Pagi ini semuanya berjalan lancar tanpa kendala, sama seperti yang diharapkan lukas yang memang paling benci hal yang menyusahkan.
Setelah usai mengatur barang-barang yang akan dibawanya, ia langsung menggendong Abil kedalam mobil dan bersiap meninggalkan kota kelahirannya itu.
Selama diperjalanan, abil tak banyak bicara dan hanya sibuk menyandarkan kepalanya dikaca mobil sembari menggenggam erat safety belt.
Ia berlarut-larut dalam lamunan, suasana didalam mobil tampak hening selain suara musik dari radio mobil yang terus-menerus mengisi kesunyian pagi itu.
Namun bukannya mencoba membuka topik pembicaraan, lukas malah tampak tenang dan bersikap acuh saja mengendarai mobil sembari menikmati alunan musik yang diputarnya.
Pria itu terlihat sangat menikmati perjalanannya, raut wajahnya tampak bahagia dan hampir beberapa kali ia memelankan kecepatan mobil hanya sekedar untuk melihat suasana daerah yang tampak terasa asing baginya.
Berbeda dengan abil yang sedari tadi hanya berusaha untuk tertidur saja, rasanya bagi anak itu semua hal yang dirasakan lukas tampak gelap baginya. Terlalu gelap untuk bisa merasakan keindahan dunia ini, dan saat ini hanya perasaan mual dan ingin muntah saja yang dirasakan Abil, sepertinya anak itu mempunyai gejala mabuk darat yang sengaja disembunyikannya dari lukas.
Bukan sengaja ia ingin menyembunyikan hal itu, tetapi memang sejak kemarin ia tak lai berkomunikasi dengan lukas selain melalui gerakan tubuh saja, tak ada komunikasi diantara mereka sama sekali sampai-sampai Lukas sendiri tak menyadari kalau keponakannya itu belum sarapan pagi.
Hingga tak menunggu waktu lama, rasa mual dibarengi pusing yang dirasakannya semakin menjadi-jadi dan tak terasa ia memuntahkan isi perutnya secara spontan sampai membuat sekujur kaos hitam yang dikenakan abil menjadi kotor. Muntahannya juga mengenai kursi sampai kebawah jok mobil dan tercium bau yang menyengat bagi lukas.
Lukas spontan menghentikan mobilnya dipinggir jalan, ia menatap kesal pada abil dan rasanya saat ini sulit bagi pria itu untuk berkata apa-apa.
"Maaf Paman..." Abil merengek menyesali perbuatannya, ia sangat takut lukas kembali mengamuk seperti kemarin.
"Kau benar-benar mengesalkan!!!" Ketus Lukas yang mencoba menahan amarahnya, ia langsung melajukan mobilnya kembali dengan kecepatan cepat.
"Kita kemana?" Tanya Abil yang sedikit grogi.
"SPBU terdekat, Diamlah!" Bentak Lukas yang sudah kehabisan kesabaran, ia mengambil tisu dan menutup hidungnya agar tak tercium bau amis muntahan abil.
Untungnya SPBU tidak terlalu jauh dari lokasi mereka saat itu, ia langsung memarkirkan mobil didekat toilet umum yang biasanya disediakan disetiap pom bensin.
Lalu ia keluar dari mobil dan mengambil sesuatu dari bagasi, tampaknya ia mengeluarkan sepotong kemeja dari dalam tas .
"Ayo turun!" Lukas menarik paksa tangan abil memasuki toilet yang kebetulan sedang sepi saat itu.
"Kau ini menyusahkan saja, merusak suasana hatiku!" Keluh lukas yang masih saja menuangkan kekesalannya pada abil.
Lelaki itu langsung memberikan kemeja tersebut kepada abil .
"Ganti sana bajumu, biar aku bersihkan mobil dulu" Ia menunggu Abil membuka kaos hitamnya lalu menyerahkan kaos itu pada lukas.
Begitu lukas telah mendapatkan kaos itu, barulah ia berjalan kembali kemobil dan membersihkan bekas muntahan abil menggunakan kaos tersebut sembari meneteskan air minum kebagia muntahan itu sampai benar-benar bersih.
Ia juga meraih pengharum mobil modek semprot, dan menyemprotkan seluruh mobilnya sampai kembali wangi seperti sediakala.
Tetapi bukan lukas namanya kalau tidak bergumam kesal dengan segala umpatan, ia masih saja kesal pada Abil yang telah menyusahkannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT BIRU
Ficción General~TAMAT~ Lukas tumbuh menjadi seorang pemuda kasar yang masih memendam kebencian terhadap kakaknya, entah penyebab apa yang membuat hati pemuda itu terasa kaku untuk sekedar memaafkan Sang kakak. Hingga sang takdir ikut mempermainkan kehidupannya , p...