MANAJER YANG SOMBONG

45 5 0
                                    

Jam telah menunjukkan pukul 12 siang, waktu yang tepat untuk beristirahat dan menikmati makan siang keluarga dirumah bagi seluruh pekerja dikantor. Namun berbeda dengan lukas yang masih saja sibuk menyelesaikan pekerjaanya dan membuat ia melupakan janjinya pada abil, Padahal sudah berkali-kali ia melihat beberapa orang yang berlalu-lalang didepan ruangannya dan sudah ada 3 kali Pak Baim mengingatkan lukas untuk segera beristirahat tetapi lukas tidak mengindahkan hal tersebut.

"Pak, waktunya jam istirahat! Bapak mau gabung buat makan siang dikantin kantor atau makan dirumah saja?" Tanya Pak Baim lagi yang sudah keempatkalinya memasuki ruangan lukas.

"Duluan saja, saya masih banyak pekerjaan" Jawabnya singkat.

"Makan siang dulu yuk pak, ayolah istirahat sebentar" Ajak Baim yang masih berusahakeras mengingatkan Atasannya itu.

"Saya belum lapar! anda bisa duluan aja , mendingan anda urusin hidup anda sendiri daripada sibuk urusin hidup saya " Sekali lagi perkataan kasar keluar dari mulut Lukas.

"Maaf bila mengganggu waktu bapak, yasudah saya izin duluan buat istirahat ya pak " Baim tak berniat membalas perkataan kasar lukas, namun ia malah kembali memperlihatkan wajah ramahnya tersebut dan menutup kembali pintu ruangan lukas.

"Sabar lukas!" Lukas berusaha menurunkan kadar emosinya, ia langsung meneguk kopinya yang sudah dingin karena sedari pagi tidak ada disentuh, setelah ia rasa suasana hatinya mulai membaik pria itu kembali melanjutkan pekerjaannya sembari mendongak kearah jam dinding sesekali.

"Belum Adzan Zuhur, masih sempatlah ngerjain sedikit lagi" Gumam lukas yang kembali antusias, tanpa merasa kalau ia telah melupakan keponakannya yang masih menunggu kepulangannya dirumah dan bahkan ia juga belum sempat mendatangi sekolah yang ada diperkebunan.

Hingga suara handphone pria itu kembali berdering, tentunya begitu lukas melihat panggilan telepon itu dari sang bunda lantas tak membuat lukas ragu untuk menerima panggilan itu padahal sebelumnya baim sangat kesulitan menghentikan lukas dari pekerjaannya itu.

"Iya bun, kenapa bun?" Tanya lukas sembari menyandarkan diri dikursi.

" Gak ada apa-apa kok, seperti biasanya bunda cuman mau ingetin kamu buat makan siang ya "

"Iya kok bun, ini Lukas mau makan siang jadi bunda gak usah khawatir ya" Ucap lembut Lukas.

"Baguslah nak, oh iya gimana hari pertama kamu disana? senang banget pasti ya ? " Tanya bunda yang suaranya terdengar sangat bahagia layaknya seorang ibu yang pasti merasa bahagia melihat anaknya bisa meraih impian dan cita-cita yang selama ini didambakan sang anak.

"Menyenangkan kok bun, makasih ya bun karena selama ini udah mensupport lukas dan selalu mendampingi lukas"

"Bunda yang harusnya berterimakasih sama kamu udah mau berbakti sama bunda dan menjaga bunda selama bunda sakit, kamu itu anak kebanggaan bunda dan adik kesayangan Azka" Ketika mendengarkan nama Azka disebut oleh bunda, rasanya telinga lukas terasa sakit dan perasaan kesalnya mendadak muncul.

"Azka bukan kakakku bun, lagian sekarang kita gak usah bahas dia dulu ya" Ucap lukas yang berusaha bersikap tenang agar tidak menyakiti perasaan bundanya.

"Oh iya, bunda udah makan dan minum obat?" Tanya lukas mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Udah kok, yaudah bunda tutup panggilannya ya takutnya kamu gak sempat makan siang kalau kelamaan teleponan sama bunda"

"Enggak ganggu kok bun, yaudah nanti kalau ada waktu lukas yang balik hubungi bunda ya" Lukas menuutp panggilan duluan setelah mendengarkan jawaban setuju dari sang bunda, ia kembali mendongak kearah jam dinding dan langsung menutup layar laptopnya.

"Sholat dulu lah, lagian kalau ditunda jadi bakalan malas lagi kayak kemarin-kemarin" Gumamnya, memang benar sih apa yang dikatakan lukas bahwa semakin ditunda rasanya akan terasa malas dan memang jujur saja sikap lukas kali ini mulai sedikit berubah dan sepertinya ia mulai perlahan menerima takdir yang diberikan tuhan padanya. Kini perlahan-lahan walaupun hanya sedikit ia kembali menjadi lukas yang dulu.

Tak ada yang tahu alasan lukas mulai bersikap seperti ini, seakan takdir mulai mengotak-atik dunia dan seluruh hatinya tersebut meskipun sifat kasar dan emosinya itu sama sekali belum berubah serta kebenciannya pada sang kakak benar-benar tidak berkurang sedikitpun , namun setidaknya ia mulai sedikit rajin beribadah dan bersikap lunak pada keponakannya.

Mungkin saat ini dua hal itu saja sudah lebih dari cukup untuk diperbaiki oleh lukas, dua hal yang nantinya akan mewarnai kehidupan lukas yang sangat gelap dan hanya dipenuhi oleh semak belukar dan api kebencian saja.

Setelah usai beribadah, bukannya makan siang malahan pria itu kembali keruangan dan melanjutkan pekerjaannya yang ia rasa masih terlalu banyak , bahkan sapaan dari beberapa anggotanya saja tak digubris oleh lukas yang hanya bersikap acuh dan menatap lurus kedepan .

"Pak, Gak ada gunanya sombong disini! apalagi anda masih manajer baru" Teriak salah seorang manajer dari divisi yang berbeda, sepertinya beliau sangat tidak suka akan sikap lukas yang mengabaikan sapaan ramah para anggota.

"Bukan urusan anda!" Tukas tajam Lukas sembari mendongakkan badan dan menatap tajam pada sumber suara itu, ia bisa melihat seorang Pria berusia kepala empat dengan rambut setengah beruban dan wajah yang mulai mengerut menatapnya kesal.

"Anda harusnya mencontohkan sikap pemimpin yang baik bagi anggota anda, bukan malah bersikap seperti ini seakan-akan anda gak pernah belajar menjadi seorang pemimpin dan bersikap sosial didalam lingkup perkantoran saja" Nasihat Pria itu yang perlahan berjalan mendekati Lukas.

"Sudah saya bilang bukan urusan anda, lagian saya gak ada waktu meladenin anda dengan pekerjaan yang masih menumpuk"

"Huftt..kalau menumpuk kan bisa dikerjakan bareng-bareng , lagian bukannya segala hal bisa dikerjakan dengan cara kerja sama bukan bersikap individualitas dan merasa perfect sendirian! Anda ini makhluk sosial jadi harusnya menjalin ikatan silaturahmi apalagi dilingkungan baru bukan malah bersikap sombong dan egois " Ketus panjang pria itu, lukas yang mendengarkannya tak bisa lagi menahan emosi dan langsung pergi begitu saja, bukannya ia takut hanya saja lukas tidak ingin kelepasan sampai memukul pria itu dan malah membuat masalah dihari pertamanya bekerja disini.

Lukas juga merasa waktunya akan sia-sia bila meladeni amarah dari orang asing yang berusia lebih tua darinya, seakan-akan ia bisa melihat sosok ayahnya dulu yang selalu saja memandangnya rendah dan tak pernah menganggapnya sebagai manusia. Ia sungguh tak mau melampiaskan seluruh emosinya itu pada pria asing tersebut seperti dulu saat ia di bangku kuliah dimana ia mendapatkan masalah dan beasiswanya terancam dicabut karena memukul salah satu orang tua teman kelasnya yang memandang rendah dirinya.

Lagian bagi lukas tak ada hal penting yang harus diperbaiki dari dirinya, karena memang lukas juga tak membutuhkan teman ataupun pasangan dihidupnya selain menjaga sang bunda dan mengejar karir dan impiannya saja. Baginya , pertemanan adalah hal paling menyusahkan didunia dan bagi lukas teman hanayalah seseorang bermuka dua yang hanya mampu menusuk dari belakang saja dan suka memanfaatkan orang lain .

Dengan perasaan yang masih kesal, lukas kembali melanjutkan pekerjaannya tersebut dan berusaha merancang hasil terbaik untuk karirnya dan perusahaan ini, mungkin hanya itulah yang ingin ia perlihatkan dan memang kenyataannya lukas tumbuh menjadi seseorang yang gila akan pujian dari atasan seakan-akan hal itu adalah hasil pelampiasan yang aad dibenaknya karena gagal mendapatkan pujian dari sang ayah yang selalu membandingkan lukas dengan mendiang kakaknya, Azka.

LANGIT BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang