu." Ellgar menyentuh kedua pundak Anthony. Pria tua itu menarik dan menghembuskan napasnya berulang kali hingga bahunya perlahan-lahan rileks. "Apakah aku sudah boleh bicara sekarang?"

Anthony menganggukan kepala.

"Aku tahu kau masih ingat siapa aku bukan? Ellgar Ryker, orang yang dulu berjuang mati-matian untuk bisa bersama Putrimu."

Ellgar tersenyum pahit, faktanya rasa sakit di hatinya tak bisa hilang sepenuhnya setelah mengingat-ingat apa saja yang dulu pernah Anthony lakukan kepadanya.

"Kau sering kali memberi peringatan padaku untuk menjauhi Lady, tapi aku tidak mengindahkannya. Sampai kau mencelakaiku dan keluargaku untuk membuatku menyerah kepada Lady."

"A-ku...."

"Om, apakah benar kau yang telah membakar bengkel milik Ayahku pada malam hari itu?"

Wajah Anthony kian memucat. Bibir putihnya terkatup rapat seolah-olah ada rem perekat yang tidak mampu membuatnya bicara. Jelas kentara ada jejak rasa bersalah di balik kedua matanya. Membuat Ellgar tahu apa jawaban dari pertanyaannya.

"Jadi benar kau yang sudah membuat Ayahku pergi untuk selamanya?"

"Ma-af..." Anthony memejamkan matanya. Bulir air matanya jatuh. Jawabannya tentu saja benar. "Aku menyesal. Sungguh. Selama hidup, aku bukan lah orang baik. Aku akui, aku arogan dan jahat kepada banyak orang. Rasa-rasanya Tuhan masih memberiku bernapas sejenak untuk menebus semua kesalahanku semasa hidup, untuk mendapatkan hukuman yang pantas aku terima. Kau boleh menuntutku. Silahkan hukum aku, aku pantas mendapatkannya. Asal jangan gunakan Lady sebagai alat untuk balas dendam, Putriku orang baik. Dia tidak jahat, dia tidak bersalah. Hukum saja aku."

Mendengar rintihan itu, Ellgar mulai berkaca-kaca. Mungkin dia tidak akan pernah menaruh rasa iba kepada orang yang sudah membuat Ayahnya pergi tapi ini tentang Lady, gadis itu menanggung banyak sekali hal buruk akibat perbuatan Ayahnya di masa lalu. Orang-orang menjadikan ia sebagai alat balas dendam, seperti apa yang Anthony katakan. Semua itu terasa sangat tidak adil untuk Lady.

"Om Anthony,"

"Apapun hukuman yang akan dijatuhkan padaku, aku akan menerimanya sampai aku mati. Tubuhku...semuanya terasa sakit. Sakit sekali. Aku hanya menunggu waktu untuk—"

"Om, aku tidak akan menghukummu."

"Ba-gaimana mungkin?"

"Asal kau mau melakukan satu hal untukku." Ellgar menatap kerutan di dahi pria tua itu. "Apakah Om bersedia melakukannya?"

Anthony menganggukan kepala pertanda setuju.

***

Bunyi berbagai perlatan medis menggema di dalam ruangan tersebut saat Ellgar mendorong kursi roda Anthony lebih dalam.

Shout Out To My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang