"Paman!!!" Teriak Abil yang membuat lukas langsung menghentikan kompor dan berjalan menghampiri kamar abil, hingga akhirnya langkah kaki lukas terhenti tepat diambang pintu tatkala saat ia menyadari kalau namanya dipanggil oleh abil.
"Paman, Abil Takut!!" Abil terduduk diatas ranjang dan meringkuk menggenggam erat selimutnya yang membuat lukas hanya bisa berdiri kaku ditempat dan tak berhenti menatap abil. Lukas tak melakukan apa-apa kali ini, bukan karena ia marah ataupun terganggu saat namanya dipanggil abil melainkan karena ia bingung harus berbuat apa pada anak itu.
Ia merasa bingung dan kaku untuk melakukan apa selain hanya menatap abil yang meringkuk ketakutan, sebab sebelumnya ia bakal memarahi abil setiapkali anak itu menangis namun kini ia merasa bingung dan memang kenyataannya ia belum memiliki pengalaman mengasuh anak ataupun adik.
Cukup lama Lukas hanya berdiri diambang pintu sampai tangisan abil mulai mereda dan yang tersisa hanya kedua tangannya yang masih gemetar hebat akibat mimpi buruk yang dialaminya.
"Kau sudah baikan?"Tanya datar lukas, kini ia mulai bersuara tanpa sedikitpun berniat mendekati dan memeluk anak itu. Abil hanya menggelengkan kepalanya saja dan masih terlalu ketakutan untuk sekedar menjawab pertanyaan lukas.
"Mimpi tentang papamu lagi?" Tanya Lukas, ia mulai bersikap sedikit lunak pada abil meskipun nada bicaranya yang tampak terdengar menggertak itu belum bisa dihilangkannya.
"Kenapa diam? pertanyaanku salah? " Lukas perlahan-lahan melangkahkan kakinya mendekati abil dan tanpa menunggu lama ia langsung berdiri dihadapan anak itu dan mendaratkan tangannya secara perlahan-lahan diatas kepala abil.
"Jangan menangis, ini masih jam setengah enam subuh dan jangan buat kebisingan di tempat baru ini" Ketus Lukas yang lebih terdengar sedikit keras intonasi suaranya daripada berusaha berbaikan, meskipun jauh dilubuk hati lukas kalau dia sedang berusaha menerima anak ini untuk hadir dikehidupannya.
Abil hanya mengangguk saja dan langsung memeluk lukas seerat-eratnya, tentunya hal ini membuat lukas terkejut dan hanya bisa mematung sembari membiarkan abil memeluknya sebab ia juga tak ingin kembali bersikap kasar pada anak itu.
"kau pasti sedang merindukan ayah dan ibumu" Ucap lukas lagi, seakan-akan ia mencoba berusaha memahami apa yang sedang dirasakan abil seperti dirinya beberapa tahun lalu saat ia pernah merindukan sosok seorang ayah sampai membuatnya terpaksa harus memeluk sang bunda .
"Yaudah, kali ini aku membiarkanmu buat memelukku sepuasnya selama 30 menit, setelah itu tolong hapus air matamu dan jangan menangis lagi!" Ucapnya tanpa berusaha menolak pelukan Abil.
Sekitar tiga puluh menit lamanya lukas hanya berdiri saja menemani abil dalam tangisnya, sampai akhirnya ia sendiri yang melepaskan pelukan itu dan mengambil tongkat bantu abil diatas laci dan menyerahkannya kepada anak itu.
"Sekarang kita bisa sarapan pagi!" Ucap singkat lukas yang kali ini tak ingin banyak mengeluh ataupun membentak abil, tapi malahan kedengarannya ia seperti lelaki kikuk yang tak pandai bersikap ramah dan bagi abil kalau sikap pamannya sama sekali tak berbeda dari sebelum-sebelumnya dan palingan hanya tingkat emosi lukas saja yang sedikit membaik dalam memperlakukan abil.
"Aku tunggu didapur ya!" Lukas langsung berjalan meninggalkan abil yang masih duduk diranjang sembari menggenggam tongkat bantu itu.
"Paman?" Panggil abil, mau tak mau sekali lagi lukas hanya bisa mengalah dan mendongak kebelakang merespon sahutan abil.
"Makasih ya paman" Ucapan terimakasih abil membuat perasaan geli dihati lukas, ia tak banyak memperlihatkan ekspresi ataupun sekedar menjawab balik ucapan terimakasih abil, lelaki itu hanya berdehem saja dan pergi begitu saja .
*****
"Pokoknya kamu dikamar aja dan jangan pergi keluar rumah apalagi sampai ke dapur, lagian aku udah taruh kulkas mini didalam kaamr kamu jadi kalau butuh snack ataupun haus bisa ambil dikulkas" Perintah lukas sambil memasang tali sepatunya didalam kamar abil.
"Oh iya, pintunya aku kunci dari luar dan nanti siang aku bakal balik kesini buat makan siang"
"pakaian abil mana? abil kan mau mandi"
"Nanti siang aja, koper kamu masih berantakan diruang tamu dan belum aku susun "
"Baik paman"
"Bagus, yaudah ada lagi yang mau ditanyakan lagi?" Abil mengangguk semangat.
"Oke, mau nanyak apa?"
"Kapan abil bisa sekolah lagi? "
"Hmmm...kalau masalah itu coba aku tengok dulu ya kalau memang gak bisa nanti aku panggil guru buat datang kerumah jadi kamu sekolah homeschooling aja "
"Gak bisa gimana maksudnya? "
"Udah jangan banyak tanyak deh, nanti aku terlambat jadi nanti aja kita bicarakan ya" Lukas langsung pergi meninggalkan abil sendirian dirumah, ia segera membawa mobilnya menjauh dari perumahan staff menuju kantor .
Mobilnya ternyata telah sampai di kantor dengan cepat diluar perkiraannya , tak disangka jarak kantor dan rumah tidaklah terlalu jauh dan bahkan tak menghabiskan waktu lebih dari lima belas menit. Tentunya begitu tiba dikantor langsung saja ia disambut oleh Pak Baim yang merupakan asisten manajer dan pak baimlah yang langsung memperkenalkan Lukas kepada seluruh departemen yang ada disana dan seluruh karyawan yang bekerja dibawah naungannya.
Perkenalan disini sama sekali tidak jauh berbeda seperti biasanya, ia tampak bersikap datar dan sama sekali tidak perduli atas keramahan anggotanya . bahkan saat pembentukan program kerja saja pria itu masih bersikap perfeksionis yang emosional padahal ini adalah hari pertamanya bekerja , palingan kyang berbeda hanya semangat dan antusiasnya saja yang lebih besar daripada saat berada dikantor pusat.
Sehingga tak menunggu waktu seminggu ataupun dalam hitungan detik saja, lukas telah membuat banyak permusuhan dengan beberapa divisi dan bahkan meninggalkan kesan buruk kepada para anggotanya terkecuali Baim yang memang sudah memaklumi kepribadian lukas berhubungan memang baim adalah rekan kerja yang sudah berpengalaman dan berusia kepala empat jadi wajar saja baim terlihat tidak terlalu kesulitan menghadapi sikap lukas tersebut yang memiliki usia lebih muda darinya.
"Jadi bagaimana kesan bapak dihari pertama bekerja disini?" Tanya Pak Baim, lukas yang masih sibuk menatap layar laptopnya cuman bisa mengacuhkan pertanyaan sapaan Baim saja.
"Pak, berusaha melakukan yang terbaik itu memang bagus tapi mengacuhkan ikatan dengan orang lain itu gak baik loh pak " Ucap lembut Pak Baim yang sedari pagi memang tengah duduk disebelah Lukas.
"Apa saya sudah membuat jengkel anda, pak?" Tanya lukas yang masih fokus mengetik dilaptopnya.
"Alhamdulillah tidak kok, saya cuman ingin menjadi sedikit lebih akrab dengan bapak apalagi bapak masih baru disini"
"Saya gak punya waktu buat berteman pak, mungkin lain kali saja"
"Hmmm...sebentar lagi sudah mau makan siang, bapak masih muda jadi jangan sampai lupa makan siang hanya karena pekerjaan dan lagian kalau ada apa-apa bapak bisa minta bantuan saya ataupun yang lain kok"
"Bapak ! jujur ya bapak itu mengganggu saya jadi tolong diam!" Ucap kasar lukas, ia benar-benar terlihat kesal karena telah diceramahi oleh Pak Baim , namun sekali lagi ucapan kasar lukas yang juga sudah lebih dari tiga kali didengar baim sejak tadi pagi sama sekali tidak membuat Baim marah sama sekali.
"Antusias Bapak itu sama seperti saya waktu muda, saya jadi merasa teringat masa lalu ya" Baim hanya tersenyum saja dan menepuk bahu Lukas.
"1 jam lagi jadwal makan siang, nanti bapak bisa kembali pukul 2 sore ya " Baim mencoba mengingatkan atasannya itu, lalu beranjak dari ruangan Lukas yang sama sekali tidak menggubris kebaikannya itu.
Baginya, ia harus lebih serius bekerja untuk memberikan hasil terbaik diperkebunan ini tanpa pernah menyadari bahwa kerjasama malah jauh lebih memudahkannya daripada ia harus repot-repot melakukan semua hal sendirian seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT BIRU
General Fiction~TAMAT~ Lukas tumbuh menjadi seorang pemuda kasar yang masih memendam kebencian terhadap kakaknya, entah penyebab apa yang membuat hati pemuda itu terasa kaku untuk sekedar memaafkan Sang kakak. Hingga sang takdir ikut mempermainkan kehidupannya , p...