sahabat sejati

7 0 0
                                    

Terdengar jeritan seorang anak dari dalam rumah nan mewah itu. Sang ibu segera berlari panik ke arah kamar anaknya, membuka pintu, dan melihat sang anak sedang terbaring lemas di kasurnya. Matanya bengkak, keringat mengalir dari wajahnya yang pucat, dan tubunya gemetaran hebat. Sepertinya mengalami mimpi buruk. Akhir-akhir ini mimpi itu selalu datang, dan mengganggu tidurnya. Mimpi yang sama, dan terjadi hampir setiap malam.

Si anak terlihat seperti orang yang sedang kehilangan akal, dia menggosok kedua tangannya, seolah ada noda yang lengket di sana, dan tidak mau hilang. Dia terus menggosoknya hingga tangannya memerah.
“Sudah hentikan,” si ibu terlihat panik, dan air matanya bercucuran, “Sudah tidak ada lagi sayang.” Si ibu menarik tangan anaknya itu.
“Tidak … masih ada, aku masih bisa melihatnya,” anaknya berkata dengan mata yang merah, dan air mata yang terus keluar, “Aku masih bisa melihatnya bu.” Dia terus menggosok tangannya seperti seorang yang sedang kesurupan.

Si ibu berlari ke arah lemari, membuka lacinya, dan mengambil sepasang sarung tangan panjang. Seperti orang yang sudah terlatih, si ibu kemudian memasangkan kedua sarung tangan itu ke tangan anaknya. Agaknya sarung tangan itu memiliki kekuatan, anaknya langsung berhenti menggaruk, dan mulai terlihat tenang. Air mata masih megalir dari pelupuk matanya. Dia memejamkan mata sejenak, lalu membukanya. Bibirnya masih gemetar. Sesekali dia melirik ke arah foto yang berada di atas meja belajarnya, lalu memalingkan wajah lagi.

Setelah melihat anaknya tenang, si ibu memutuskan keluar dari kamar, dan membiarkan si anak istirahat. Ia menagis sesenggukan di belakang pintu, ia mendekap mulutnya dengan kedua tangannya, agar anaknya yang berada di kamar tidak mendengat suara tangisannya.
Anak itu masih terbaring di atas ranjangnya, melihat ke langit-lagit kamar untuk mencari ketenangan, tapi tidak berhasil. Ia menahan diri untuk tidak melihat foto yang berada di atas lemari belajarnya. Semakin dia mencoba mengalihkan pikiran, semakin matanya terus mengarah ke foto itu. Dua orang remaja pria mengenakan seragam sekolah, terlihat saling merangkul, dan tersenyum mengarah ke kamera. Foto itu diambil ketika keduanya masih duduk di bangku sekolah. Rupanya saat itu temanya lupa mengerjakan tugas Bahasa Inggris, dan untuk menghindari hukuman, keduanya memutuskan untuk tidak masuk kelas.

“Doni, seharusnya kau tidak ikut bolos denganku. Bukankah kau sudah mengerjakan tugasmu?” tanya temannya.
“Well, bukankah seharusnya kau juga mengerjakannya?” Doni balik bertanya.
“Sebenarnya aku sudah mengerjakannya, tapi—”
“Tertinggal di rumah?” Doni langsung memotong pembicaraan temannya itu. “Sudahlah, anggap saja ini bentuk kesetiaan kawanku padamu.”
“Kalian seharusnya berada di kelas!” Seseorang berbicara dari arah belakang mereka.
“Bukannya kau juga seharusnya berada di kelas, sedang apa kau di luar sini?” Doni berkata dengan nada sinis.
“Aku sedang mengerjakan tugas dari osis.” sambil menunjukkan kamera yang dipegangnya. “Kau lupa kalau aku ini juru kamera sekolah?”
“Kalau begitu lanjutkan tugasmu, dan jangan ganggu kami.” Doni terlihat kesal dengan nada cetus orang itu. “Heri, ayo kita pergi, sebelum juru kamera sekolah ini mengadukan kita pada guru.” Doni sedikit menegaskan kata juru kamera sekolah dengan nada menghina.
“Sudah-sudah jangan berantem gitu donk,” Heri menengahi. “Paul, kenapa kau tidak mengambil foto kami berdua?”
“Dan kenapa aku harus mau melakukannya?” Paul terlihat sedikit marah. Rupanya dia tersinggung dengan nada sinis Doni tadi.
“Oh, ayolah. Sebentar lagi kita akan lulus dari sekolah ini. Mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi. Jadi jika kau rindu pada kami, kau bisa melihat kami dari foto itu.” Heri berkata dengan nada ramah.
“Baiklah, aku akan melakukannya. Walaupun aku tidak yakin akan merindukan dua orang perusuh di sekolah ini.”
Heri menarik lengan Doni yang terlihat jual mahal. Keduanya berangkulan, dan tersenyum senang ke arah kamera.

Seketika pria muda yang di dalam kamar itu tersentak dari lamunannya. Dia kembali memejamkan matanya, dan tanpa disadari, air mata keluar dari pelupuk matanya yang bengkak. Masih segar di ingatannya seolah kejadian itu baru terjadi kemarin. Tidak terbendung lagi rasa sakit yang ada di dadanya. Seolah semua penderitaan bertumpuk di sana, dan tidak bisa keluar.

rekomendasi cerita sadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang