Ini terjadi beberapa tahun lalu. Sebuah peristiwa yang merubahkan hidup keluarga kami. Namaku Anton, aku anak paling tua dari 3 bersaudara. Orangtua kami hidup dengan harmonis hampir tidak pernah kami dapati mereka bertengkar. Saat peristiwa itu terjadi aku berumur 23 tahun, cukup dewasa untuk berpikir dan menentukan langkah.
Keluarga kami bukan keluarga yang mampu, bahkan sangat kekurangan. Bahkan untuk makan terkadang satu nasi bungkus untuk kami berlima. Kami mengontrak di daerah pedesaan yang terpelosok.
Hidup sangat terasa berat hingga akhirnya kami memulai usaha, sebuah usaha kecil yang terinspirasi dari keadaan rumah kami yang terpelosok dan jauh untuk menuju jalan raya. Kami membuat jasa antar jemput. Seperti ojek, namun kami bisa dihubungi melalui telepon atau sms bahkan bisa datang langsung ke kontrakan kami.
Dengan modal yang diperolah Ayah dari penjualan tanah warisan kakek, kami mulai beli satu sepeda motor. Dan tanpa kami duga masyarakat sekitar sangat antusias dengan usaha ini dan satu sepeda motor tidak memadai untuk melayani permintaan warga. Ayah lalu membeli sepeda motor lagi.
Seiring waktu semakin banyak yang memakai jasa kami. Enam bulan berlalu dan kini kami memiliki 10 sepeda motor. Dimana yang menjadi supirnya adalah masyarakat sekitar. Kami sangat bersyukur dengan keadaan kami sekarang ini. Rumah yang dahulu hanya terdapat dua kasur dan satu kipas angin kini mulai bertambah isinya ada televisi, kulkas, sofa dan masih terus bertambah.Lalu kami putuskan untuk membeli mobil bekas dan kami mulai antar jemput anak-anak sekolah dan Aku yang menjadi supirnya. Pertama-tama kami hanya melayani antar jemput anak-anak SD, namun tidak sampai setahun kami sudah melayani antar jemput SMP dan kuliah.
Dua tahun berlalu kami sudah bisa membeli rumah yang kami kontrak itu. Sepeda motor yang kami miliki ada 30 buah dan memiliki 5 mobil, walaupun itu mobil bekas. Mobil kadang juga disewa masyarakat untuk berlibur keluar kota, atau hanya untuk jalan-mengitari kota.
Kami tidak menduga bahwa kami bisa menjadi keluarga yang disegani di kampung itu. Tak jarang juga masyarakat sekitar yang kesusahan meminjam uang kepada ayah tanpa jaminan dan yang membuat kami bersyukur adalah mereka tidak pernah lalai membayarnya.
Tiga tahun sudah sejak kami memulai usaha ini. Sekarang ayah sudah mempunyai mobil sendiri, kali ini bukan mobil bekas. Keluarga kami sangat bahagia dan merasa tercukupi. Hingga kami putuskan untuk membuat rumah kos di dekat kampus di kota. Ayah setiap pagi berangkat ke kota untuk mencari lokasi yang tepat dan tak jarang pulang larut malam. Satu bulan berlalu dan akhirnya ayah berhasil menemukan lokasi rumah kos yang strategis dan murah.
Pembangunan kos itupun berjalan selama sekitar 3 bulan dan akhirnya selesai. Tak tunggu waktu lama untuk mencari anak kos di sana. Satu minggu berjalan 10 kamarpun sudah habis terpesan. Ayah sangat senang dengan pencapaiannya dan mulai menekuni bisnis rumah kos ini.
Masih seperti biasanya, ayah berangkat pagi dan pulang malam, katanya dia mencari lokasi tanah kos di luar kota. Minggu berganti minggu dan ayah kini hanya pulang dua hari sekali. Awalnya kami menganggap wajar karena jika luar kota itu jauh dan sangat melelahkan berbahaya jika mengemudi mobil dengan keadaan lelah. Namun tiga bulan berlalu dan ayah masih tetap seperti itu bahkan lebih parah. Pernah ayah pulang seminggu sekali. Dan kejadian itu berulang. Itu membuat kami sedih, terutama ibu. Aku terlalu sibuk mengurusi usaha kami dan terkadang lupa memberi ibu semangat Hingga akhirnya ibu sakit.
Ayah seoalah tidak peduli dan seperti biasanya dia pulang seminggu sekali. Aku menjadi penasaran kemana ayah pergi dan apa yang dia kerjakan. Siang itu ayah sudah pamit kepada ibu bahwa dia akan berangkat kerja lagi dan segera manaiki mobilnya. Aku segera naik mobil yang terparkir di halaman, kebetulan saat itu belum ada yang menyewa. Dan aku mulai mengikuti ayah. Perjalanan sangat jauh dan tidak terasa kini aku ada di luar kota.
Ayah terlihat memarkirkan mobilnya di halaman rumah yang kecil namun dengan model minimalis yang modern. Tak lama setelah ayah parkir terlihatlah seorang wanita yang terlihat seumuran denganku menyambutnya, memeluknya, lalu menciumi pipinya diakhiri dengan mencium bibirnya. Hatiku sangat hancur melihat itu, tak sadar aku menangis. Tangisanku semakin menjadi ketika aku teringat akan ibu yang sedang sakit di rumah. Apa yang akan aku katakan kepada ibu tentang kejadian ini. Namun aku putuskan untuk menyimpan rahasia ini.
Bulan berganti dan keadaan ibu semakin parah, kini dia harus dibawa ke rumah sakit. Bergantian kami bertiga menjaga ibu. Sudah satu minggu setelah ibu di rumah sakit namun ayah belum juga datang menjenguknya. Aku yang mengetahui apa yang ayah lakukan sangat murka. Namun masih bisa menenangkan diri. Besoknya aku putuskan untuk menemui ayah dan memintanya pulang dan tidak peduli apapun yang terjadi.
Sesampainya di tempat ayah aku melihat rumah itu tertutup rapat meski ada mobil ayah terparkir di sana. Jendelanya tertutup gorden, pintunya terkunci. Akupun memutuskan untuk mencari pintu belakang mungkin saja ada. Namun saat aku melewati sebuah jendela aku melihat ayah sedang berduaan dengan wanita itu. Diciuminya pipi winita itu, lalu bibirnya. Mereka saling membalas ciuman, dan akhirnya ayah menciumi leher wanita yang lebih muda darinya itu. Aku tahu bagaimana adegan ini berlanjut dan segera meninggalkan tempat itu menuju mobil. Aku menangis lagi tak kuasa melihat yang ayah lakukan, setega itu mengkhianati keluarga, mengkhianati ibu.
Dengan masih menangis aku kembali pulang dan mencoba melupakan apa yang baru saja aku lihat. Tidak bisa, aku tidak bisa melupakannya.Besok paginya dengan tidak aku duga ayah pulang. Namun aku tidak tahu harus senang atau marah. Yang aku tahu aku muak melihat wajahnya. Tidak seperti biasanya ayah membiarkan mobilnya menyala. Pria itu segera mengambil televisi dan memasukannya ke dalam mobil lalu masuk lagi dan kini hendak mengambil DVD Player. Aku segera menghalangi langkahnya dan menanyakan mau dibawa kemana itu, ayah menatap mataku sejenak lalu membentak aku segera dia menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah. Aku yang marah segera mengikuti langkahnya dan ingin mengumpatnya.
Langkahku terhenti ketika ayah membuka pintu mobil. Aku melihat wanita itu di dalam dan tertawa senang melihat ayah membawa barang-barang itu. Aku sangat marah, aku masuk ke dalam rumah dan membanting pintu depan dengan keras. Mobil itu berlalu dan aku hanya bisa menangis. Amarah menguasai aku dan kuraih kunci mobil dan menyusul ayah.
Benar saja mereka ada di dalam rumah itu. Aku segera masuk dan meminta ayah menceraikan ibu dengan baik baik, ayah dan wanita itu tertawa mendengar perkataanku. Pria tambun itu menyuruhku duduk. Dia mengatakan bahwa akan menceraikan ibu dengan baik-baik setelah proses pemindahan harta atas nama ibu selesai. Aku baru sadar bahwa seluruh aset keluarga kami atas nama ibu dan ayah akan menceraikan ibu setelah mendapatkan harta keluarga kami.
Aku keluar dari rumah itu dan kembali ke mobil. Saat itu amarah menguasai aku, tidak terima dengan kelakuannya kepada ibu kepada keluarga. Entah mengapa di dalam mobil ada tali dan pisau lipat, segera aku ambil dan mengendap-endap kembali ke rumah itu.
Wanita itu berada di ruang tengah sambil menonton televisi, televisi yang diambil dari rumah, televisi yang dibeli dengan susah payah. aku mengendap endap mendekati wanita itu lalu mencekiknya dengan tali. Wanita cantik yang saat itu mengenakan baju minim berteriak keras segera aku mulai mengeluarkan pisau lipat dari saku dan mulai menggoresnya pada wajah cantiknya itu. Mula mula aku menggoresnya pada pipinya lalu pada jidatnya. Aku gores panjang pada lengannya yang lembut, lalu aku terus menggores sekujur badannya dengan pisau lipat. Semakin keras teriakannya entah mengapa aku sangat senang.
Ayah keluar dari kamar mandi dan segera memukulku. Aku yang jatuh tidak jauh dari vas bunga segera mengambil vas bunga itu dan melemparkan tepat di kepala ayah. Ayah terjatuh, kepalanya mengeluarkan banyak darah. Aku melanjutkan menggoresi tubuh wanita itu di depan pria brengsek itu.
Wajah cantiknya kini hanya merah, lengannya yang halus itu merah, badannya yang dipuja puja pria brengsek itu juga merah. Lalu aku membakar rumah itu. Hari itu aku sangat bahagia. aku berdiri di depan rumah terkutuk itu dan tertawa sekencang-kencangnya sembari masih membawa botol plastik berisi bensin.
Warga sekitar berdatangan dan bergantian memukulku sembari berteriak kebakaran. Aku yang sedang dihajar masa masih tertawa bahagia dan akhirnya tak sadarkan diri.
Itulah ceritaku puluhan tahun lalu yang aku bangga-banggakan kepada teman-temanku. Mereka semua bertepuk tangan dengan ceritaku lalu satu persatu memberiku selamat dan menjabat tanganku.
Saat semua datang kepadaku aku hanya tertawa. Saat semua marah aku tertawa. Saat aku diinterogasi polisi aku terus tertawa. Saat mereka memasukanku dalam rumah sakit jiwa ini aku masih tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
rekomendasi cerita sad
De Todoso ini rekomendasi untuk cerita pendek ya tapi follow dulu baru baca okay by: Kim kïrrx Ig:(Ig ku banyak:)