🌫 Sedang Tidak Baik-Baik Saja

7 0 0
                                    

Chapter 07
Sedang Tidak Baik-Baik Saja

* * *

"Dek ..., Angie ..., Dek ...." Pria yang sedang berpusing ria dengan tesisnya tidak mengalami kemajuan itu mendesah kesal, manik kembar yang mirip dengan almond itu masih setia melihat gundukan selimut. Sudah lima menit dia membangunkan si bungsu ini dan tidak ada reaksi sama sekali.

Tangannya menguncang pelan badan yang menggumpal di dalam selimut itu, "Cantiknya Kak Arvin ... bangun, yuk. Nggak mau ke sekolah kamu?"

Setelah berceloteh panjang seperti itu, erangan dari selimut itu terdengar dengan pergerakan yang menghadap ke arahnya. Kemudian, tidak ada lagi suara. Angel kembali tertidur.

Sejujurnya, ini sangat aneh dan janggal untuknya. Bukan hanya dia, kalau adik laki-laki itu tahu dengan Papa mereka yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota pastilah telah bertanya-tanya bahkan cemas tiada tara.

Karena, siapapun di keluarga Anandra sangat mengetahui betapa cintanya Angel dengan sekolah.

"Bangun, yuk, di bawah Mama sudah nungguin loh. Katanya, kemarin Adek minta sandwich tuna, Mama sudah buatin, tuh, di bawah. Kakak aja nggak dapat jatah rotinya," kata si sulung yang masih berusaha sabar. Tidak, lebih tepatnya dia mengasumsikan kalau ada yang aneh dengan sikap adiknya ini.

Setelah diberikan kamar sendiri sejak kelas empat SD dan berpisah dengan kamar orang tua mereka, Angel selalu bangun tepat waktu, berbeda cerita ketika putri tunggal Anandra tengah sakit. Sesekali dia juga tidak bangun sesuai alarm. Meskipun begitu, hanya perlu dipanggil sekali, si cantik bendahara PMR itu akan langsung bangun dan lari ke kamar mandi.

Arvin kembali mengguncang tubuh adiknya, "Dek, Adek bukan sakit, kan? Demam, ya? Mana sini, Kakak lihat."

"Ish! Nggak! Adek lagi malas sekolah! Jangan ganggu!"

Pemilik kamar berontak, selimutnya yang sudah tidak berbentuk ditarik dan dibuang ke lantai kamar oleh Arvin yang memberikan tatapan tajam. Sayangnya diabaikan oleh si adik perempuan menatap kesal dengan posisi duduknya. Perlahan-lahan, sorot matanya kembali melembut, si Kakak berjongkok dengan tangan yang menumpu pinggir kasurnya.

"Adek kalau nggak mau ke sekolah, bisa bilang ke Kakak, nggak perlu teriak kayak gitu. Kakak bisa buat surat izin kalau Adek nggak enak badan dan titip ke Johan. Kalau teriak kayak gini nanti Mama khawatir dari dapur."

Angel berdecak kesal, sedang tidak menyadari kalau di depannya adalah sang Kakak, dia mendorong pundak pria tersebut, berdiri dengan gontai menarik handuknya dan berbalik melihat kakak pertamanya, "Adek ke sekolah. Tungguin, Kakak dihukum ngantar Adek ke sekolah hari ini."

Arvin yang jadinya duduk di lantai tanpa karpet itu terkekeh pelan. Lalu, mengangguk dengan matanya yang melengkung sipit.

"Ya sudah, Kakak tungguin di bawah, ya."

"Iya, Kak Rara bawel."

* * *

Mobil Innova putih itu berhenti di depan gerbang sekolah, si pengemudi masih tertawa geli melihat penumpang disampingnya terlihat masih cuek dengannya. Saat pintu akan dibuka, Angel tidak bisa membukanya mengundang delikan kepada Arvin sebagai orang yang mengantarnya hari ini.

"Kak, bukain pintunya cepat." Gadis itu bersuara kesal.

"Kakak bukain kalau Angie bilang hukumannya Kakak selesai," balas Arvin dengan seringai jahil.

Si bungsu berdecak lagi, "Bukain cepat. Lagian memangnya hukuman apa, sih? Memang lagi pengen aja dianterin sama Kakak, pulangnya juga, nggak mau tahu. Aduh! Jangan diberantakin rambutku!"

Angel Lost Her Smile ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang