FATE | 14

603 51 19
                                    

14. Perdamaian perdamaian








*part ini panjang, so enjoy and happy reading bestie!


Hari ini adalah jadwal Chelsea untuk hemodialisa. Dan hari ini Vivi dan juga Zee yang mengantar Chelsea untuk hemodialisa. Mengapa tidak Kezia? karena Kezia sedang ada jadwal take seharian penuh, berbeda dengan Vivi yang mempunyai jadwal take malam nanti.

Tadi, Chelsea mengirimkan pesan pada Vivi bahwa Chelsea sudah sampai di ruang hemodialisa duluan. "Lu yakin Chelsea bakal bolehin gue masuk?" tanya Zee pada Vivi.

Jika kalian bertanya apakah Zee dan Ashel sudah baikan atau belum, jawabannya adalah belum. Berhubung kedua nya masih belum akur, jadi Zee juga masih tidak boleh menemani Chelsea hemodialisa. Makannya Zee bertanya seperti itu pada Vivi.

"Kemaren di kantin aje dah elus-elus kepala, yakali ngambek."

"Lu kaya ngga tau si Chelsea aja, dia kalau di depan orang lain suka keliatan lagi ngga ada masalah. Tapi kalau lagi berdua kan beda cerita."

"Udah sutt ahh, berisik lu." Vivi mengetuk pintu ruang hemodialisa terlebih dahulu, lalu membukanya. Disana sudah terlihat ada dokter Zidan yang sedang memasang alat hemodialisa di tangan Chelsea.

"Selamat pagi dok." sapa Vivi sambil masuk dengan membawa totebag yang berisi makanan.

"Malam Vi." sapa balik dokter Zidan. Ini sudah tidak aneh bagi Chelsea yang selalu mendengar mereka yang melantur. Jelas-jelas ini sudah menunjukan pukul 4 sore yang berarti ini adalah subuh. "Nah udah, seperti biasa yaa tiga jam. Saya tinggal dulu."

"Siap dok." dokter Zidan pun keluar dari ruangan hemodialisa dan Vivi menyimpan tote bagnya lalu duduk di sofa yang memang tersedia, diikuti oleh Zee yang ada di sebelahnya.

Vivi melirik Chelsea dan Zee secara bergantian lalu mengeluarkan handphone nya tanpa berbicara sepatah kata pun. "Kak Vivi berantem ngga sama Chika?" tanya Chelsea tiba-tiba.

"Hah? kaga." jawab Vivi dari kemarin hingga hari ini, hubungan dirinya dan Chika baik-baik saja Vivi rasa. "Kenapa emang?" Chelsea hanya menggeleng kan kepala menjawabnya.

Melihat Zee yang sedari tadi diam, ia pun berniat akan pergi keluar terlebih dahulu dan meninggalkan Zee dan Chelsea berdua. "Ehh gue ke luar bentar ye sakit perut." pamitnya.

"Ajak temennya, aku sendiri aja disini." ucap Chelsea tanpa melirik Zee sedikitpun.

"Gue mau buang air gede masa harus bawa si Ji?"

"Yaudah pake yang ada di ruangan ini aja, gausah ke luar segala."

"Kaga ah, nanti kedengeran pluk pluk nyee. Udah lu bedua dulu disini napa, makan tuh makanannya yee." setelah berkata demikian, tanpa mendengar jawaban keduanya Vivi keluar dari ruang hemodialisa.

Ia tidak ingin buang air besar, tapi ia akan menjemput Ashel. Ia berniat ingin membuat Zee dan Ashel damai aman dan sejahtera.





–––




Ashel yang sedang santai-santai mempelajari materi untuk esok hari, tiba-tiba di jemput oleh Vivi yang entah akan dibawa kemana. "Ini mau kemana sih?"

"Lu selama ini penasaran ngga sih kenape si Jijah lebih mentingin Chelsea dari pada lu?"

"Ga, ngapain juga. Gapenting." jawab Ashel dengan nada yang bodo amat dan tidak ingin tahu menahu.

"Dih untung aje gue lagi nyetir, kalau kaga udah gue habek lu." karena Vivi menjalankan mobilnya seperti pembalap Ronaldowati, kini mobil Vivi sudah sampai di parkiran rumah sakit. "Ayo turun." ajaknya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang