71. An Old Wound

8.4K 515 48
                                    

"Kenapa baru sekarang?"

Pertemuan ini terasa amat berat untuk Lady lalui. Tapi dia sadar bahwa dia tidak bisa menghindari kenyataan lebih lama lagi. Sebagian hatinya merindu, tapi sebagian hatinya membenci.

Wanita di hadapannya tidak lagi sesegar dulu. Ada beberapa helaian rambutnya yang dibiarkan memutih. Gaya berpakaiannya juga terlampau sederhana. Tidak ada makeup glamor seperti dulu, saat mereka masih tinggal di atap yang sama dan saling berbagi cerita.

"Aku pikir aku tidak akan pernah bertemu lagi denganmu. Aku pikir aku akan menjadi seorang yatim piatu setelah Ayah meninggal dunia. Aku pikir tidak perlu lagi ada seseorang yang harus ku panggil dengan sebutan Ibu. Tapi kenapa kau malah hadir lagi dan mengacaukan pikiranku?"

"Apakah kau tidak merindukan Ibu?"

"Kau terlambat untuk menanyakan hal itu sekarang. Dulu...saat aku sangat membutuhkan kehadiranmu. Kemana sosok Ibu yang aku harapkan?"

"Lady..."

"Aku bahkan berpikir untuk tidak pernah menemuimu lagi sepanjang hidupku jika Ellgar tidak memaksaku untuk datang kemari." Lady mengalihkan pandangannya, berharap besar air matanya tidak jatuh atau dia akan terlihat lemah.

"Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya."

"Silahkan. Aku akan dengan senang hati mendengarkan pembelaan dirimu."

Lady memasang wajah angkuh kemudian menyandarkan punggungnya pada sofa dan melipat kedua tangannya di depan dada. Suasana restoran yang hangat bertolak belakang dengan suasana hatinya.

"Kau pasti tahu Ayahmu orang seperti apa. Dia sangat keras kepala, tidak bisa dibantah, selalu merasa dirinya benar, dan...dia bisa melakukan apapun yang dia mau tanpa memikirkan sebab dan akibat. Sebenarnya aku berusaha keras untuk tidak memberitahu ini padamu, demi menjaga nama baik seorang Ayah di hati Putrinya. Mungkin saat kau menginjak usia remaja, kau tidak terlalu peduli dengan keadaan rumah karena teman-teman di sekolah jauh lebih mengasyikan dan pada saat itu lah aku merasa tekanan yang diberikan Ayahmu jauh lebih besar karena Putri kecilnya sudah tumbuh dewasa dan perhatiannya kembali tertuju kepada Sang Istri."

Wanita itu menunduk sambil meremas tangannya sendiri.

"Anthony cemburu pada salah satu rekan kerjaku. Dia adalah teman sekolahku dulu. Kami hanya berteman baik tapi Anthony tidak berpikir demikian. Dia menuduhku berselingkuh di belakangnya karena kami sering menghabiskan waktu untuk lembur. Demi Tuhan, saat itu aku tidak memiliki niatan untuk mengkhianati pernikahanku. Terlebih lagi aku sudah memiliki seorang Putri. Aku tidak mungkin setega itu pada kalian,"

Semua penuturan itu terdengar sangat jujur. Wanita di depannya mulai menjatuhkan air mata.

"Kau tahu apa yang Anthony lakukan pada rekan kerjaku? Dia menyuruh seseorang untuk mensambotase mobil rekan kerjaku sehingga terjadi kecelakaan yang hampir membuat rekan kerjaku meregang nyawa. Kau bisa bayangkan bagaimana aku bisa melajutkan hidup dengan seorang monster yang sangat mengerikan? Aku takut, Lady. Aku benar-benar takut."

"Pada saat itu aku ingin sekali memberitahu semuanya padamu. Aku ingin sekali membawamu pergi dari rumah itu bersamaku. Tapi Anthony sudah lebih dulu mengetahui gerak gerikku. Anthony marah besar lantas memukulku. Dia mengancam jika aku berani membawamu pergi, dia tidak akan segan menyakitiku dan keluargaku. Anthony tidak pernah main-main dengan ucapannya. Aku ketakutan. Yang terlintas dipikirkanku hanyalah pergi sejauh mungkin dan mempercai Anthony bahwa dia bisa merawatmu dengan baik."

"Aku berkata seperti ini bukan untuk membela diri. Aku salah besar. Sebagai seorang Ibu seharusnya aku tidak sepengecut itu membiarkan Putriku hidup tanpa diriku. Beranggapan bahwa dia akan selamanya baik-baik saja dan berbahagia walau tanpa kehadiranku."

Shout Out To My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang