Saat langit tak lagi mampu bersua dalam lirih jerit tawa yang lara. Tetap saja sedekat apapun waktu, aku tak kan pernah bisa kembali memutarnya. Massa yang lalu telah menjadi kenangan. Persahabatan bukan hanyalah kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna. Tapi persahabatan merupakan sebuah iktan suci yang ditoreh di atas dua hati, ditulis bersama dengan tinta kasih sayang.
1 tahun berlalu. Aku sekarang duduk di kelas 2 SMA. Tak terasa sudah menjadi kakak kelas. Aku ingin berbagi kisahku di awal masuk SMA. Rasanya seperti menemukan dunia baru.
Di kelas, aku masih menyendiri. Bagai penyakit anak baru yang masih malu-malu dan lugu. Bahkan merasa sepi dalam keramaian. Bukan lantaran tak ada yang ingin berteman denganku. Namun terukir di benakku, aku baru saja menemukan dunia baru dengan tantangan yang baru pula. Tantangan untuk mendapatakan sahabat sejati nan sehati.
Hari-hari kulalui di kelas. Aku mulai dekat dengan seorang temanku bernama Putri. Kedekatan kami berawal, ketika aku ingin solat zuhur di masjid Arafah, yaitu masjid yang ada di SMA-ku. Mulanya aku kurang pede pergi ke masjid sendirian. Hingga bosan aku bergelut dengan keraguan, akhirnya kucoba melangkah. Tiba-tiba ada yang memanggil dan mengahmpiriku dari belakang, lalu mengulurkan tangannya.
“Hai, aku Putri.” Sapanya dengan senyuman yang menggoda bibirku untuk membalasnya.
“Aku Suci.” Jawabku tersenyum sedikit malu.
“Kok keliatannya bingung?” Timpal Putri penasaran.
“Iya nih Put. Aku mau ke masjid tapi malu jalan sendirian.” Jawabku sedikit terbata
“Ooo… kenapa malu? koruptor aja gak malu tuh ama perut buncitnya… hehee… ayok buruan, bareng aku aja, aku juga mau soalat zuhur nih.” Ajak Putri sambil menggandeng tanganku dengan genitnya.Senang banget rasanya. Hatiku lega mendapat teman ke masjid. Bagai ibu yang menemukan kembali anaknya yang hilang. Sejak perkenalan itu, hari demi hari aku selalu berdua dengan putri di sekolah. Ngobrol berdua, ke kantin berdua, bahkan ke WC pun berdua. Layaknya perangko dan surat. Tak bisa dipungkiri, aku sangat senang dan nyaman bagai dalam pelukan hangat sang ibu, bila bersama Putri.
Yang paling sering itu, curhat masalah galau. Maklumlah, diriku mudah baper yang menjurus pada kegalauan. Kalau problema seperti itu, Putri mulai melancangkan aksi siraman rohani dengan kata-kata bijaknya.Ujian akhir semester pun tiba. Putri tiba-tiba juga bertanya padaku dengan mata berkaca-kaca. “Kelas 2 nanti, apakah kita masih bisa layaknya perangko dan surat?” Hatiku sontak berdebar, terbesit olehku, ucapan wali kelasku waktu itu, bahwa kelas 2 nanti, kelas akan dirolling lagi.
Aku terdiam seribu bahasa. Tak kusadari air mataku telah banjir di pipi. Tak dapat kubayangkan, jika harus berpisah kelas dengan Putri. Akan sulit bagi kami meluangkan waktu bersama. Putri lalu memelukku dan tertawa geli melihatku menangis. “Udah deh, gak usah baper gitu, aku becanda kok. Heheheh” Hibur Putri berusaha memecah keharuan. Padahal kutahu, hatinya mungkin lebih teepukul dengan pertanyaannya sendiri.Sampai tiba pembagian rapot. Dan SMA-ku libur 3 minggu. Selama libur, tak ada yang berkesan bagiku. Tak terasa, besoknya akan sekolah kembali. Temanku, Boy, yang rumahnya dekat SMA mengirim foto. daftar pembagian kelas di group BBM. Aku buru-buru mebacanya. Ternyata benar kekhawatiranku. Aku dan Putri tak sekelas lagi.
Hari pertama masuk sekolah, sungguh tak ada gairah rasanya. Tanpa kusadari, aku sering melamun. Seminggu telah kulalui tanpa Putri di sampingku. Aku merasa ada yang janggal. Dari awal masuk, tak pernah lagi kulihat Putri di Sekolah. Bahkan kabarnya saja aku tak tau. Kutelepon gak diangkat, disms gak dibalas, whatsapp gak diread. Sebenarnya aku berniat untuk main ke kelasnya, tapi kuurungkan niatku, karena aku gak pede main ke kelas lain.
Keesokan harinya, di kelas aku masih saja menyendiri dalam lamunan. Tiba-tiba Dina, yang tak lain adalah tetangga sekaligus teman sekelas Putri. Dina menghampiriku dan memberikan sepucuk surat sambil tersenyum lembut.
“Ini surat siapa Din?” Tanyaku penasaran.
“Kamu buka aja di rumah. Nanti kamu akan tahu atas kesepian dan kejanggalan yang kamu rasakan seminggu ini. Aku yakin, kamu pasti kuat.” Ujar Dina seakan merahasiakan sesuatu.Ketika di rumah, baru kubuka surat itu. Ternyata dari Putri.
“Assalammualaikum Suciku sayang. Tersenyumlah. Jangan sedih. Jangan menyendiri. Selama aku masih di hatimu, kamu tak sendiri. Tak ada niat buruk sedikitpun di hatiku, tak ada kebencian sedikitpun terhadapmu sahabat.
Bagimu, aku menghilang dari hari-harimu. Ya. aku memang menghilang. Bukan hanya dari hari-harimu. Tapi menghilang untuk selamanya. Selama ini aku mengidap penyakit jantung. Maafkan aku tidak pernah menceritakan semuanya padamu. Aku tak ingin membuatmu larut dalam kesedihan karena penyakitku.
Maafkan aku baru memberimu kabar. Surat ini sengaja aku titipkan pada Dina, tetanggaku. Kusuruh Ia memberikannya padamu setelah seminggu aku meninggal. Kukira seminggu, waktu yang cukup bagimu mencari sahabat baru selama aku tak ada kabar. Dan kuharap, ketika suratku sampai di tanganmu, kau membacanya bersama penggantiku.Air mataku tak terbendung lagi. Dadaku sesak, seluruh tubuhku gemetar. Tak sanggup batinku menerimanya. Tamparan keras itu seolah membangunkanku dari mimpi indah yang selalu kuimpikan meski mataku terbuka.
Takdir memang selalu mengejutkan. Hari-hariku kini akan terasa beda. Keakraban yang dulu kurasa manis, kini pahit oleh perpisahan.Tak mungkin lagi kutemui pengganti Putri. Karena setitik embun tak akan sama dengan setitik hujan. Derasnya ombak tak akan sama dengan derasnya arus. Begitupun Putri bagiku. Walau banyak teman yang kudekati, rasanya tak sama dengan Putri.
Terima kasih Putri, telah menjadi sahabat sejatiku semasa hidupmu. Kau selalu tahu kesedihan dan masalah di hidupku. Tapi masalahmu aku tak pernah tau. Bahkan sampai kau telah tiada. Aku janji, akan selalu berdoa, agar kita disatukan kembali di surga-Nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
rekomendasi cerita sad
Randomso ini rekomendasi untuk cerita pendek ya tapi follow dulu baru baca okay by: Kim kïrrx Ig:(Ig ku banyak:)