🌫 Sebuah Keberuntungan Langka

7 0 0
                                    

Chapter 11
Sebuah Keberuntungan Langka

* * *

Angel melepaskan helm di kepala dan menyerahkannya kepada Johan yang masih duduk di atas jok motor menyala. Berbeda dengannya yang sudah kikuk dan rasanya tangannya mendadak dingin di tengah cuaca panas Jakarta siang ini, tetangganya itu tampak serius.

"Kau yakin tidak mau aku temani masuk?" tanya laki-laki itu menyelipkan rasa cemasnya. Lagi-lagi, Johan menerima tolakan halus dari gadis tersebut.

"Aku bisa sendirian ke dalam, dia itu Isha. Aku akan baik-baik saja," jawab Angel dengan ceria. Seperti biasanya dia melihatnya.

Johan menghela napas, kalau sudah seperti ini dia bisa mengatakan apalagi, "Ya sudah, aku kembali ke sekolah, tasku ada di sana. Kalau sudah selesai atau ada apa-apa, hubungi aku." Perkataannya tegas.

Gadis itu mengangguk dan melambaikan tangannya untuk masuk ke dalam cafe yang terletak di ujung persimpangan jalan besar lima meter jauhnya dari sekolah.

Leora Cafe. Cafe yang menjadi tempat kunjungan terakhir Angel bersama Isha setiap pulang sekolah dengan jalan kaki bersama-sama di bawah teriknya mentari.

Berbeda dari biasanya, pintu dari kayu jati di sekitarnya dengan kaca bening panjang polos menunjukkan dirinya hanya sendirian datang ke sini. Desain interior di dalam tidak berubah meskipun telah dua minggu dia tidak lagi menginjak kaki di sini.

"Selamat datang. Oh! Dek Angel, sudah lama tidak ke sini," sapa seorang karyawan di dalam yang bertugas di depan meja kasir menoleh ke arahnya dengan mata yang berbinar.

Masih bertema floral minimalis dengan dinding putih sebagai dasar desain, beberapa titik dibuat tugu penyangga dengan detil bak tugu zaman kerajaan Romawi. Beragam bunga juga ikut andil sebagai pemanis ruangan, ada yang diletakkan di pot dengan tempat yang berpijak di lantai atau digantung di langit-langit ruangan.

Tidak hanya bunga, daun liar juga ikut berperan menghias jendela full-kaca yang minimalis.

Tidak heran, kalau rata-rata pengunjung adalah seorang atau dua orang. Tempat yang sangat cocok untuk berkonsentrasi penuh dengan kegiatan masing-masing seperti mengerjakan tugas atau berdiskusi. Sekedar bercengkrama dan menikmati kopi pahit di sini juga menyenangkan.

"Mau duduk di mana? Kita membuat ruangan khusus untuk bicara lebih privat."

Ucapan karyawan yang sudah sering melihatnya keluar masuk cafe ini di jam yang sama membuatnya terkesima, "Ada?"

Namun, dengan sekejap mata dia membuang pertanyaan tersebut dengan lainnya, "Kak Zee, Isha sudah datang belum?" Maniknya melihat kearah si karyawan yang dipanggil Kak Zee, singkatan dari Zeeliana Leafa yang keluar dari zona kerjanya.

"Belum, sih, Dek. Tapi, bentar, deh, coba Kakak tanyain ke Bang Akbar, soalnya Kakak juga baru datang, baru dari kampus," kata gadis yang jelas lebih tua dari Angel itu bersuara, memanggil seorang pemuda yang bertubuh kekar dibalik apron coklat untuk menjawab pertanyaannya.

"Isha, ya? Sepertinya belum datang. Dari tadi saya mondar-mandir di sini, tidak melihat dia."

Gadis itu langsung melemas bahunya, tidak berselang lama dia kembali tersenyum, "Ya sudah, nggak apa-apa, Kak Zee. Mungkin Isha memang lagi sibuk, duluan sampai ke sini. Angel duduk di sana ya, Kak."

"Seperti biasa, kan?" tanya Zeeliana yang langsung tersenyum ketika Angel menganggukan kepalanya. Murid tingkah terakhir itu duduk di dekat jendela memainkan ponsel dan buku tugasnya untuk membunuh waktu.

Johan
[Kalau temanmu itu nggak datang, kita pulang, Gel]
[Kabarin saja]
[Ntar pulang kita hunting food]

Angel
[Okay, Sa]
[Sampai jam tiga nungguinnya, ya?]

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang