Teror

1K 85 10
                                    

Ada pepatah, orang dagang pintar sekali membohongi sampai dia sendiri tidak dapat membedakan lagi antara mana yang benar dan mana yang salah. Penjahat-penjahat tidak pernah mengotori tangannya dengan kejahatan-kejahatan. Semua yang mereka kerjakan adalah pekerjaan biasa seperti pekerjaan orang merobek kertas. Jika ada orang menjadi korban dalam pekerjaannya, tidak menjadi soal bagi mereka, demikian dapat juga terjadi karena pekerjaan seorang perobek kertas yang birokratis.

Tak peduli bagaimana nasib korban, ntah mati karena kejahatannya atau hanya terluka, jika sudah tidak punya hati semua pekerjaan keji akan terasa ringan, seringan dan semudah membalik telapak tangan. Jika dapat perintah tentu saja TNI akan melaksanakan pertempuran frontal yang dahsyat dengan saling bertahan dan menyerang, terdengar sangat berat ditelinga begitupun jika dilakukan, taruhannya bukan main-main tapi nyawa.

Tapi sayangnya pemerintah belum memerintahkan apapun, walau dipulau sana manusia-manusia sudah mengeluh karena jahatnya perbuatan para teroris yang seakan didukung pemerintah. Orang dewasa, lansia, anak-anak, balita, dan bayi menjadi korban, tapi apa pemerintah kasihan? Tidak, malah itu seperti orang mencari tumbal jembatan. Orang-orang yang bukan berwajah Indonesia itu tampak sangat bahagia, ketika melihat wanita menjerit-jerit karena kelakuan biadabnya, tubuh yang dijaga untuk suami maupun calon suami dirudapaksa.

Setan! Ya bisa disebut begitu.

Akses keluar masuk wilayah itu sialnya sudah ditutup permanen, para teroris menguasai semua akses jalan keluar pulau dan alat komunikasi. Ketika lapar, mau makan tentunya harus disiksa dulu jika itu laki-laki, jika perempuan akan dirudapaksa.

"Kau sangat manis gadis." Lelaki berkulit putih itu menarik lembut dagu gadis muda yang sudah terbaring lemah karena sudah digauli.

Begitulah keseharian para sialan itu, menikmati daun-daun muda untuk digauli. Tentara yang katanya ditugaskan menjaga pulau itu hanya diam saja melihat para bejat melakukan aksinya seakan mereka menjadi pelindung penjahat bukan rakyat. Meminta perlindungan kepala daerah, si kepala itu tak peduli.

Tempat satu-satunya yang mereka harap bisa membantu pun sama halnya, perlindung rakyat itu hanya bicara tanpa melakukan apapun, semacam Jepang yang mempropagandakan diri sebagai pelindung Indonesia kalah dijajah Belanda.

"Kami akan melindungi rakyat dengan sepenuh jiwa raga kami."

Lagu kematian dari tentara itu bukan melindungi tapi menyodorkan kepala rakyat.

Prang ...!

Kaca pecah berhamburan. Kepala kelompok itu melemparkan kaca diwajah pemuda yang mencoba melawan. Pemuda itu tak gentar walau matanya hampir pecah, darah segar mengalir diwajahnya.

"Kau sandirian tak bisa malawan kami." Lelaki gondrong tak jelas bahasa Indonesianya itu menarik kuat kepala pemuda itu.

Kejam! Sangat kejam! Tidak berperikemanusiaan. Mereka memperlakukan manusia seperti binatang. Keluhan dan penderitaan rakyat bagai angin lalu bagi pemerintah.

"Argh!!"

Teriakan dari beberapa teroris. Sekolompok orang bersenjata masuk ke dalam gubuk, salah satu diantara mereka menarik jauh pemuda itu sedangkan sebagian besar lainnya melaksanakan tugas pembersihan.

"Lepaskan saya sialan! Kalian para penjahat memiliki berbagai cara menyakiti!!" teriaknya begitu marah.

"Kami TNI yang akan menyelamatkan kau."

"Menyelamatkan? Bukan kalian sendiri yang menyakiti!"

"Tenanglah, sekarang sudah aman."

"Sepertinya dia masih syok Ndan dengan kejadian tadi, sehingga dia menuduh kita sebagai penjahat." ucap rekannya.

"Tenanglah, Nak. Kami akan membawa mu ketempat yang aman dan mengobati luka diwajah mu ini."

"Penjahat setan!!" teriaknya histeris.

"Bawa secara paksa." Perintah oang yang di panggil 'Ndan'.

Sang pemuda dibawa paksa keluar hutan oleh TNI. Diikat tangan dan kakinya karena terus melakukan perlawanan. "Kami menyelamatkan mu bukan mau membunuh!"

"Penjahat! Kalian penjahat!!" Pemuda terus memberontak.

Sampai dimana mobil anti peluru pemuda itu dibawa menuju tenda militer untuk dirawat.

Bukan itu saja dilakukan evakuasi warga yang berada di daerah rawan tepatnya desa dipinggiran pantai yang selama telah menjadi sasaran dan markas teroris. evakuasi berjalan dramatis dimana Tim menerima penolakan dari warga.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu di ungsikan demi keamanan dan keselamatan sesuai perintah dari Panglima. Kami disini siap mengorbankan jiwa dan raga demi melindungi Anda semua."

"Bohong!! Kalian pembohong!!" teriak salah satu warga. "Pemerintah sendiri telah membuang kami!! Kalian sendiri tentara hanya diam saat kami disiksa dan dibunuh!! Kami lebih melawan mereka sendiri dan mati daripada percaya pada kalian!!"

"Benar! Kami lebih baik mati!!" teriak warga dengan kompak.

"Bapak dan ibu, tolong dengarkan ini, kejadian beberapa waktu itu adalah ulah oknum penghianat dan mereka sudah menerima ganjarannya. Ikutlah dengan kami, demi keselamatan kita bersama, karena keadaan sangat darurat ...."

Dor ...! Dor ...! Dor ...! Dor ...!

Keadaan mencekam saat suara tembakan bersautan, tembakan-tembakan brutal itu ditujukan pada aparat keamanan dan warga, warga berlarian kesana-kemari menyelamatkan diri sebelum diarahkan pasukan gabungan menuju bus anti peluru.

"Masuk! Masuk!"

"Auwh ...." Seorang anak tersandung dan kepalanya membentur batu saat hendak masuk ke dalam bus hingga mengeluarkan darah.

"Anakku!" teriak seorang wanita.

Seorang anggota Brimob mengangkat anak itu ke dalam mobil dan ikuti oleh ibu sang anak. Begitu tegang dan mencekam tembakan-tembakan brutal tidak berhenti menghujani, bahkan sampai menembaki bus anti peluru yang sudah berjalan meninggalkan lokasi.

Baku tembak jarak dekat terjadi, para teroris begitu agresif dalam menyerang, baku tembak berakhir saat kelompok teroris kewalahan dan melarikan diri ke dalam hutan.

"Kejar!" Komando dari Komandan Tim gabungan.

Pengejaran dilakukan, Tim masuk ke dalam hutan mengejar teroris yang melarikan diri. Masuk hutan keluar hutan, naik bukit turun bukit, bahkan sampai melewati sungai bebatuan yang dibawahnya ada air terjun tinggi dengan batu besar dibawahnya, jika sampai terjatuh akan mati sia-sia. Baik Tim maupun teroris sendiri masih melakukan baku tembak ditengah-tengah pengejaran ini.

Anggota Tim terbagi-bagi karena memang para teroris berpencar-pencar untuk menggagalkan rencana pembersihan.

Srak ...!

Salah seorang anggota Tim tergelincir saat menuruni bukit, namun segera berdiri kembali mengejar kelompok kecil teroris yang terjun ke sungai.

"Jangan dikejar!" cegah Komandan saat anggotanya hendak terjun ke sungai.

"Mereka akan melarikan diri, Ndan!!"

"Perjalan mereka hanya sampai disini."

"Maksud ...."

Terdengar teriakan histeris dari sungai itu, terlihat penjahat-penjahat itu tengah dihadapkan pada sekelompok hewan air berbahaya.

"Sungai ini berbahaya, sangat dilarang dan terlarang, tempat tinggalnya para buaya. Kita tidak menghukum mereka tapi Tuhan sendiri yang menghukum, mereka mati dengan cara tragis karena sudah menghabisi orang-orang dan bayi-bayi tanpa dosa. Ini menjadi pelajaran untuk kita sebagai manusia. Hidup hanya sementara, dan dalam ke sementaraan lakukan hal yang terbaik dan kita sebagai tentara harus tetap setia kepada negara!!"

***


Penculikan, pembajakan, penyekapan dan pembantaian telah menjadi momok bagi para teroris. Dalam hal ini tidak bisa dilakukan operasi militer untuk menyelamatkan nyawa para awak kapal yang disandera. Hanya uang lah yang bisa mempertahankan nyawa mereka. Lima orang lelaki berdiri tegap diantara puluhan orang-orang bersenjata yang siap meletuskan peluru, ditangan tiga orang diantaranya memegang sebuah koper berukuran besar.

"Periksa mereka!!" teriak garang salah satu orang bersenjata.

"Kami sudah memberikan apa kalian minta, koper-koper ini bersisi uang senilai 20 Milyar, untuk apa memeriksa lagi. Kalian sudah menodongkan senjata, mana mungkin kami berani melawan." sanggah salah satunya.

"Cepat periksa!!"

Satu orang di periksa oleh empat orang, dua diantaranya tetap menodongkan senjata.

"Tidak apa-apa, Tuan!"

"Buka koper itu!" Lelaki gondrong tak jelas bahasa Indonesia-nya itu berteriak.

Koper dibuka, mata para teroris berbinar saat melihat kotak hitam penuh dengan uang. "Uang! Uang! Kita kaya!!" teriaknya kegirangan, tanpa berpikir panjang tiga koper itu, coba ia raih tapi langsung ditutup rapat. "Kalian tau apa maksudnya."

Todongan senjata laras panjang semakin menukik, menekan dan mengancam agar segera menyerahkan uang. "Banyak bicara! Serahkan uang itu!!"

"Ini kesepakatan awal, ada uang tebusan, mereka bebas!!" Lelaki tegas itu menepuk koper ditangannya.

Lelaki itu mendesis garang, terlihat jelas kemarahan dalam dirinya. "Bawa mereka kemari!!"

"Baik tuan!!"

"Jika sampai membawa pasukan kami tidak akan segan-segan menghancurkan wilayah ini dan tentunya kalian sendiri!!"

"Tidak akan."

Bukan suatu hal yang mudah untuk sampai kemari terlalu banyak bahaya baik itu di darat dan di laut, pulau ini sangat tidak aman, dimana-mana bahaya peluru berkeliaran, terlalu bebas mereka menggunakan alat-alat perang. Di daratan mereka digiring dan cekal oleh selompok orang yang nyatanya adalah bagian dari kelompok ini. Mereka memang tidak sampai melakukan kekerasan karena tahu sipil yang datang membawa uang tebusan.

Dua puluh laki-laki berbaju compang-camping datang tergopoh-gopoh, tampak kurus dan tak terawat, wajah mereka penuh dengan luka goresan dan lebam. "Bersimpuh!"

Tangan salah satu laki-laki muda diinjak oleh salah satu anggota teroris. Terdengar ringisan yang tertahan dari pemuda itu. Pukulan-pukulan telak mengenai pipi dan perut mereka.

"Hentikan! Kita sudah sepakat, tidak ada penyiksaan lagi!"

"Uang belum berada ditangan kami! Kami akan terus menyiksa!!"

Penyerahan uang berjalan menguras emosi, kemarahan yang hampir saja membuat teroris meletuskan tembakan, akibat permintaan dari pihak sandera agar para teroris pindah ke kapal cepatnya. Perlahan puluhan pasukan teroris turun dari kapal kargo ke kapal cepat yang diikatkan pada salah satu bagian besi kapal kargo menggunakan rantai. Dengan catatan seluruh sandera ikut ke dalam kapal sebagai jaminan, karena hasil dari kesepakatan yang ditentukan pihak penyandera satu manusia 1 milyar.

Duk!!

Lelaki yang kira-kira umurnya sudah hampir setengah abad terjerembab karena dorongan keras oleh kelompok teroris. "Berdiri, Pak."

Manusia dan uang disamakan, tidak ada rasa kasihan kepada sesama manusia, disini bagi mereka hanyalah uang uang dan uang tanpa peduli dengan apapun. Nilai berwarna merah yang disusun rapi serta disegel diberikan persatu milyar untuk satu manusia. Susunan kertas merah itu dilempar dan dibalas dorongan kasar kepada para sanderanya. Dua puluh manusia yang disandera diperlukan sama kasarnya, untuk bagian ini para penebus tidak bisa melawan, kecuali menangkap dan merangkul mereka agar tidak jatuh dan terluka lebih parah.

Koper-koper berisi uang tergenggam erat didalam cengkraman teroris, begitu suka citanya mereka mendapatkan uang dengan cara haram dan tentunya akan digunakan dengan untuk melakukan kemaksiatan pula.

Perlahan kelompok bersenjata itu pergi meninggalkan kapal kargo dengan membawa setidaknya 20 milyar uang hasil dari pembajakan. Tidak lupa ketika kapal cepat bergerak lambat kapal kargo diserbu dengan ratusan tembakan brutal yang menyebabkan beberapa orang terkena tembakan karena tidak sempat melarikan diri.

Namun, masih diberi kesempatan untuk hidup, tiga orang korban sandera yang terkena tembakan tidak mengalami luka serius dan fatal. Kapal kargo bergerak menuju selatan dimana kapal perang sudah menunggu.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang