Delayed Happiness (2)

1.2K 114 9
                                    

    Bayi mungil yang masih merah itu tertidur tetapi tidak dengan Zahvi, sebulan telah berlalu, gadis mungil tanpa nama ini telah mencapai sebulan hidup dibumi. Bayi ini belum merasakan hangatnya cinta seorang ayah. Ayah bayi ini masih terbaring koma. Kebahagiaan yang datang teramat besar namun disisi lain ada kesedihan yang menganga.

     "Maafin Bunda, Nak. Bunda belum bisa ngasih Sayang nama, kita tunggu Ayah sadar, nanti Ayah yang ngasih nama kesayangan, Bunda." Zahvi sangat bahagia dengan kelahiran putri kecilnya, namun disisi lain sang suami adalah air matanya. Tubuh bayi dengan berat 3,9 kg itu perlahan ia angkat ke dalam gendongannya.

     "Zah?" Sosok wanita paruh baya yang telah membesarkan suaminya itu berada diambang pintu. "Ayo berangkat."

     Zahvi mengangguk, perlahan ia bangkit dari ranjang dengan dibantu ibu mertua. Mobil Lexus 570 sport perlahan meluncur keluar pekarangan. "Biar ibu aja yang gendong dedek."

     "Iya, Bu." Perlahan bayi cantik itu pindah ke dalam gendongan Santi. "Kamu serius gak mau kasih nama sebelum Mirza sadar? Bayi ini usianya udah sebulan, Zah."

     Zahvi diam, ia bukan egois membiarkan anaknya tanpa nama, hanya saja ia ingin Ayah anaknya memberikan nama.  Sekarang ia telah menjadi wanita kuat, ia tidak akan menyerah dengan keadaan terlebih lagi ada sosok bayi mungil yang menjadi penyemangat. Sosok cinta barunya. Mobil berhenti dipekarangan rumah sakit, mereka segera turun. "Jaga dedek ya, Bel. Mbak gak lama kok." ucap Zahvi.

     "Siap, Mbak."

     Santi dan Zahvi bergegas menuju ruang rawat Mirza, dimana sosok laki-laki paruh baya bersama seorang pemuda berdiri didepan ruang ICU. "Gimana, Yah?" tanya Santi

     Chandra menggeleng gusar. "Perkembangan pulih ini bertahap, Bu. Insyaallah dengan izin maha pencipta Mirza akan sadar."

     Zahvi berdiri melamun, matanya tampak kosong menatap ruang rawat Mirza yang tertutup. Sampai kapan akan begini, apa memang sudah tidak ada harapan? Mata Zahvi terpejam erat, ia tidak sanggup untuk ini, ia tidak sanggup jika harus menjalani hidup sendiri.

     "Zahvi?" Chandra memanggil lembut menantunya.

     "Iya, Ayah."

     "Percaya dengan kuasa Allah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kita jangan putus asa, Nak. Allah Maha mendengar semua doa-doa hambanya."

     Zahvi mengangguk. "Iya, Ayah. Zahvi yakin Mas Mirza pasti sadar. Mas Mirza bisa kumpul sama kita lagi."

     Chandra mengelus kepala menantunya. Ia kasihan dan sedih dengan apa yang dialami menantu dan cucunya yang baru lahir. "Hapus air mata kamu ini, Nak. Kamu terlalu sering menangis. Tidak boleh ada air mata lagi, kita juga harus bahagia dengan kelahiran anggota keluarga baru."

     Zahvi menyeka air mata yang telah mengalir di pipinya. Memang, saat ini mereka juga harus bahagia. Bahagia dengan kehadiran anggota keluarga baru.

     "Zah? Masuk sana, ibu tunggu diluar."

     "Iya, Bu. Zahvi masuk dulu Yah, Bu." Zahvi ingin membawa putrinya kepada sang ayah, tetapi itu tidak dibolehkan karena memang tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam ICU terlebih lagi anak mereka masih bayi. Mata Zahvi berair kembali saat melihat Mirza yang sebulan koma. Peluru yang mengenai perut hingga menembus ginjal itu berefek parah dan membuat Mirza terpaksa kehilangan satu ginjal. "Mas?" Zahvi meraih tangan sang suami dan mencium tangan itu.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang