Untuk kali ini aku kecewa!
Entah mengapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku, aku menangis sejadi-jadinya tentang kegagalanku hari ini. Aku pun heran mengapa aku bisa seperti ini? Aku ingin sekali menghancurkan semua barang yang berada di sekitarku. Aku enggan sekali bertemu dengan orang-orang yang tak mengerti arti sebuah kegagalan yang pahit.
Dari sana aku berfikir bahwa aku hanyalah manusia bodoh yang tidak pernah merasakan kegembiraan. Mungkin ada kalanya manusia itu sampai di satu titik dimana dia harus diam, pasrah, ikhlas, dan tidak memikirkannya lagi!“Kamu kenapa?” tanya sahabatku yang bernama Lyra.
Lalu aku pun menangis, dan memeluk Lyra erat-erat.
“Ayo ceritakan, semoga saja aku bisa membantu.”
Aku pun menceritakan semuanya sambil menangis tersedu-sedu, “Saat itu aku bertanding Atletik di Bandung, entah kenapa hatiku sangat tidak nyaman, rasa ketakutan itu tiba-tiba saja menyergapku, aku tidak tahu mengapa bisa seperti ini? Tak biasanya jantungku menjadi berdegup lebih kencang.” Ucapku sambil melepaskan pelukan.
“Kamu tau gak penyebab rasa ketakutan itu muncul?”
Aku menggelengkan kepala dengan lemah.
“Mungkin saja mental bertanding kamu tiba-tiba hilang.”
“Terus aku harus bagaimana?”
“Terus berlatih lebih giat lagi, dan sering-sering baca buku tentang motivasi atau menonton video di youtube.”
Aku tersenyum, “Baik akan kulakukan.”
Aku dan Lyra pun mulai masuk ke dalam kelas dan belajar seperti biasanya.Lyra adalah sahabatku satu-satunya yang paling setia mendengarkan keluhanku, dia selalu memberikanku motivasi jika aku sedang mengeluh. Aku pun mengambil pelajaran dari kegagalanku hari ini menjadi sebuah cerminan di pertandingan yang akan datang.
Sore hari pun tiba, aku mulai latihan seperti biasa. Aku melihat temanku Dara yang mendapatkan medali emas di pertandingan Atletik kemarin. Aku tersenyum dan mengangguk yakin jika suatu saat nanti aku akan tersenyum bangga dengan berkalungkan medali emas di leherku.
Aku terus berlatih dengan semangat. Aku tidak peduli walaupun sekarang harus menyakitkan, yang terpenting nanti aku harus berhasil, dan aku pun belajar menikmati proses.
Langkah tiap langkah aku jalani, keringat pun mulai membasahi seluruh tubuhku, aku mencucurkan air mata, “Rasanya berat sekali ya Tuhan. Apakah ini yang dinamakan perjuangan?!” Keluhku dalam hati.Program yang diberikan pelatih tidak pernah usai, aku terus saja mengeluh. Capek! Kakiku malas untuk melangkah. Aku bosan! Aku jenuh! dan aku harus menghadapi ini semuanya, tetapi hatiku selalu saja tidak ikhlas. Aku bingung! Bagaimana cara membangunkan raksasa tidur di dalam tubuhku? Agar aku bisa menikmati proses ini dengan senyuman.
Sebenarnya aku ingin berhenti latihan Atletik, tetapi mau bagaimana lagi, kalau bukan karena sahabatku Lyra, mungkin aku sudah menyerah.
“Aku capek, aku mau nyerah!” ucapku kepada Lyra, ketika kami berdua sedang menikmati makan siang di kantin sekolah.
Lyra lalu melotot kepadaku, “Kamu gak boleh gitu Guf!”
“Terserah aku dong, soalnya aku udah capek, lihat saja teman-temanku disana, mereka sudah terlalu hebat, dan aku sulit mengalahkannya.”
“Kamu dengar, ‘Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari yang lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju lawan-lawannya’ kamu mengerti kan?”
Aku menggangguk, “Kalau begitu aku akan mengalahkan diriku sendiri, dan menjadikan mereka sebagai motivasiku.”
“Tapi kamu harus ingat, jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tidak berguna, motivasi tak semestinya lahir dari rasa iri, dengki, ataupun dendam!”
“Kamu sahabat yang paling terbaik Lyra, maafkan aku jika aku sering mengeluh, dan mulai sekarang aku tidak akan mengeluh lagi!”
Lyra pun memelukku erat-erat dan aku pun membalas pelukannya. Air mata kami saling berjatuhan, air mata kebahagiaan itu mulai hadir kembali.Tiba-tiba saja aku ingin berteriak dalam hatiku. Mengapa? Karena hari ini ada pengumuman, bahwa minggu depan pertandingan Atletik akan dimulai, tepatnya pada hari minggu di Stadion Pajajaran Bandung. Aku senang sekali, karena aku akan membuktikan pada semuanya bahwa aku bisa! Bisa menjadi JUARA!
Aku memberikan informasi ini kepada Lyra, dengan harapan dia memberikanku motivasi.Malam hari aku menghubunginya lewat telepon, namun terdengar suaranya yang sangat berat sekali.
“Iya ada apa Guf?” tanyanya dengan nada berat.
“Ada kabar gembira Ra, sore tadi kata pelatihku, minggu depan ada pertandingan Atletik di Bandung, dan aku akan mengikutinya.”
“Baguslah. Sekarang kamu dengar, bahwa keberhasilan adalah disaat kita tidak membuang-buang waktu dan mulai mengerjakan sesuatu itu dengan ikhlas, dan ketika kamu harus menjadi robot, jadikanlah dirimu mesin yang canggih. Basahi gear dengan keringatmu, kamu terhebat Guf!”
Aku tersenyum, “Kamu juga terhebat Ra!.”
Terkadang aku berfikir, bahwa beberapa orang memang selalu menganggap mudah semua yang diperjuangkan, sebab yang kelihatan seringkali tak seberat yang sebenarnya. Mulai dari sekarang aku akan menghargai tiap tetes keringat yang aku keluarkan saat berlari, dan aku harus percaya bahwa tiap tetes itu akan menghasilkan kebahagiaan kelak.Waktu pun terus berjalan. Semenjak aku menelepon Lyra pada malam itu, esok harinya Lyra tidak masuk sekolah, dengan alasan izin keluarga, hingga sekarang. Padahal besok aku mulai bertanding. Tidak semestinya Lyra seperti ini. Ada yang mengganjal, tapi aku tidak tahu.
Keesokan harinya, tepat pada pukul 08.30 namaku dipanggil, dan beberapa rival lainnya, untuk mengikuti lari 400m. Kami mulai menggunakan pakaian bertanding. Jantungku berdegup kencang, aku terus saja menarik nafas panjang. Aku berujar dalam hati, “Jangan sampai semangatku yang kian membeludak kemarin, terkalahkan hanya karena ‘Rasa Ketakutanku’ hari ini, dan jangan sampai dua kata itu membuatku ciut dan berakhir dengan getir.”
Kami pun mulai melangkah ke lapangan, terdengar suara orang-orang di tribun meneriaki kami. Sontak saja jantungku berdegup lebih kencang. Saat kami semua memasuki lintasan masing-masing, panitia pertandingan mulai meneriaki aba-aba, “Pelari bersedia… Siap…” setelah itu terdengar suara pistol “Dorrrr…” pelari pun mulai berlari, termasuk aku sendiri.
Aku mencoba berlari dengan kemampuan kaki ini untuk melangkah, sekencang-kencangnya, tak peduli apapun yang terjadi pokoknya aku harus terlebih dahulu sampai di garis finish, hingga pada akhirnya garis finish itu tinggal 10 meter lagi, tetapi terdapat rival di sebelahku yang mulai mendahuluiku, sontak aku mulai ngotot dan memejamkan mata dan mulai membangunkan raksasa tidur di dalam tubuhku. Hingga akhirnya aku sampai di garis finish.Aku membuka mataku, remang-remang yang terlihat, semuanya gelap tetapi lama kelamaan terlihat juga, dan mataku kian jelas menangkap sesuatu yang berada di sekelilingku.
“Selamat kamu mendapatkan Gold Medals Guf!”Rasanya seperti mimpi, tetapi ini nyata! Benar ini nyata! Ternyata semua yang aku perjuangkan itu tidak sia-sia. Pada akhirnya aku bisa berkalungkan medali emas sambil tersenyum bangga. “Lyra lihat berkat motivasi kamu, aku bisa mewujudkan semuanya yang aku inginkan.” Ucapku dalam hati ketika aku mulai melangkah masuk ke dalam kelas.
Tetapi di dalam kelas aku tidak melihat Lyra, aku hanya melihat Niken yang sedang meneteskan air mata sambil menatap sayu kepadaku.
“Kamu kenapa?” tanyaku penasaran.
“Kamu sudah tau kabarnya belum.”
“Kabar apa?”
Lalu Niken pun mengajakku ke suatu tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku. Makam.“Kamu kenapa ngajak aku ke tempat ini?”
Namun, Niken tetap tidak menjawab pertanyaanku, ia hanya menarik lenganku dan mulai memilah-milah jalan yang masih terbuat dari tanah merah yang becek karena hujan kemarin turun. Hingga pada akhirnya ia menunjukan sesuatu kepadaku, dia menyuruhku membaca namanya, RIP. SALYRA PUTRI GAYATRI.
Sontak air mata keluar membanjiri pipiku, tanpa bisa aku bendung lagi. Aku menangis! Sahabat yang dulu menyemangatiku dan memotivasiku kini telah tiada, takan ada lagi yang selalu menguatkan aku saat aku terjatuh, takan ada lagi yang memberikanku bahu saat aku membutuhkannya untuk bersandar, takkan ada lagi pelukan yang erat itu. Kini semuanya hilang dan pergi tanpa bisa aku cegah. Perjuangan selanjutnya mungkin perjuangan yang tidak perlu aku ceritakan lagi kepada siapapun.
Andai saja, dulu aku tidak memikirkan diriku sendiri, dan seharusnya dulu aku merasakan bahwa sahabatku mempunyai penyakit ganas itu. aku EGOIS!Penyesalan memang datang terakhir, kini aku hanya bisa menatap kuburan Lyra berharap dia baik-baik disana. Setiap hari seusai latihan aku selalu mengunjungi makam Lyra dan selalu membawa MEDALI ini untuknya. Untuk sahabatku.
Cerpen Karangan: Gufita Siti Amalia
Facebook: Gufita Amalia
KAMU SEDANG MEMBACA
rekomendasi cerita sad
Diversosso ini rekomendasi untuk cerita pendek ya tapi follow dulu baru baca okay by: Kim kïrrx Ig:(Ig ku banyak:)