Malam ini lukas masih sibuk memainkan laptopnya, ia tengah menyusun data anggaran dan biaya operasional yang cukup menyita banyak waktu, keadaan malam yang cukup senyap semakin menambah kefokusan lukas yang memang tidak terlalu suka menumpuk-numpuk pekerjaan.
"Haus banget!" Keluh lukas yang mulai merasa dahaga dikerongkongannya, ia memang telah melewatkan makan malam hari ini , selain karena sibuk mengerjakan tugas pria itu juga sengaja melewatkan makan malam karena melihat abil yang tengah tertidur lelap yang membuat ia tak tega membangunkan abil untuk mengajak anak itu makan malam.
Dengan posisi laptop yang masih menyala dan berkas-berkas yang tertumpuk rapi dimeja kerja, lukas langsung bangkit dan berjalan pergi kedapur. Ia meneguk cepat air dari botol dingin dikulkas yang biasanya sengaja ia letak diatas freezer setiap pagi karena memang hobinya yang menyukai aiar dingin.
Disaat tengah meneguk minuman, kedua matanya tak sengaja melirik kearah bungkusan nugget yang membuatnya lapar sehingga ia memutuskan langsung memasak nugget tersebut tanpa pikir panjang an menyatukan nuggett dengan lauk pauk beserta nasi. Akhirnya lukas memutuskan untuk makan malam ditengah malam, ia memang tadi siang melewatkan makan makanya kini ia mulai kelaparan.
Tak menunggu waktu lama, ia menyelesaikan makannya dan berniat bergegas kembali kekamar untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun entah kenapa kedua langkah kakinya berhenti tepat didepan pintu kamar abil yang setengah terbuka dan dimana saat itu abil sedang terduduk dipinggir ranjang dengan keringat yang bercucuran dan jemari yang sedikit gemetar.
"Kau sedang apa?" Tanya Lukas sambil menyandarkan diri didnding kamar abil, "Mimpi buruk lagi?"
Abil hanya mengangguk saja, nafasnya tersengal-sengal .
"Mimpi yang sama? emangnya kau mimpi apa sih?" Tanya Lukas yang mulai penasaran, karena selama dia tinggal dengan abil sudah hampir berkali-kali anak itu selalu mimpi buruk.
"Papa..."
"Emangnya kenapa dengan papamu? kau rindu papamu ya?" Lukas berjalan mendekat disebelah abil mencoba untuk mendengarkan abil yang saat ini sedang ketakutan.
"Paman!" Panggil Abil .
"Ah?"
"Kenapa ada orang yang selalu membenci papa?" Tanya Abil , lukas yang mendengarkan pertanyaan abil langsung kaget dan bingung.
"Apa maksudmu? kau ini masih terlalu kecil untuk masalah seperti ini, lagian ini juga urusan ayahmu bukan urusanmu" Ketus Lukas yang tak bisa memahami bagaimana anak seusia abil bisa memikirkan hal seperti itu seakan-akan ia menganggap ayahnya lah korban dari kebencian orang lain.
"Papa selalu menangis dan berteriak setiap malam diruang kerjanya, ia selalu membuat mama sedih dan membuatku takut! Papa selalu jadi orang yang berbeda setiap malam ....Dia selalu meminta maaf sama seseorang dan membuat ruang kerjanya berantakan"
"Jadi itu yang selalu kau mimpikan?" Abil mengangguk.
"Papa bilang kalau ia sangat menyesal dengan orang itu, makanya ia tidak mau pulang kembali ke indonesia karena papa udah membuat teman yang paling disayanginya itu terluka"
"Teman?" Lukas bingung, setahu dia hubungan azka dan teman-temannya tidaklah buruk dan satu-satunya kesalahan kebesaran azka hanyalah padanya dan bunda.
"Iya paman, karna orang itu abil selalu kesepian ....kadang papa selalu berubah jadi orang yang gak abil kenal . Abil benci orang itu! memang apa salahnya sih memaafkan papa? papa bilang juga kalau papa udah minta maaf sama dia tapi kenapa dia gak mau maafin papa? coba aja dia maafin papa, pasti kami udah tinggal diindonesia dan kejadian gempa itu gak bakal terjadi dan membuat mereka pergi dari abil" Lirih Abil sambil menunduk mencoba menahan air matanya.
Lukas tidak tahu harus berbuat apa, satu-satunya yang hanya bisa dilakukannya saat ini ialah memeluk abil dan menenangkan anak itu. Tentunya ini adalah pertama kalinya lukas memeluk abil dengan sepenuh hati, ia bisa tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang dan merasa kesepian tiap malam.
"Abil minta maaf ya paman karena kemarin bilang kalau abil benci paman"
"Iya gak apa-apa , paman ngerti kok"
"Paman gak benci sama abil kan?" Tanya Abil, ia melepaskan pelukan lukas.
"Gak ada alasan paman buat membencimu, kau itu anak yang baik kok"
"Abil juga sebenarnya gak pernah membenci paman, abil malu bilangnya.... tapi ...abil sangat gak mau kehilangan paman seperti abil kehilangan papa dan mama" Ucap abil ragu. Lukas tertegun, entah kenapa ia merasa senang mendengarkan abil yang teramat membutuhkannya dan baginya ini adalah pertama kali ia merasa sangat dibutuhkan oleh seseorang.
"Makasih ya" Ucap Lukas untuk kali pertama, ia tak bisa lagi mengatakan apapun selain kata itu yang terlintas dibenaknya.
"Yaudah kau tidur ya, paman mau tidur juga" Ucap lukas, abil mengangguk dan langsung membaringkan diri diaats ranjang yang juga dibantu oleh lukas . Pria itu menyelimuti abil dan membiarkan lampu kamar menyala lalu ia kembali kekamarnya.
Lukas kembali menatap layar laptop, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal dibenaknya dan tanpa sadar dirinya langsung membuka pesan terarsip di email . Untungnya sebelum pesan itu terbuka, ia langsung menghentikan tangannya dan langsung menutup laptopnya.
"Teman? " Tanyanya lagi seakan kata itu terdengar tidak asing bagi lukas, ia mencoba mengingat-ngingat kembali sampai akhirnya sebuah ingatan terlintas jelas padanya.
"Itu aku..." Wajah Lukas tampak kaget, namun segera raut wajahnya berubah menjadi menyebalkan. Ia tersenyum licik dan meremas kertas dokumen dengan kuat sampai kusut.
"Bisa-bisanya ia masih menggila kayak gitu hanya karena aku? emang sejak kapan dia minta maaf?" Gumam kesal Lukas, ia masih tak bisa mencerna kenyataan ini dan semua hal yang dikatakan abil barusan dan dengan penuh kebimbangan lukas mengeluarkan seluruh kata makian yang ada didalam pikirannya.
"Ia menghancurkan kepercayaanku, kenapa juga ia merasa bersalah? atau jangan-jangan abil salah kali ya?" Lukas menjambak rambutnya, kini kepalanya sedikit pusing dengan urat nadi yang mulai tampak dipergelangan tangan seakan ia telah siap memukul seseorang sebagai bentuk pelampiasan amarahnya.
Baginya semua ini terasa tidak adil, kini hanya sebuah kebingungan yang menghantui pikiran lukas sampai-sampai lukas memutuskan membuka email terarsip dilaptopnya demi bisa memuaskan perasaan bimbangnya.
"Ini adalah pesan kesekian kalinya yang kuputuskan untuk kukirim kepadamu, kau pasti bisa membayangkan betapa penakutnya aku sampai-sampai memilih bersembunyi dan membiarkanmu terluka parah padahal saat itu kau butuh genggaman tanganku . Kali ini aku gak ingin meminta pembenaran darimu atau meminta kau memahamiku karena kakak menyedihkan sepertiku gak pantas untuk dikasihani olehmu. Ngomong-ngomong , hari ini adalah ulang tahunmu yang ke 20 kan? wah usia yang cukup matang untuk menjadi lebih dewasa dan mengejar impian seperti yang dulu kita bicarakan bersama. Maaf ya adik.." Lukas yang membaca pesan itu tidak bisa lagi berkata apa-apa, ia langsung menutup layar laptopnya begitu selesai membaca pesan itu.
"Aku butuh jawabanmu bukan permintaan maafmu!!" Bentak Lukas yang langsung bangkit dan pergi keteras rumah, ia terduduk lemas diteras rumah dan meringkuk sembari menangis . saat itu waktu telah menunjukan pukul 2 malam dan hanya bunyi serangga terbang yang menemani kesedihan lukas.
Entah perasaan yang bagaimana untuk menggambarkan suasan hati lukas saat ini, ia benar-benar larut dalam kesedihannya. Lukas tak habis pikir dengan sikap azka yang selalu saja membuatnya marah dan bimbang disaat yang bersamaan, Azka yang harusnya menjadi teman sekaligus kakak laki-laki kesayangan lukas bukan sebagai musuh yang paling dibenci oleh lukas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT BIRU
Genel Kurgu~TAMAT~ Lukas tumbuh menjadi seorang pemuda kasar yang masih memendam kebencian terhadap kakaknya, entah penyebab apa yang membuat hati pemuda itu terasa kaku untuk sekedar memaafkan Sang kakak. Hingga sang takdir ikut mempermainkan kehidupannya , p...