🌫 Arah Jalan Pulang Malam Itu

4 1 0
                                    

Arvin melirik sosok gadis yang duduk di sampingnya dengan posisi tangannya di roda kemudi. Lampu jalan kota besar Indonesia ini telah menyala menggantikan mentari yang beristirahat setelah melewati senjanya, menemani ratusan kendaraan yang hendak ke arah tujuan masing-masing. Lampu lalu lintas itu berganti menjadi merah darah dalam hitungan tiga detik memaksa Arvin untuk berhenti di pembatas yang ditentukan pemerintah.

"Kok masih cemberut, Angie? Film-nya nggak seru, ya?" tanyanya memecah keheningan. Dia sudah pernah mengatakan hal ini sebelumnya, dia lebih rela adik perempuan satu-satunya ini memanggilnya dengan panggilan bagaikan cewe itu daripada melihat Angel yang duduk dengan mata yang menatap luar jendela dengan kosong.

Demi tesisnya yang sudah berkali-kali direvisi sampai membuatnya ingin muntah, dia peka dengan situasi Angel yang tidak baik-baik saja. Secara Arvin, Aswin, dan Angel adalah Marvelites sejati, berbeda dengan Arvin yang menikmati tayangan film yang lebih dari satu jam itu. Angel hanya duduk mematung di kursi penonton dengan popcorn di tangannya yang tidak tersentuh olehnya.

"Dek? Angie? Angie kenapa, heum?" tanya Arvin yang akhirnya mendapatkan atensi kecil dari adiknya itu.

Dia memang jahil, usil, dan tidak terhitung sudah berapa kali dia berargumen dengan Angel dalam segala hal dari seperti apa bau kentut seekor semut sampai berdebat tentang Chris Evans yang akan kembali ke MCU setelah Endgame kemarin. Namun, kalau dihadapkan seperti ini, dia akan canggung sekali.

Aswin! Selesaikan tugasmu di sana. Lalu, kembali ke sini secepat mungkin. Mana bisa gue disuruh untuk membujuk Angie, bodoh, batin Arvin yang sudah nelangsa dengan perubahan sikap Angel.

"Nggak apa-apa. Kangen Kak Dwi," kata perempuan itu yang kembali menutupi rahasianya.

Sedangkan yang lebih tua menghembuskan napasnya pasrah, "Mau mie aceh dulu sebelum pulang?"

Semoga mau, mau, mau, pikirnya lagi dengan cemas.

Angel menggeleng sebagai jawaban. "Mau pulang, bobok," cicit gadis tersebut yang mengejutkan.

Fix! Adeknya terantuk dinding Leora Cafe-kah sebelum dia datang? Mi aceh kesukaannya ditolak!

Niatnya yang ingin menyemburkan ucapannya kembali terurung ketika melihat Angel menepuk bahunya pelan, "Kak, sudah lampu hijau." Dan, di belakang mobilnya sudah berjejer beberapa mobil yang tidak sabaran.

Sebentar, woi. Adek gue lagi tahap abnormal ini, masa mie aceh ditolak, batin Arvin yang ingin turun dan memaki mereka semua yang sudah membunyikan klakson. Sehingga, pria muda itu menurunkan rem tangannya, menginjak pedal gas untuk menjalankan mobil.

* * *

Mobil Innova putih itu memasuki garasi rumah yang telah tersusun apik di dalamnya dua buah mobil lainnya dengan dua motor. Kalau Pajero Sport itu kesayangan kepala keluarga Anandra yang suka dibawa kemana-mana dia pergi, yang satunya lagi adalah Toyota Fortuner milik orang yang tengah mengenyam pendidikan di Amsterdam sana.

Karena, Aswin tidak berada di Indonesia. Alhasil, mobil hitam itu dikendarai oleh ibu negara kesayangan mereka—istri dari Ayah mereka maksudnya—beberapa kali juga Arvin menggunakannya supaya kalau Aswin kembali, mobilnya dalam kondisi prima untuk digunakan.

"Sudah sampai. Masuk, gih, cuci muka, gosok gigi, cuci kaki sama tangan. Lalu, tidur. Apa mau Kakak temani?"

Angel menggeleng, "Nggak perlu. Adek bisa sendiri. Kakak istirahat saja, ya. Good night, Kak Arvin."

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang