41. KABAR DUKA

18 2 0
                                    

Nesie yang mengerti akan perkataan tersebut. Ia begitu syok. Nesie saja terkejut, apa lagi Nara yang akhir-akhir ini begitu dekat dengan ayahnya.

Dengan sigap. Nesie memeluk Nara yang masih menangis. "Na, yang sabar. Ada gue disini."

Saat memeluk Nara. Nesie juga sembari mengirim chat pada Daniel.

DANIEL

Niel, lo Datang ke
rumah sakit Bima Jaya

Siapa yang sakit?

Bokap Nara meninggal

Ah lo Nes. Bercanda
aja

Gue gak bercanda,
Daniel!!!

Gue kesana. Jagain Nara
jangan sampai dia
kenapa-napa!!

Nesie menutup ponselnya. Dan mengusap punggung Nara, dalam pelukan. Tapi, Nara dengan cepat melepaskan pelukan dari Nesie. Ia terlihat seperti orang kebingungan dan dengan mata yang sudah sembab.

"N-nes. Kita kerumah sakit. I-iya kita harus kerumah sakit, sekarang!!!" seru Nara yang sudah beranjak dari duduknya.

Nesie pun menyusul dan menggenggam tangan Nara. Agar Nara tidak pergi begitu saja. "Iya, kita kerumah sakit. Tapi lo jangan kayak gini, lo yang tenang."

"GAK, GAK BISA. GUE GAK BISA TENANG, NESIE. SAAT AYAH GUE KAYAK GINI!!!" teriak Nara sembari menutup telinga nya seperti orang yang ketakutan.

"Iya, lo nurut sama gue. Kita kerumah sakit." tutur Nesie pada Nara dan berusaha untuk sabar.

Nesie pun menuntun Nara dengan perlahan, dan menuju ke tepi jalan untuk mencari taxi.

ᕙ[~~~~~~]ᕗ

RUMAH SAKIT

Saat sampai dirumah sakit. Nara langsung berlari dengan kencang menuju ruang jenazah. Sampai-sampai, Nesie pun kewalahan untuk mensejajarkan dirinya dengan Nara yang terus berlari.

Sesampainya di ruang jenazah, Nara membuka kain penutup yang bewarna putih. Ia menutup mulutnya karena syok melihat jenazah sang ayah yang wajah sudah tidak terbentuk. Ia memundurkan diri nya, sampai ia menabrak tembok. Lalu, dirinya terjatuh dengan perlahan.

"AAAAA." teriak Nara begitu histeris setelah melihat jasat sang ayah.

"KENAPA JAHAT SAMA NARA, TUHAN. NARA BARU BAHAGIA, TAPI TUHAN TEGA AMBIL AYAH DENGAN SANGAT TRAGIS." teriak Nara yang suaranya memenuhi ruang jenazah.

"Ayah, kita bukannya udah janji. Kita bakal makan bareng diluar. Tapi kenapa ayah kayak gini. Ayah jahat." suara Nara kini mulai pelan kembali, dan Nara hanya menatap kosong ke jenazah sang ayah, yang jaraknya tidak terlalu jauh.

"Nara mau ikut ayah aja. Nara gak punya siapa-siapa lagi." lanjut Nara yang kini sudah terlihat begitu frustasi.

DEG

Nara pun merasakan pelukan hangat yang datang dari arah samping dirinya. Ia tidak melihat orang itu siapa, tapi kini yang ia rasakan merasa sedikit tentang dan, nyaman.

KISAH USAI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang