Terik mentari menyinari hari. Beberapa ekor kupu-kupu berterbangan mencari madu. Hinggap pada setiap bunga yang dilewatinya. Bebas melayang bagaikan tanpa beban sedikitpun. Samar-samar terdengar nada indah mengalun lembut. Alunan nada yang tercipta dari hati seseorang. Seolah sengaja dimainkan untuk menemani kupu-kupu itu menari. Dengan manisnya Hana memainkan satu per satu nada-nada itu. Memejamkan mata sembari berkonsentrasi dengan alunan nadanya, membayangkan dirinya sebebas kupu-kupu. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Bi Imah pun masuk menghampiri Hana.
“Non Hana, anda dipanggil nyonya dan tuan. Anda ditunggu di ruang keluarga.”
“Ada apa? Apa ada yang datang, bi?” tanya Hana lembut.
“Sepertinya begitu, non. Ada sahabat tuan dari luar negeri datang untuk berkunjung.” jelas Bi Imah.
“Baiklah. Katakan pada papa dan mama, sebentar lagi Hana turun.”Bi Imah pergi meninggalkan Hana dalam kamarnya. Hana bergegas menyisir rambutnya dan turun ke ruang keluarga untuk menyambut tamu-tamu ayahnya. Langkah Hana terhenti seketika, setelah melihat anak laki-laki yang ada di hadapannya. Terlihat seyuman terpasang lebar dari wajah Hana dan semua orang yang melihatnya, termasuk anak lelaki tadi.
“Kak Dirga?” tanya Hana pada anak lelaki itu.
“Iya. Ini aku, Dirga. Kamu, apa kabar?” ucap anak lelaki itu sembari mendekap Hana. Hana tiba-tiba menangis dalam pelukan Dirga.
“Hana baik-baik saja, kak. Kenapa kakak baru datang sekarang? Kakak nggak sayang lagi ya sama Hana? Hana kangen banget nih…” ucap Hana menjelaskan. Seluruh isi ruangan tertawa menyaksikannya.
“Maafkan Dirga ya, Hana. Emm… begini. Sebenarnya om dan tante yang sibuk kemarin-kemarin, sehingga kami sekeluarga tidak bisa datang kemari.” ucap papa Dirga menjelaskan.
“Nggak apa-apa deh, om. Yang penting sekarang Kak Dirga sudah ada disini.”“Begini, sebenarnya maksud kedatangan kami kemari untuk menitipkan Dirga, anak kami. Apa boleh, untuk sementara waktu kami titipkan Dirga disini?” tanya papa Dirga.
“Wah, dengan senang hati kami menginzinkannya. Apalagi kita ini kan sudah bersahabat lama sekali. Jangan sungkan begitu.” Jawab ayah Hana.
“Asyik!! Kak, kita main di taman belakang yuk!”
Hana langsung menarik lengan Dirga untuk pergi ke taman di belakang rumahnya. Papa dan mama Dirga kembali pulang ke Paris. Hati Hana dibaluti rasa rindu yang amat dalam. Banyak hal yang ingin ia ceritakan pada Dirga. Namun, Hana bingung untuk merangkai semua kata-kata itu. Akhirnya, langkah mereka terhenti di tepi kolam ikan yang airnya amat jernih. Bahkan mereka dapat melihat bayangan mereka disana. Karena banyaknya bunga yang ditanam, kupu-kupu pun menari bebas di udara. Menimbulkan kekaguman dalam hati Hana.“Kakak tahu? Ingin rasanya Hana seperti kupu-kupu itu. Mereka bebas melayang kamanapun mereka mau. Mempunyai banyak sekali kawan. Mereka juga selalu menimbulkan kekaguman pada setiap orang yang menatapnya. Sungguh sangat cantik dan menawan.” ucap Hana lirih.
Tatapan Hana menerawang. Matanya mulai berkaca-kaca. Satu per satu air matanya jatuh membasahi pipi. Dirga menggiring Hana duduk di antara rerumputan hijau dekat bunga dan kupu-kupu itu. Dirga yang mengerti situasi hati Hana, hanya bisa terdiam mendengar semua harapan yang terucap dari bibir Hana.
Hana menderita penyakit sirosis sejak ia berumur delapan tahun. Orangtua Hana selalu mengurung Hana di dalam rumah. Setidaknya ia hanya boleh ke luar ke pekarangan rumah. Hana tak memiliki banyak teman. Satu-satunya teman yang ia miliki hanyalah Dirga. Sisanya hanya pembantu dan sopir yang bekerja di rumahnya. Dirga berteman dengan Hana sudah sejak Hana berumur lima tahun, sedangkan Dirga sendiri saat itu berumur tujuh tahun. Hana sudah menganggap Dirga sebagai hati dan jiwanya yang lain.“Kak, Hana sendirian. Hana kesepian. Hana takut, kak. Takut…”
“Siapa bilang Hana sendirian? Hana kan punya Kak Dirga, papa, mama. Hana jangan sedih lagi ya..” bujuk Dirga.
“Kalau kalian ninggalin Hana sendirian hanya karena Hana mengidap penyakit parah seperti ini, gimana?” Hana kembali menangis dalam pelukan Dirga.
“Aku akan selalu ada buat kamu. Sampai kapanpun. Aku nggak akan ninggalin kamu sendirian.” janji Dirga pada Hana.
“Kak Dirga janji?” tanya Hana memastikan.
“Kak Dirga janji.”Hari kini sudah berganti malam. Semua telah tidur di atas ranjang masing-masing. Diselimuti mimpi-mimpi yang indah dan menakjubkan. Namun, Hana masih terjaga. Ia mengirimkan harapannya pada bintang dan rembulan. Bersujud di tepi jendela kamarnya sembari memandangi langit yang asyik berpesta bersama kerlip bintang dan terang cahaya rembulan.
“Wahai bintang dan rembulan… Kuharap kalian mendengar pintaku. Sesungguhnya, aku ingin bebas seperti kupu-kupu yang selalu menemaniku. Kuingin membuat orang-orang di sekitarku tersenyum walau ku sudah tak ada lagi di dunia ini. Ingin kupetik satu bintang itu dan kupersembahkan padanya. Satu-satunya orang yang mengerti diriku. Yang mampu membuatku tersenyum dan tertawa saat berada di sisinya. Tanpa kusadari, kini hatiku memanggil-manggil namanya selalu. Aku menyayanginya. Tolong sampaikan semua harapanku padanya. Hanya dia… Kak Dirga.”Hana beranjak dari tepi jendela itu. Menutup kembali daun jendelanya. Melangkah perlahan menuju tempat tidurnya. Hana pun akhirnya terlelap dalam dinginnya angin malam. Menggapai semua angannya walau hanya lewat sebuah mimpi. Hanya bunga tidur.
Keesokan harinya, Hana melihat Dirga yang sedang asyik bermain basket di halaman rumahnya. Hana pun langsung berlari kesana. Ia memperhatikan Dirga dari pinggir lapangan basket yang terdapat di halaman itu. Dirga mengetahui keberadaan Hana. Ia langsung mengajak Hana bermain.
“Eh, Hana? Ayo sini. Kita main sama-sama.”
“Tapi Hana nggak bisa, kak. Hana lihat saja ya dari sini.”
“Ayolah… Aku ajarin. Ayo!!!”Dirga mengajari Hana dengan telaten. Sedikit-sedikit Dirga mempraktekan gerakan membawa dan melempar bola. Hana mengikuti semua yang diperintahkan Dirga. Terlihat ada yang berbeda dari sorot mata Hana. Ketika keduanya telah merasa lelah, merekapun beristirahat di pinggir lapangan.
“Hahaha! Hana puas, Kak…baru kali ini Hana bisa merasa bahagia seperti ini.”
“Oh ya? Tadi aku nggak sengaja lihat lapangan basket mini ini, jadi ya.. aku main aja. Kamu nggak pernah main disini?”
“Nggak. Hana nggak pernah olahraga lagi semenjak Hana sakit. Padahal dulu kakak selalu mengajak Hana bermain basket. Sekarang Hana nggak berani. Kata bibi bahaya.”
Dirga membelai rambut Hana lembut. Hana tersenyum. Ia merasakan suatu kehangatan dan perasaan damai bila berada di dekat Dirga. Tanpa terasa, hidung Hana mengeluarkan darah. Hana menjadi panik. Ia menangis kebingungan.
“Kak, Hana merasa umur Hana nggak akan lama lagi.”
Dirga menahan agar air matanya tak jatuh. Ia harus tetap terlihat tegar di hadapan Hana. Ia yang harus memberi semangat hidup untuk Hana, karena dia adalah motivasi Hana untuk hidup.Selama sebulan ini Dirga sibuk dengan kekasihnya. Ia jadi jarang menemani Hana bermain piano, bermain biola, bermain basket bahkan untuk duduk berdua di taman. Dirga juga sering mengajak kekasihnya datang ke rumah. Dada Hana rasanya sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
rekomendasi cerita sad
Randomso ini rekomendasi untuk cerita pendek ya tapi follow dulu baru baca okay by: Kim kïrrx Ig:(Ig ku banyak:)