VASYA

34 2 0
                                    

Semenjak kejadian dihari itu, abil telah menjadi orang yang berbeda dari biasanya dan ia lebih sering terlihat murung dan mengacuhkan keberadaan lukas , sampai-sampai pria itu tidak sengaja kelepasan emosi dan membentak keponakannya itu. Bukan hanya itu saja, sudah beberapa hari ini juga abil jarang sekali menghabiskan sarapannya dan pernah juga hampir berkali-kali ia tidak menyentuh sedikitpun piringnya yang membuat pria pemarah itu semakin kerepotan.

"Kau masih marah samaku?" Tanya Lukas yang sedang bersiap-siap untuk pergi bekerja, ia tengah berdiri diambang pintu kamar abil sembari merapikan kemejanya. Abil tidak merespon hanya sedang berpura-pura tidur saja mengacuhkan kehadiran lukas seakan ia tidak lagi memiliki minat apapun dan motivasi sedikitpun untuk menjalani hidup.

"Hmm...oh iya Nanti paman gak pulang siang ya soalnya ada janji pertemuan dengan guru privatmu jadi kau jangan sampai gak makan dan jangan nakal" Sekali lagi tak ada jawaban dari anak laki-laki itu.

"Aishh...benar-benar menyebalkan" Keluh pelan Lukas yang langsung pergi tanpa bisa berbuat banyak, ia juga sebenarnya bingung harus melakukan apa untuk membujuk keponakannya itu. Namun hal yang paling ia ketahui bahwa ia telah menjalankan kewajibannya sebagai wali abil dan ia juga tak memiliki banyak waktu untuk membujuk abil sampai-sampai harus membuatnya terlambat ke kantor.

Baginya masalah dirumah adalah masalah kecil yang tidak terlalu perlu dipikirkan hingga harus mengganggu pekerjaan dikantor, jadi sesuai dugaan dengan santainya lukas mengerjakan perkerjaannya dikantor dan melaksanakan pemeriksaan periodik dilapangan tanpa harus mengkhawatirkan abil sedikitpun.

Hingga tak terasa , waktu istirahat membuat lukas segera beranjak dari dunia yang paling dicintainya yang tak lain ialaha dunia pekerjaan . Ia langsung menyetir mobil menuju salah satu warung yang ada diluar perkebunan atau lebih tepatnya warung pondok yang cukup terkenal di tengah desa yang berdekatan dengan pintu masuk perkebunan.

"Kau terlambat lagi!" Sindir Vasya yang lebih dulu tiba dibandingkan Lukas, wanita itu masih mengenakan gamis merah sembari menggenggam kunci kereta dan beberapa buku ajar .

"Banyak kerjaan, kau udah pesan minuman?" Tanya Lukas.

"Aku udah pesanin minuman buat kita kok" Jawab Vasya seperti biasanya, ia memang masih sangat hafal segala hal yang disukai oleh mantan tunangannya itu meskipun ia paham ada banyak hal yang masih menjadi sebuah kemisteriusan tentang lukas yang sama sekali tidak diketahui olehnya termasuk masa lalu lukas.

"Jadi langsung aja ya, kita mau bicara mulai dari mana?" Tanya Lukas.

"Hmm..bebas, mana baiknya buat kalian. Tapi saranku sih mungkin kita bisa belajar diperpustakaan sekolah aja setiap jam 2 sore sampai selesai, gimana?"

"Bagus juga idemu, yaudah kalau gitu mulai minggu depan bisa dimulai"

"Minggu depan?kenapa gak besok aja?"

"Dia lagi ngambek"

"Masalah yang diperumahan pks ya? "

"Tahu darimana?"

"Kalau disini, setiap masalah itu bakal menyebar cepat sampai keseluruh afdeling jadi ...ya gitulah kau tahu sendiri dan aku pikir kau adalah orang yang tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu jadi aku juga gak perlu repot-repot buat mengkhawatirkanmu" Jelas Vasya, walau sebenarnya ia sangatlah perduli pada lukas yang kini menjadi bahan pembicaraan banyak orang diperkebunan.

"Ya udah, mulainya minggu depan tapi besok bisa gak kau ajak abil buat ketemuan denganku ditaman air mancur supaya kami bisa lebih kenal lagi?" Ia mengalihkan percakapannya karena ia tahu lukas takkan sama sekali memberikan umpan balik atas kekhawatirannya itu.

"Oke, pulang kerja sore ditaman" Tukas lukas, lalu ia berdiri tanpa meneguk sedikitpun tehnya.

"Mau langsung pergi? Kenapa gak minum dulu"

"Memangnya ada lagi yang mau dibicarakan tentang kita? " Tanya lukas.

"Kau juga gak akan memberikan jawaban apapun tentang kandasnya hubungan kita, cuman emang kita gak bisa jadi teman gitu?" Tanya Vasya penuh harap, gadis manapun pastinya akan paham bagaimana perasaan hancur yang dirasakan oleh vasya yang saat itu dicampakkan begitu saja setelah selesai pertunangannya tanpa ada sekalipun pertanyaan dari lukas.

"Memangnya kau bisa berteman tanpa bawa perasaan? " tanya balik lukas yang membuat vasya terbungkam, "Lagian aku juga gak butuh teman" Perjelas pria itu lagi.

"Yaudah aku pergi ya!" Tuturnya, tetapi tangan lukas langsung diraih vasya seakan ada sesuatu yang masih mengganjal didalam hatinya.

"Duduklah dulu, aku mohon!" Lirih Vasya yang enggan menatap mata lukas, mau gak mau pria itu terpaksa menurut.

"Ada rupanya yang mau kau bicarakan?" Tanyanya dingin.

"Kau gak punya niatan sedikitpun buat minta maaf samaku?" Tanya Vasya, "Aku bukannya masih punya perasaanmu denganmu ya, cuman kan ada sedikit saja kata maaf darimu" Ucap Vasya berbelit-belit dan untungnya masih bisa dipahami oleh lukas.

"Memangnya kau mau nerima permintaan maaf yang gak ikhlas dariku,sya?"

"Gak masalah, aku akan menganggapnya sebagai ketulusan tapi setidaknya kau harus belajar memahami perasaan orang lain luke" Lukas hanya diam saja, dia juga enggan membantah segala perkataan vasya yang tampak kesal padanya.

"Setidaknya kau sudah tahu kalau aku bukan pria yang baik buatmu, itu udah cukup jadi bukti yang kuat kan ? jadi hidup bahagialah dan anggap hubungan kita saat ini hanya sebagai rekan bisnis dan jangan berharap lebih dari apapun termasuk sebagai teman"

"Kata-katamu selalu aja kasar"

"Ada lagi yang mau kau omongin?" Tanya Lukas.

"Maaf, aku terbawa perasaan" Vasya meneguk tehnya , "Jadi gimana keadaan bunda?"

"Sehat kok, kau bisa datang kapanpun kalau pengen ketemu bunda. Aku gak bakal ngelarang juga"

"Lain kali aku bakal mampir, tapi kalau aku boleh tahu bunda udah -" Lukas langsung memotong perkataan vasya.

"Jangan sekalipun bahas dia dan abil didepan bunda, ini demi kesehatan bunda"

"Maaf, kalau gitu kau bisa pergi soalnya gak ada juga yang mau diomongin lagi kok"

"Oke" Lukas langsung pergi, ia hanya meletakkan uang bewarna merah dua lembar dimeja sebelum pergi.

Dia membawa mobilnya secepat kilat menjauh dari sana, wajahnya yang tadi datar kini mulai meneteskan air mata yang perlahan membasuhi pipinya. Tak ada reaksi apapun selain kedua pandangan yang fokus kejalan dan tubuh tegap yang menyetir stir mobil.

"Ini semua gara-gara kau, Azka!" Lagi - lagi lukas menyalahkan semua yang dirasakannya pada sang kakak, tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka selain kebencian lukas yang sangat terlihat jelas membenci azka. Namun satu hal yang pasti bahwa lukas masihlah teramat mencintai vasya hanya saja ia memilih membunuh paksa perasaan itu dalam sekejap tanpa berkeinginan menjelaskan segalanya pada vasya sama membuat gadis itu dihantui perasaan bimbang sama halnya seperti azka yang membiarkan lukas berlarut-larut dalam kebencian terhadapnya tanpa mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Baik itu kebenaran yang menyakitkan ataupun kebenaran yang akan menyapu bersih rasa benci dan luka lama lukas.

LANGIT BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang