State Duty

1.1K 96 14
                                    

Mirza melaju dengan motor menuju rumah, saat ini ia kebingungan bagaimana memberitahu wanita itu tentang penugasannya, mengingat bagaimana sikap wanita itu yang akhir-akhir ini begitu cengeng dan serba salah.
    
Saat membujang dirinya tidak pernah dilema dan merasa berat melangkah, apa ini perubahan positif atau malah sebaliknya. Mirza hanya bisa mendesis kesal, sejak awal dirinya memang tidak ingin mengenal wanita manapun karena akan berakibat buruk pada kinerjanya sebagai seorang tentara yang siap meninggalkan segalanya saat negara memanggil.

Penyesalan hanya tinggal penyesalan semua sudah terjadi, mana mungkin bisa menghapus perasaan yang telah melekat. Perasaan yang terasa aneh dan membingungkan, perasaan yang baru pertama kali ia rasakan selama hidupnya. "Assalamualaikum."
    
"Waalaikumsalam, Mas." Zahvi menyerbu ke dalam pelukan lelaki tinggi didepannya.
    
"Kenapa diluar?"
    
"Nungguin Mas pulang, lama banget Mas baru pulangnya." Zahvi mengandeng tangan Mirza masuk kedalam rumah.
    
"Saya mau mandi, kamu buatkan saya kopi."
    
"Siap Mas Sayang." Zahvi tersenyum manis sebelum melenggang ke dapur. Kopi dua sendok dengan setengah sendok gula yang tentu rasanya pahit. Kopi panas itu diletakkan Zahvi dimeja makan sembari menyiapkan makanan. Lelaki berkaos oblong dan celana pendek itu datang menghampiri.
    
"Ini kopi, Mas."
    
"Terimakasih." Mirza pelahan menyeruput secangkir kopi itu.
   
Zahvi bergidik, kopi itu tidak akan sanggup ia minum. "Gak pahit, Mas?"
    
"Tapi tidak sepahit hidup saya."
    
Raut wajah Zahvi berubah drastis, apa dirinya ini tidak menghilangkan sedikitpun kepahitan dalam hidup Mirza.
    
"Setidaknya saya masih punya tujuan hidup, bukan hanya negara tapi juga kamu."
    
Zahvi menunduk. "Tapi aku bukan lebah yang membawa madu. Kehadiran aku gak berpengaruh sedikitpun di hidup, Mas."
    
"Kamu memberikan warna dalam hidup saya."
    
"Warna hitam kan, Mas."
    
Mirza menggenggam tangan halus itu, menatap lama wajah yang terlihat murung. "Warna pelangi. Kamu tau maksudnya?"
    
"Gak tau. Emang Mas tau?"
   
"Tidak."
    
"Ih ... Mas." Zahvi memukul lengan Mirza.
    
Lelaki itu tersenyum. "Kamu terlihat manis dan menggemaskan ketika kesal."
    
"Mas!" Zahvi menutup wajah karena malu, bahkan pipinya terasa menghangat.
    
"Kamu membawa ketenangan dalam hidup saya, teruslah menjadi pelangi yang akan memberikan warna dihidup. Bisa?"
    
"Bisa, Mas." Suara Zahvi parau, mata coklat itu berlinang.
    
"Jangan menangis, kamu terlalu sering menangis, itu tidak baik." Mirza menarik Zahvi duduk disampingnya. "Kita pergi jalan-jalan malam ini. Mau tidak?"
    
"Beneran?"

Mirza mengangguk.

"Kita ke pasar malam aja, Mas. Aku udah lama gak ke sana." Zahvi begitu antusias. Ini pertama kalinya sang suami mengajak pergi jalan-jalan.
    
Malam ini ditengah penuhnya taburan bintang dan lampu yang begitu indah di sepanjang jalan. Zahvi melingkarkan tangan di perut Mirza, meletakkan dagunya pada bahu kokoh itu. Terasa sangat dingin saat angin malam menerpa tubuh namun dengan memeluk patung bernyawa terasa begitu hangat.
    
"Kamu tidak takut?"
    
"Enggak dong Mas. Pertanyaan Mas itu kayak ngatain aku gak pernah naik motor."
    
Motor melaju dengan kecepatan sedang membelah indahnya jalan perkotaan. Zahvi begitu bahagia, sekian lama akhirnya ia bisa menghabiskan waktu ditengah indahnya malam, mengendarai motor bersama suaminya.
    
"Hati-hati." Mirza menuntun Zahvi turun dari atas motor.
    
"Nanti beli motor bebek aja, Mas. Susah tau pakai motor gede gini." Memang motor CBR memang susah untuk Zahvi menaiki tapi jika sang suami ada semua tidak akan susah.


Keduanya berjalan bergandengan tangan memasuki area pasar malam. Kerlap-kerlip lampu warna-warni. Alunan musik ceria, horor dan berbagai jenis wahana begitu meriah. Tenda-tenda berisi boneka dan barang-barang bagus lainnya. Banyak sekali jajanan pasar dan penjual mainan. Ditangan wanita hamil ini sudah ada beberapa jenis makanan dan sekantung kembang gula yang tinggal setengah karena telah dimakan.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang