🌫 Benang Takdir yang Terakhir Kalinya

2 0 0
                                    

Chapter 16
Benang Takdir yang Terakhir Kalinya

* * *

Sabtu, Musim Panas Februari 2020
Jakarta, Indonesia

Kalau ada satu tempat yang bakalan menjadi ingatan tetapnya sampai akhir hayat, maka Angel akan memilih Leora Café sebagai tempat tersebut. Alasannya karena terlalu banyak kenangan tercetak di sini, dari dia yang termasuk sering datang ke sini dengan Isha dengan tujuan untuk duduk mengistirahatkan diri serta saat-saat di mana dia mengerjakan tugas sendirian di sini di akhir pekan. Tugas yang dibuat oleh dirinya sendiri.

Sebuah tugas penting berupa latihan untuk menghadapi ujian nasional yang dalam hitungan bulan akan menghampirinya. Dia berniat untuk mendaftar sebagai peserta seleksi SBMPTN dan berharap dengan nilainya akan langsung lolos di universitas sesuai kemauannya.

Namun, dia juga tahu kalau keinginan tidak pernah selalu sejalan dengan takdir kehidupan. Oleh karena itu, dia jauh-jauh hari belajar lebih banyak.

“Angie mau dijemput jam berapa?” tanya Arvin yang duduk di kursi kemudi menyela pikiran adik bungsunya yang hanya menghadap bangunan sederhana di pusat kota itu dari belakang jendela mobil.

“Hah? Oh, nanti Adek kabarin saja, deh. Arsa juga lagi ada jadwal pertemuan klubnya.”

“Kakak nggak paham sama anak itu. Jelas-jelas pengen jadi ilmuwan fisika, kenapa malah ambil jurnalistik?”

Angel tersenyum hambar. “Katanya, keren juga kalau dipanggil Presenter Johan Arsa Pranandra,” jawabnya sesuai dengan alasan yang diberikan oleh sahabat sejak kecilnya itu.

Anak pertama Anandra itu menggeleng pasrah, “Aneh banget. Dompet ada uang, kan? Nanti Kakak transfer lagi, deh. Digunakan baik-baik, ya.”

“Nggak perlu, Kak Rara. Masih ada.”

Namun, si Kakak tidak mau mendengar alasan gadis tersebut membuat si Adek pasrah dan pamit untuk masuk ke dalam café yang sudah menunggu di depan mata. Angel melihat sekitar café dengan kedua maniknya yang bergulir resah.

Dia mempunyai perasaan yang kuat, kalau pengirim surat itu adalah Isha.

“Dek, mau pesan apa?” tanya Zeeliana yang berdiri di belakang kasir seperti biasanya.

“Apa saja, Kak Zee. Minumannya sesuatu yang berbau matcha.”

Yang lebih tua mengangguk mengerti sekaligus ikut menambahkan, “Isha, ya? Dia duduk di sana, Dek. Samperin saja langsung.”

Segera dia langsung mengarah ke tempat yang ditunjuk oleh Zeeliana setelah mengucapkan terima kasih. Dugaannya semakin terasa benar ketika Isha duduk di sana seakan menunggu kehadirannya.

Si anak bungsu Anandra itu langsung duduk berhadapan dengannya. “Kau yang melakukannya, kan, Sha?” tanya Angel tanpa basa-basi. Dia masih ingin terlihat baik-baik saja bahkan kalau bisa terlihat lebih kuat setelah apa yang terjadi di dalam hidupnya.

“Maksud lo?”

Begitu balasan yang diterimanya. Namun, dia masih percaya asumsinya karena dia bisa melihat samar seringaian tertangkap di wajah teman kelasnya ini. Dia mengeluarkan sepucuk surat yang diterimanya dan diletakkan di atas meja, “Ini tulisanmu, Sha. Kau bisa mengatakannya langsung di depanku daripada mencoret mejaku dan Arsa.”

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang