5. Untukmu Humairaku

18.1K 1.8K 47
                                    

"Yang mencintaimu tidak akan mengajak kemaksiatan jika ia mencintaimu mungkin sudah menghalalkanmu terlebih dahulu."
- Gus Latif -
.
.
.
Happy reading.

"Iya Ummi, tahan!" Jawab Gus Latif tak kalah keras.

Gus Latif memasuki kamar, membersihkan badan lalu turun ke bawah untuk mengontrol jam belajar wajib santriwan. "Mas Latif jangan lupa, nanti tolong kasih uang nya ke Ayna yaa." Peringat Ummi. Setiap bulan Ummi dan Abi memberikan Ayna uang saku bukan karena gaji, memang Abi dan Ummi yang memberikan Ayna penghidupan.

"Tidak usah Ummi, mulai sekarang Latif yang akan nafkahi Ayna, dia sudah menjadi kewajiban Latif." tolak Gus Latif secara halus kepada Ummi.

"Emang kamu berani bilang ke Ayna?"

"Ada deh pokoknya, Ummi terima beres aja." Setelah itu Gus Latif menuju kamar Fatimah satu, kamar itu masih berada dekat dengan dapur jadi tidak membuat Latif kesusahan untuk berjalan jauh.

Gus Latif melihat Lina yang menenteng ember di tangan kiri dan membawa makanan di tangan kanan membuat Gus Latif heran, biasanya santri memang gitu, suka telat makan. Kalau engga emang kelaparan.

"Assalamualaikum Lin," cegah Gus Latif saat Lina ingin menjauh.

"Wa'alaikumsalam Gus, ada apa?"

"Itu bawa makan buat apa?"

Pertahanan Lina runtuh, dengan terpaksa ia jujur karna takut. "Anu Gus, anu itu tadi Ayna laper, jadi Lina bawain."

"Makanannya taruh di situ dulu aja, saya minta tolong panggilin Ayna ya, ada titipan dari Ummi."

"Iya-iya Gus,"

Tak cukup waktu lama datanglah Ayna sambil menundukkan kepala. Terlihat sangat menggemaskan apalagi tangannya yang memeras ujung jilbabnya.

"Assalamualaikum Gus, ada apa ya memanggil Ayna?" Tanya Ayna takut-takut.

"Wa'alaikumsalam, duduk dulu saja." Ayna mendudukkan tubuhnya ke kursi sebelah kanan, di susul Gus Latif dengan sebelah kiri. "Kamu belum makan Ay?" Gus Latif yang menatap wajah Ayna intens.

"Belum Gus, tadi Ayna ngga sempet turun, jadi nungguin santri lain selesai."

"Itu nasi doang loh Ay, lauknya tinggal dikit, saya masakin lauk bentar."

"Nggak usah Gus, nggak papa, Ayna udah terbiasa kok."

"Ay... Jangan nolak plis, anggap saja ucapan minta maaf saya karna kamu harus jaga cafe." sedangkan Ayna hanya pasrah menunduk sambil tersenyum salah tingkah. Gus Latif membuatkan Ayna ayam kecap dengan tempe goreng. Setelah itu dia mengambil sendok dan mulai menyuapkan makanan ke dala mulut Ayna.

"Buka Ay, makan dulu. Udah saya masakin loh,"

"Ngga usah Gus, Ayna makan sendiri saja, lagian ngga baik kalau nanti ada yang liat. Bisa panjang urusannya." terang  Ayna, tetapi Gus Latif tetap kekeh untuk melakukannya.

"Ngga ada yang liat Ayna, Ummi pasti udah ngizinin kok sama Abi, kan juga ngga bersentuhan kulit." ucapan penenang itu berhasil menembus pertahanan Ayna, siapa yang tidak luluh jika dihadapkan situasi seperti ini?"

"Ay, tidak mungkin aku berani jika belum ada ikatan, andai kamu tau aku ini suami mu." Batin Gus Latif lagi.

"Beneran nggak papa Gus?" Tanya Ayna sekali lagi untuk menghilangkan rasa ragu nya.

"Iya, makan dulu." Ayna makan dengan di suapi oleh Gus Latif, setelah selesai Ayna ingin mengambil minum. Tetapi Ayna melihat dari kejauhan, Gus Latif yang makan dengan sendok bekasku tadi. "Bukankah itu ciuman tapi tidak langsung? Mana mungkin seorang Queenza Ayna Azkayr putri yang di buang menikah dengan Gus Latif Fahreza putra pemilik pesantren. Dih ngimpi." Batin Ayna terheran.

Tetapi hati Ayna berbunga-bunga melihat nya, padahal itu sepele atau mungkin tidak sengaja. Ayna meneruskan langkah ke arah Gus Latif sambil memberikan segelas air putih ke Gus Latif.

"Gus Latif bisa masak juga ya? Ayna nggak nyangka." Ucap Ayna untuk memulai obrolan. "Iya Ay, nanti kalau suatu saat nanti saya punya istri dan istri saya sakit, terus saya nggak bisa masak, kita mau makan apa dong?"

"Kan bisa pesen makanan gitu Gus,"

"Kurang romantis, oh iya gimana cafe, udah mendingan?" tanya Gus Latif untuk mengalihkan pembicaraan.

"Alhamdulillah udah Gus, sekarang udah membaik. Tapi," Ayna menunduk sedih sambil meremas tangannya.

"Tapi kenapa Ay?"

"Ummi udah melarang aku ke sana kalau tidak penting, karna Ummi takut aku sakit lagi."

"Maaf Ayna sebenarnya itu aku yang melarang, berhubung kita nikah rahasia jadi maaf aku tidak bisa secara langsung terus terang. Hanya bisa lewat perantara Ummi," Batin Gus Latif yang ingin berbicara. 

"Mungkin Ummi punya alasan yang kuat, Abi minta tolong ke saya kemarin untuk mengurus cafe, jadi kamu tidak perlu repot-repot lagi."

"Tapi Gus, Ayna tidak di gaji gak papa kok, Ayna seneng kerja disana."

"Ayna... Ummi pasti punya alasan yang kuat. Sampai nyuruh kamu berhenti."

"Tadi ada pesenan buat kamu Ay."

"Oh iya? Dari siapa ni?"

"Dari Ummi, sekarang kan cafe yang pegang saya, jadi saya yang bakal kasih kamu nafkah. Eh mangsud nya uang saku." Gus Ltif gelagapan karena hampir saja kelepasan.

"Ngga usah Gus, sama ngga enak."

"Gak papa, lima ratus ribu satu minggu cukup kan? Mulai sekarang saya yang menanggung semuanya."

"Sebelumnya makasih Gus, dan maaf Ayna ngerepotin. Ayna juga mau tanya sama Gus Latif boleh nggak Gus?"

"Boleh, emangnya apa yang pengen di omongin?"

"Emang bener ya air mata itu tidak mampu menyelesaikan masalah?"

"Kalau menyelesaikan tinggal tergantung ke permasalahan nya.
Kalau saya pribadi, seandainya saya dan Istri ada konflik nih terus istri saya menangis. Eh mangsudnya Lauhul Mahfudz saya menangis, saya sebisa mungkin tidak bilang, "Jangan nangis, nangis itu tidak menyelesaikan masalah, atau ngga boleh nangis." Sebenarnya tangisan wanita itu justru tangisan menyelesaikan masalah, maka tugas laki-laki menyediakan bahu yang terbaik untuk menuntaskan air mata dari wanita. Contohnya ni pas istri saya sesenggukan, "Aku ngga salah mas huhuhu." Nanti saya peluk terus bilang, "Syuttttt udah sayang, udah ya, jangan nangis emuachhh." Gitu. Kalau saya pribadi." Tegasnya lagi.

"Pengen deh punya suami kayak Gus Latif yang memahami perasaan wanita."

"Insya Allah, saya aaminn kan Ay."

"Hahahaha Gus Latif bisa aja, Ayna bercanda, ya kali seorang Gus mau sama Ayna."

"Tinggal takdir Allah yang bicara, sabar... Pasti ada yang terbaik, insya Allah."

TBC...

Jangan lupa baca cerita aku yang lain yaaa! Ngga kalah seru kokkk!!

Follow aku yaaa
Aqidatul09

Minggu, 05 Maret 2022

Revisi, Selasa 27 Juni 2023

Untukmu Humairaku (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang