42. FANYA

10 2 0
                                    

Saat sudah sampai rumah. Nara dan Daniel sudah disambut dengan pemandangan yang kurang indah. Karena semuanya duduk tanpa alas di atas lantai, dan sembari melihat Nara dan Daniel yang baru saja pulang. Nara pun turun dari motor Daniel, dengan membawa 3 buah paper bag yang berisi makanan. Nara dan Daniel pun segera menghampiri merek.

"Kenapa gak masuk?" tanya Nara.

Lalu, Alran beranjak dari duduknya. "Gimana mau masuk, kan rumahnya di kunci." ceplos Alran yang memang benar kenyataannya pintu rumah Nara di kunci. Yang menjadikan mereka duduk mengampar seperti orang pinggiran.

"Alran!!" seru Nesie.

"Bisa gak sih. Lo jangan bercanda dulu, liat kondisi." ucap Nesie dengan kesal.

"Apaan sih, Nesie. Gak papa, gue kan mau hibur Nara. Lagian juga emang kenyataan kalo pintu rumah Nara di kunci." jawab Alran yang tak mau kalah.

"Lawakan lo garing!" tegas Nesie dengan sinis. Dan dengusan pelan.

"Dih sewot."

"Shtt." dan Daniel akhirnya memisahkan Tom and Jerry tersebut.

"Lo berdua bisa diem gak sih. Kalau mau ribut jangan disini. Liat kondisi, Nara lagi berduka." ucap Daniel yang merangkul bahu Nara.

"Tau tuh Alran. Malah ngelawak. Gak tau kondisi banget." timpal Nesie dengan begitu nyinyir. Dan melirik Alran dengan tatapan sinis.

"Dih, bisa banget lo." timpal Alran lagi yang tidak mau kalah.

"Kalo lo gak sewotin gue. Gak bakal rame, nenek lampir." ejek Alran yang memanggil Nesie dengan embel-embel nenek sihir.

"Bener-bener ya lo Al-" belum usai Nesie mengeluarkan kata-katanya. Ucapannya itu sudah di potong oleh Nara.

Nara menghela nafasnya sejenak. "Udah ya. Gue buka kuncinya, biar kalian bisa duduk di ruang tamu." ucap Nara dengan senyum tipis diwajahnya. Dan juga suara yang pelan.

Alran dan Nesie langsung diam seketika, saat Nara berbicara seperti itu. Nesie menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal, ia merasa tidak enak pada Nara. Dan seharusnya juga ia tidak perlu bersikap seperti itu.

Akhirnya, semua masuk kedalam rumah Nara. Dan duduk di sofa ruang tamu. Nara pergi kearah dapur untuk menyiapkan makanan yang sudah ia beli, tadi. Lalu, Nesie yang melihat itu segera menghampiri Nara yang pergi ke arah dapur.

Saat sudah di dapur. Nesie mengambil posisi di sebelah Nara, dan membantu Nara untuk memindahkan makanan tersebut ke dalam piring.

"Sorry ya, Na. Gue gak bermaksud kok. Tadi gara-gara Alran." maaf Nesie.

Nara menoleh kan kepalanya ke samping. "Iya, gak papa." jawab Nara lagi-lagi dengan senyum tipis.

Nesie pun menghela nafas lega. "Na. Lo yang sabar ya, gue tau kok rasanya kehilangan seseorang yang kita sayang."

"Dulu, pas kakak gue meninggal. Gue sempet marah sama tuhan. Kenapa dia ngambil seseorang yang penting dalam hidup gue. Tapi, setelah gue baca, satu bacaan. Gue jadi sadar, tuhan itu baik, gak jahat." jelas Nesie sembari mengelus bahu Nara dengan pelan.

"Apa?" tanya Nara.

"Tuhan itu gak bakal nguji hamba nya, kalau hambanya itu gak kuat. Dia uji kita sesuai dengan kemampuan kita. Tuhan itu baik." jawab Nesie dengan senyum yakinnya.

"Berarti, dengan tuhan ambil ayah gue. Gue bakal kuat? Kayaknya, enggak Nes." balas Nara yang menyingkirkan tangan Nesie pada bahunya.

Lalu, Nesie mengembalikan posisi tangannya. Meletakkannya pada bahu Nara, kembali. "Ya, dulu gue juga gitu. Tapi lama kelamaan, gue bisa lewatin fase itu. Itu cuma halusinasi kita yang ketakutan pada masa lalu, atau masa yang akan datang. Jadi, lo harus percaya sama tuhan, Na. Gak boleh gitu." nasehat Nesie pada Nara. Sekuat hatinya, Nesie berusaha meyakinkan Nesie sahabat nya itu. Agar tidak keluar dari kepercayaan, hanya seseorang yang ia sayangi meninggal.

KISAH USAI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang