🌫 Kemarin Masih Terasa Dekat

26 5 4
                                    

Chapter 01
Kemarin Masih Terasa Dekat

***

Februari 2020, Musim Panas
Jakarta, Indonesia

“Sudah dibawa semua? Buku Biologi sudah dimasukkan?”

Dua pertanyaan beruntun yang menjadi sapaan baginya ketika membuka pagar rumah berwarna hijau terang, membuat seorang gadis berseragam putih abu-abu berdecak kesal. Ini masih pagi untuk membanjiri otaknya dengan beragam topik sekolah dan antek-anteknya.

“Semuanya sudah lengkap, buku Biologi juga sudah dikerjakan, tapi aku nggak dapat jawaban nomor sembilan. Ntar ngajarin, ya, Sa?” tanya Angel—gadis tersebut—merapikan beban di punggungnya. Dibalas dengan senyum tipis seraya mengacak-acak tatanan rambut anak perempuan.

“Seperti tidak kubantuin saja. Nomor sembilan itu jawabannya ada di halaman dua ratus satu di subtopik Biokimia,” balas anak remaja laki-laki tersebut sembari membantu merapikan rambut Angel. Kemudian, menyerahkan sebuah helm untuk anak bungsu Keluarga Thomas Anandra.

Angel mengulum senyum, memakai topi pengaman kereta, dan langsung mengambil posisi di belakang cowo yang dipanggil ‘Sa’ olehnya, “Aku sudah membacanya puluhan kali. Kenapa nggak ketemu?”

“Ya, memang kau kan tidak pernah teliti,” sahutnya dengan cepat. Lalu, mengaduh ketika bagian belakang helm-nya ditepuk oleh gadis tersebut.

Belum sempat dia membalas perlakuan cukup bar-bar dari penumpang motornya. Angel langsung menyahut, “Sasa, jalankan saja motornya. Kau menyebalkan.”

Dan, melipat kedua lengannya di depan tubuh untuk meyakinkan kalau anak perempuan berusia tujuh belas tahun itu tengah memupuk rasa kesal kepadanya. Namun, ada satu hal yang perlu cowo itu luruskan sebelum menjalankan motor beat-nya.

“Namaku Johan Arsa Prananda, pendek. Sasa Sasa, mirip dengan merk santan,” dumelnya yang tidak paham dengan isi pikiran gadis yang diboncengnya. Dia pikir namanya sudah keren, Johan yang harusnya dipanggil Jo, malah dipanggil Sa atau Sasa—kalau Angel tengah kesal—terdengar menjatuhkan harga dirinya.

“Jalankan saja, ganteng.”

“Siap, Tuan Putri.”

Pada akhirnya, Johan memang tidak bisa benar-benar marah pada kesayangan seisi rumah hijau terang ini memilih untuk menjalankan kuda besi beroda dua itu dan sampai ke SMA Nusa Pelita dengan tepat waktu.

“Masuk, gih. Ntar aku nyusul bawa jajan setelah parkir motor,” kata Johan setelah berhenti di depan gedung sekolah, menerima kembali helm dari tangan gadis yang tengah berkaca merapikan rambutnya yang berantakan diterpa angin jalan.

Angel tampak berpikir, merasa ada yang kurang dan langsung berucap, “Eh? Memangnya sempat? Kan, ntar mau upacara. Aku juga mau jaga lapangan, gantian dengan Biru minggu kemarin.”

“Sempat … kalau pakai lari,” celetuk Johan yang terkekeh mendengar jawabannya sendiri serta sosok gadis ini juga ketawa mendengarnya.

“Woi! Dua makhluk yang pacaran di depan! Minggir, anjir. Gue mau markir mobil!” teriak seseorang di belakang mereka setelah mengklason demi menyita perhatian. Kedua anak adam hawa itu semakin tertawa.

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang