🌫 Sepercik Kepura-puraan Malaikat

5 1 0
                                    

Chapter 12
Sepercik Kepura-puraan Malaikat

* * *

"Pakai punyaku, sepertinya bakalan muat. Masukkan saja bajunya ke dalam celana. Giliranku minggu depan, aku bakalan izin ke UKS," kata Johan dengan cepat mengundang tanda tanya dari teman sebangkunya ini. Mereka mendapatkan jam olahraga sekarang.

"Hari ini pengambilan nilai praktek, kan? Aku bakalan ke UKS, memang sih mataku agak buram dan berkunang-kunang. Mungkin efek larut tidur."

Angel terenyuh, sebegitukah rasa perhatian sahabatnya ini untuknya? Dia belum sempat mengucapkan sepatah katapun, Johan sudah menyerahkan baju olahraganya kepada Angel dan langsung menghadap guru olahraga mereka. Dia tidak bisa mendengar pembicaraan apa yang mereka katakan. Namun, Johan kembali berjalan menjauh, sudah cukup menjadi jawaban untuk gadis itu.

Kalau Angel yang menuruti perkataannya, maka Johan sungguh berjalan ke UKS dan tersenyum singkat kepada penjaga ruangan kesehatan itu. Dia sering melihat anak laki-laki ini di lapangan upacara dan kelihatan dekat dengan sahabatnya itu.

"Loh? Bang, sakit?" tanya adik kelasnya itu.
Dia mengangguk singkat, "Butuh tidur, mata gue berkunang-kunang."

"Dasar lemah."

Manik gelap pemuda itu bertemu dengan si pelaku menyela pembicaraannya yang berbaring di brankar pasien. "Sakit juga?" tanya Johan yang mengabaikan perkataan anak dari jurusan sosial itu.

Dia mendengar desas-desus kalau pemuda ini selalu keluar masuk UKS tanpa beban dan tengah mendekati Angel. Kalau benar seperti itu, dia harus bekerja ekstra bukan?

"Kali ini dia butuh istirahat karena tergelincir lantai basah," kata Biru dengan datar sambil melihat pasien langganan itu lelah.

"Dasar bodoh." Johan berucap dengan sengit.

Johan yang di depan Angel berbeda dengan Johan yang bertemu dengan lainnya. Itu sudah ditonjolkan sejak lama dan menimbulkan kesan salah paham. Pemuda itu ikut berbaring di brankar sebelah Zyan.

"Di mana dia?" tanya Zyan mengantongi ponselnya kembali, sebelah maniknya melirik ke arah Johan yang memejamkan mata.

"Jam penjas."

"Lo sendiri? Kenapa di sini?" tanyanya lagi. Biru masih tenang di tempatnya. Bersikap sepositif mungkin, anggap saja radio rusak.

"Jangan kepo jadi cowo."

Pemuda yang sudah dari tadi di sana itu mendengus, apa salahnya dengan berbasa-basi sejenak sebelum sampai ke puncak pembicaraan mereka. Dia hanya sekedar tahu nama pemuda itu, sih, sekaligus berita yang katanya Johan Arsa ini adalah pemuda yang kuat.

"Lo pasti mikirin Angel, kan?" tanya Johan tiba-tiba dan tepat sasaran.

"Nggak. Lo kali yang mikirin, soalnya kan lo dekat sama dia."

Mungkin ini efek ikut jurnalistik yang selalu mewawancara narasumber, dia jadi tahu kalau Zyan bisa saja tengah dilanda gugup yang ditutupi dengan sikapnya yang biasa saja.

"Iya, gue emang lagi mikirin dia. Mikirin dia baik-baik nggak di lapangan? Si penyihir gila itu gangguin dia nggak, atau ada luka nggak."

Si wakil ketua kelas XII IPS 1 itu berdecih dan tertawa hambar, "Lo itu melebihi ekspektasi gue. Orang sini selalu bilang lo sudah seperti pacarnya Angel. Daripada itu, gue lebih percaya lo bertingkah seperti orang tua yang merangkap bodyguard."

"Kalau lo tinggal dekat dengannya sejak dulu, lo bakalan paham maksud gue," kata Johan menusuk ke ulung hati pemuda yang sudah senyap di sampingnya. "Angel memang terlihat ceria dan mudah bergaul di mata kalian. Sayangnya, dia nggak seperti itu kalau sendirian. Gue mau tanya satu hal, jawab dengan jujur."

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang