12. Untukmu Humairaku

17.2K 1.6K 30
                                    

"Jika fisik yang kau jadikan standar untuk mencintai seseorang, lantas bagaimana cara kau mencintai tuhanmu yang sama sekali belum pernah kau jumpai."

- Gus Latif -
.
.
.
Happy reading.

"Syuttttt, you are mine!" Ucap Gus Latif yang tiba tiba memajukan wajahnya mendekat ke arah wajah Ayna. Dengan cepat Ayna langsung menutup matanya, berharap tidak terjadi apa apa.

Cup...

Blush, Ayna membuka mata saat ia merasakan benda kenyal itu menempel pada pipi nya. Seketika Ayna langsung mendorongnya menjauh dari tubuhnya sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Ayna bergegas meninggalkan tempat itu dengan keadaan yang salah tingkah, senang, takut, cemas yang begitu campur aduk di dalam dirinya. Gus Latif hanya terkekeh dengan kelakuan Ayna sekarang.

Ayna memasuki kamar, lalu menutup pintunya sambil menyenderkan tubuh nya di belakang pintu, tangan nya masih gemetar memegangi pipinya yang tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi.

"Ay?" Suara Lina yang membuyarkan lamunan Ayna.

"Hm?"

"Kamu gak papa kan?" tanya Lina terheran-heran.

"A-aku gak pa-pa emang kenapa?"

"Muka kamu kemerah-merahan, juga tingkahmu aneh."

"Aku gak papa, biasa habis ketemu pengurus." bohong Ayna. Itu sudah biasa terjadi kepada santri apabila habis bertemu dengan pengurus. Mungkin kalau ada problem bisa gemetar, bahkan takut. Tapi kalau tidak, biasanya juga tidak kenapa-kenapa.

"Oh yaudah, mau tidur sekarang atau nanti?" tanya Lina sambil melepas hijabnya.

"Sekarang aja, mungkin ada yang kamu mau obrolin nanti bisa ngobrol sambil tiduran."

Ayna mematikan lampu, setelah itu Ayna merebahkan tubuhnya sambil menunggu Lina yang masih menyiapkan bantal guling nya agar nyaman.

"Ay..." Panggil Lina yang jawab dengan deheman oleh Ayna.

"Gus Latif udah nemuin kamu tadi? Emang dia nggak ngajakin kamu buat tidur ke rumah Ummi gitu?" Lina menghadap ke arah Ayna dengan memeluk gulingnya.

"Sejauh ini belum Lin, mungkin dia masih sibuk. Apalagi kan punggung nya sakit mungkin belum kemana-mana dulu. Atau, ngga tau ah, urusan dia kan?"

"Tapi Ay, status mu sekarang kan sudah menjadi istri, bahkan itu sudah sah."

"Lin, aku masih ingin sama kamu, justru aku seneng kalau Gus Latif belum ngajakin aku tinggal sekamar, aku belum siap tidur jauhan sama kamu. Apalagi aku juga belum siap sama Gus Latif yang notabenenya ilmu agamanya sudah tinggi. Aku malu Lin." Ayna melirik Lina dengan menggigit bibirnya tipis.

"Emang Gus Latif udah ridho?"

"Ngga tau hehe, nanti aku izin dulu." Ucap Ayna agar Lina tidak berfikiran bahwa Ayna tidak mau serumah dengan Gus Latif gara-gara dia.

"Yaudah kalau gitu, besok kamu jatah masak, kamu bisa nggak? Kalau nggak aku gantiin dulu aja, takut ke sentuh orang kalau kamu ke sana nanti, lagian tidur aja kamu masih miring."

Ayna tersenyum haru, sambil mengejek, "Cie kawatir, nggak papa kok, aku kuat."

"Yaudah yaudah, iya iya. Tapi nanti aku bantuin sama awasin. Takut yang jail sama kamu pas tau kamu udah jadi istrinya Gus."

"Bisa aja kamu Lin, udah sekarang tidur! Besok harus bangun pagi."

"Iya iya."

...

Ummi melihat putranya mondar-mandir merasa kebingungan. Ia tau ada sesuatu yang menganggu pikirannya. "Mas Latif." Panggil Ummi yang seketika membuat Latif berhenti dari mondar-mandir nya.

"Iya Ummi?"

"Kamu kenapa hm? Kok mondar-mandir terus? Ada masalah? Atau masih sakit?"

"Emm, Latif ngga apa-apa Ummi. Latif izin ke markas dulu ketemu temen-temen. Nitip Ayna ya, bye Ummi assalamualaikum."

Ummi hanya menggelengkan kepalanya sambil menjawab salamnya. Di matanya Latif masih seperti anak kecil yang begitu menggemaskan. Sebening air mata nya jatuh Ummi teringat masa bayinya Latif yang merengek, menangis, minta di gendong. Bahkan sering ber-argumen dengan Ayahnya. Tiba-tiba ada tangan kekar yang menyentuh punggung Ummi. Ummi langsung menghapus air mata nya lalu menghadap ke seseorang itu.

"Eh Mas Azril, Ada apa Mas?" Senyum Ummi yang masih mengengami ujung jilbabnya.

"Kenapa Dek? Latif buat ulah? Kok nangis?" Tanya Abi Azril sambil mengelap air mata istrinya itu. Seketika tangis Ummi Ima semakin deras, hanya diringi dengan sesenggukan kecil. Abi Azril yang paham langsung membekap wajahnya ke dada bidangnya, lalu membawanya ke kamar.

"Dek..." Ummi Ima masih terus menyembunyikan tangisannya. Abi Azril masih diam sambil membiarkan Ummi Ima plong dengan tangis di dekapannya, kalau di rasa sudah mendingan baru ia akan menanyakan nya lagi. Tangis itu mulai terdengar lirih, lalu Abi Azril memberanikan diri untuk bertanya kepada Ummi.

"Sayang... Kenapa hm?" Tanya Abi Azril sambil memegang kedua pipi Ummi Ima dengan tangannya, bibir Abi meniup-niup wajah Ummi yang terlihat sembab dan menutup matannya.

Ummi mengelap air matannya dengan tangan mungilnya, "Mas..., Ima menangis haru, Ima nggak nyangka Mas Latif sudah besar, sudah punya istri. Padahal dulu masih cemburu sama Umminya jika perhatian ke Abinya. Ima rasa sekarang Latif sudah berubah semenjak kejadian cambuk kemarin, Mas Latif sudah tidak mau lagi berbagi masalah sama Ima, waktu Ima tanya tadi dia hanya bilang titip Ayna karena dia mau pergi ke markas. Padahal Ima tau kalau dia menyembunyikan sesuatu tapi ia tidak mau cerita sama Ima. Ima sudah menghancurkan kepercayaan Mas Latif Mas..., Ima takut  Mas Latif benci sama Ima gara-gara kemarin."

Isak tangis lebih terdengar haru air mata yang awalnya sudah tidak menetes, kini kembali menetes lebih deras dari sebelumnya. Perasaan Ibu memang sensitif, apalagi saat anaknya yang pemanja tiba tiba berubah menjadi mandiri. Banyak kekawatiran yang selalu menghantuinya mengenai putra-putrinya, anak-anak akan selalu menjadi anak kecil di mata Ibunya.

"Mas juga nggak nyangka secepat ini anak kita tumbuh, rasanya baru kemarin aku menikahi kamu. Melahirkan anak kita, berdebat dengan nya, bermain dan semuanya. Tapi semua itu pasti akan berjalan sayang..., Dia nggak marah kok, mungkin dia cuma kawatir sama keadaan istrinya, makannya dia mau melampiaskan kekawatiran nya ke markas bertemu dengan teman-teman nya agar kawatir nya hilang, mungkin juga dia tidak mau membuat Umminya kawatir dengan keadaannya, percaya sama Allah kalau Latif itu bisa menghadapi nya. Dia kan jiblaan Ummi Abinya, sekarang tugas kita menjaga Ayna seperti yang Latif titipkan. Jangan takut sebentar lagi dia pasti telfon kok. Dia sudah dewasa, dia sudah punya istri sayang, ada kalanya kita memberi ruang untuk kehidupan rumah tangganya sendiri."

"Iya Mas, maafkan Ima, Ima terlalu kawatir. Yang di omong Mas Azril semua bener, terimakasih Mas." Peluk Ummi Ima yang masih dengan isak tangisnya.

"Mas Azril paham kok, Mas bangga sama kamu, Mas bersyukur banget punya pendamping hidup seperti kamu. ana dayiman 'uhibuk ya zawjati." Kecup nya Abi di kening Ummi.

"ana dayiman 'uhibuk 'aydan ya zawji."

"Aila sama Aily sudah tidur?" tanya Abi sambil memeluk Ummi Ima sambil mengusap-usap rambutnya.

"Sudah Mas, wajah mereka mirip sekali, mereka juga sudah besar, Ima bangga sama mereka."

"Iya sayang, dilihat-lihat Aily dia mirip kamu ya? Kadang Mas kalau liat Aily keinget kamu waktu muda, cantik." ucap Abi Azril mencubit pipi Ummi Ima, juga memeluknya erat.

"Aila juga cantik, jiplakan bapaknya versi cewek, bener bener cantik banget."

"Udah, yuk tidur. Jangan nangis lagi ya sayang, good night dear, have a nice dream always."

"Good night come back dear, have a nice dream too." balas Ummi sambil tidur di dekapan Abi Azril.

TBC...

Untukmu Humairaku (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang