MENINGGALKAN MEDAN (2)

61 3 0
                                    

Hari telah menunjukkan pukul setengah satu siang, sepertinya cuaca sangat terang dan terasa panas hari ini. Untungnya Lukas berada didalam mobil sehingga ia dapat mendinginkan dirinya dengan AC mobil yang memang telah menyala sejak tadi pagi, namun bagaimana dengan beberapa anak jalanan yang selalu saja terlihat olehnya setiap kali mobilnya itu terperangkap disesaknya lampu merah dan kemacetan kota.

Jika diperhitungkan sejak keberangkatan mereka tadi pagi, sudah ada tiga kali pria itu merogoh kantong untuk memberikan lembar uang kepada anak-anak jalanan yang mengamen didekat mobilnya.

Adapun alasan pria itu melakukan hal terpuji tersebut karena ia merasa bersyukur Tuhan telah memberikannya seorang ibu yang sangat baik ingin mengasuhnya, sekali lagi tak pernah ada habisnya untuk mengatakan bahwa lukas takkan bisa membayangkan kalau saat itu bunda memilih untuk membuangnya maka bisa saja ia juga berada diposisi anak-anak malang tersebut.

"Makasih ya pak, semoga bapak ketujuan dengan selamat dan diberikan rezeki yang lebih oleh Allah SWT" Ucap salah seorang anak laki-laki berpakaian lesu yang tengah menggandeng erat adik perempuannya yang masih berusia 6 tahun, ia terlihat senang menerima uang merah yang diberikan lukas.

"Iya, sama-sama. Semoga uangnya cukup buat makan kalian ya" Jawab Lukas sembari menutup kaca jendela mobil.

Selang tak beberapa lama, kebetulan saja lampu berganti menjadi warna hijau yang membuat lukas kembali menjalankan mobilnya menjauhi kedua anak tersebut.

Ia sebenarnya adalah orang yang tidak pelit, hanya saja kepribadiannya yang mudah berubah-ubah dengan tingkat emosi yang menggebu-gebu membuat semua orang selalu berburuk sangka padanya. Apalagi ia lebih sering menggunakan kata-kata kasar saat berbicara dengan orang lain dan wajah tak bersahabat yang memberikan kesan buruk dengan para bawahan ataupun partner kerjanya.

"Papa.." Lirih pelan Abil didalam tidurnya , ia masih memejamkan kedua matanya tetapi keringat telah membanjiri sekujur kulitnya.

Tetapi bukannya perduli, lukas malah bersikap acuh dan sibuk mengeraskan volume musik mobil kembali sembari memperhatikan jalanan. Jika kita lihat kembali bagaimana ia terlihat sangat berbeda dalam memperlakukan anak jalanan tadi dan keponakannya sendiri membuat siapapun pasti akan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Lukas dimasa lalu sampai-sampai ia tak pernah bisa membuka hatinya sedikitpun pada keponakannya ini.

Jika memanglah ia membenci abil karena anak itu seperti salinan sang kakak secara fisik, tetapi masa hanya karena itu ia sampai mengacuhkan keberadaan abil. Hal itu sangatlah tidak adil bagi abil, ia hanya anak kecil berusia 10 tahun yang tidak tahu apa-apa tentang hubungan renggang antara paman san ayahnya sendiri dan bahkan ia juga tak mengetahui kesalahan apa yang diperbuat sang ayah sampai membuat pamannya semarah itu.

Tentu saja hal ini bukanlah kesalahan yang pantas ditanggung abil, dan sikap lukas benar-benar sudah keterlaluan sama sekali seakan ia sama sekali tidak ada bedanya dengan sang ayah.

"Papa..!!!" Teriak Abil yang langsung membuka mata dalam sekejap, ia mengembalikan kursi mobil keposisi semula dan tangannya seakan-akan sedang merabah botol minum.

Abil terlihat kehausannya sampai meneguk setengah botol air putih, ia terlihat baru saja habis mimpi buruk dengan denyut nadi yang bergerak tak beraturan.

"Baguslah kau sudah bangun, kebetulan kita udah mau nyampek kota kisaran jadi kita bisa cari rumah makan atau kafe dikota kisaran" Lukas masih sibuk memperhatikan jalan raya yang diselimuti kelapa sawit dikanan dan kiri jalan.

"Iya paman" Jawab singkat Abil, suaranya terdengar lemas dan masih cukup ketakutan. Tak ada sedikitpun niat pria itu untuk sekedar Bertanya mengenai kekhawatiran abil ataupun mimpi buruk yang barusan dialaminya.

LANGIT BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang