Make Peace

1.1K 72 1
                                    

Tamparan keras mendarat di pipi putih Bryan. "Lo kenapa sih, Zah. Datang-datang nampar gue?" tanya Bryan dengan tangannya mengelus pipi putihnya yang memerah.
    
"Itu gak sesakit hati gue!" ucap Zahvi dengan emosi yang berapi-api.
    
"Maksud lo apa sih?"
    
Zahvi menarik kerah baju Bryan. Jangan salah Zahvi pandai melukai orang. "Lo ngancurin rumah tangga gue! Lo bilang sama suami gue, gue punya hubungan sama Abian!"
    
"Karena itu kenyataanya kan, Zah." jawab seseorang dari belakang.
    
Zahvi melepas cengkramannya, ia menoleh kebelakang. Lelaki berjas biru itu tersenyum kearahnya. Tenggorokan Zahvi terasa tercekat, seakan oksigen terhalang untuk memasuki tubuhnya. "Perasaan ku tetap sama, Zah."
    
"Gak! Gue udah punya suami."
    
"Zah, kenapa kamu gini? Zah aku pergi hanya untuk masa depan kita, sekarang aku kembali buat kamu."
    
"Zah, Abian tulus sama lo. Kurang apa dia sekarang? Dia mapan, gaji suami lo gak ada apa-apanya dibanding, Abi. Dia gak akan ninggalin lo apalagi nyakitin lo, Lo mau cinta kan? Abian cinta sama lo. Lo gak usah mengharap cinta, Mirza."
    
"Tega kalian berdua ...." Zahvi tidak dapat lagi menahan air matanya.
    
"Zah, aku pulang buat kamu." Abian mendekati Zahvi.
    
"Jangan deketin gue! Selangkah aja lo maju pas bunga ini gue lempar." Ancam Zahvi, ia siap melemparkan pas bunga.
    
"Zah, harusnya kamu senang Abian pulang demi kamu! Lupain Mirza, karena dia gak pernah cinta sama lo!"
    
Zahvi melemparkan pas bunga itu tepat diantara kaki Bryan, ia sangat benci dengan semua kalimat yang Bryan ucapkan. Dihapusnya air mata, satu tamparan lagi berhasil mendarat di pipi Bryan. Hari ini ia sangat marah. Bryan meringis tangannya kecil Zahvi begitu panas.
    
"Zah, kenapa kamu kasar begini?" tanya Abian.
    
"Gak gara-gara kalian rumah tangga gue gak akan berantakan!"
    
"Dengan begitu kamu bisa pisah dan kembali sama aku." Dengan mudah Abian mengatakan itu.
    
Zahvi mengalihkan pandangannya pada Abian, ditatapnya lelaki itu dengan tajam. "Jangan harap lo bisa kembali sama gue," Zahvi membalik menghadap Bryan. "mulai sekarang lo bukan sahabat apalagi kakak gue. Persahabatan kita sampai disini, lo gak usah ikut campur idup gue. Apalagi sok-sok peduli!" Zahvi mempercepat langkah kakinya saat melihat Abian di taman rumah sakit. Dia tidak mau berurusan dengan Abian.
    
"Zah? Berhenti!" Abian mengejar Zahvi dan menarik tangan Zahvi hingga langkahnya berhenti.
    
Zahvi menatap lelaki berjas biru itu dengan tatapan benci. "Apa lagi! Lo masih mau ngancurin rumah tangga gue, gak perlu! Lo sekarang terima hasil kok, rumah tangga udah hancur, tinggal nunggu pengajuan cerai kok. Lo bahagia, kan? Puas lo?"
    
"Zah aku ...."
    
"Sstt ...," Zahvi menggeleng. "Sekarang lo mau apa? Mau nikahin gue, kan? Gue bersedia kok jadi istri lo!"
    
"Zah, aku gak mau kamu gini ...."
    
"Gini gimana? Lo mau gue, kan. Sekarang gue udah gak sama Mirza. Ayok nikah! Kenapa lo diem, hah!"
    
Abian menggeleng. "Aku tulus sama kamu, Zah. Kamu melihat aku sebagai penjahat disini tapi kamu gak lihat aku tulus mencintai kamu."
    
Zahvi tertawa mengejek. "Gak kok, gue cintanya sama lo! Cinta banget! Itu kan yang lo mau." Zahvi terduduk di kursi taman. Air mata yang sudah ia tahan perlahan luluh mengalir di pipinya. "gue gak sehancur ini ketika lo ninggalin gue, itu karena lo hanya sekedar pacar. Ini suami gue, gue hidup sama dia dan gue cinta ...."
    
Dilihatnya Abian yang diam. "Menurut lo suami gue gak baik, kan? Tapi menurut gue dia lebih baik dari pada lo."
    
"Sadar, Zah. Gue lebih baik daripada Mirza. Kalau dia baik gak mungkin dia percaya kita selingkuh."
    
Abian sama sekali tak merasa bersalah, karena baginya sejak awal Zahvi adalah miliknya yang telah direbut Mirza, hingga ia berhak mengambilnya kembali.
    
"Kalau gak karena lo gak mungkin sampai Mas Mirza nuduh gue gitu, dia taunya gue cinta sama lo tapi ga tau gue cinta sama dia ... lo sama Bryan sama jahat. Bryan yang udah gue anggap kakak, gue bagi suka duka gue sama dia tapi dia nusuk gue dari belakang. Dan lo ... orang yang pernah gue cinta tapi lo sekarang yang jadi penghalang kebahagiaan gue, kalau lo cinta sama gue, lo biarin gue bahagia, gue cuma pengen bahagia, gue pengen bahagia dengan rumah tangga gue ...."
    
Zahvi menyatukan kedua tangannya. "Gue mohon jangan ganggu gue."
    
Abian menggeleng agar Zahvi tidak memohon padanya. "Gue mohon."
    
"Zah jangan...."
    
"Gue mohon."
    
Abian mengusap wajah frustasi. Ia mencintai Zahvi, tidak semudah itu untuk melepaskannya, tapi ia juga tidak tega melihat orang yang ia cintai memohon untuk sebuah kebahagiaan. Abian memegang pundak Zahvi, ditatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Seburuk ini ia menjadi laki-laki membuat wanita menangis dan memohon padanya.
    
"Gue mohon." lirih Zahvi.
    
"Sedikitpun gak ada perasaan buat aku, Zah?"
    
Zahvi menggeleng. Abian tersenyum miris, terasa begitu sesak, sesakit ini ternyata. Sakit tapi tak berdarah. Cinta tidak bisa dipaksa, semakin dipaksakan luka yang diakibatkan semakin dalam, Zahvi tak menginginkannya lagi, akan percuma ia memaksakan diri. "Baiklah, Zah. Aku gak akan ganggu kamu lagi jika itu buat kamu bahagia."

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang