Chapter 34
Sebuah Bukti Penting Terdengar* * *
Isha berdecak kesal, tidak terpikir olehnya kalau Angel akan bereaksi di luar dari pikirannya. Dia kesal setengah mati, maka dari itu setelah bel pulang sekolah dia berjalan mengarah ke rooftop yang juga berada di gedung yang sama dengan kelasnya.
“Sok baik banget tuh orang. Mana centil banget lagi, suka dempetin cowo-cowo. Nggak ada bedanya dengan cewe kupu-kupu malam gue lihat. Angel mending mati aja.”
Isha berdiam di depan pintu rooftop yang terbuka setengah, dia mendengar suara umpatan dari sana.
“Nggak pantes banget cewe kek dia sok-sokan mau jadi dokter. Cih! Jijik kalau diobatin modelan calon dokter seperti dia.”
Setelah meyakinkan diri kalau dia mendengar hal yang sedaritadi dipikirkan olehnya selama ini, dia memberanikan diri untuk melangkah ke area rooftop. “Lain kali pastikan kalau pintunya tertutup rapat. Kata-katamu terdengar sampai diluar sana,” katanya yang langsung menginterupsi kegiatan si pembicara daritadi.
“Eh? Kak Isha?!”
Dia menyeringai licik, yang mengumpati Angel adalah adik kelas mereka.
“Kakak nggak bakalan kasih tahu ke Angel langsung, kan?” tanya adik kelas mereka itu.
“Kenapa? Lo takut bakalan jadi bahan-bahan pembicaraan?”
Diluar pemikirannya, alih-alih membenarkan pertanyaannya, adik kelas setingkat di bawahnya itu berdecih remeh.
“Takut? Nggak, malahan aku berharap dia tahu langsung, orang sok baik dan munafik kek dia itu nggak pantas untuk sekolah.”
Besar juga nyali anak satu ini, batin Isha yang mengangguk paham.
“Lo ada rencana untuk jatuhin anak mami satu itu?” tanya Isha yang berjalan mendekati gadis tersebut. Dia mengenalnya, bagaimanapun mereka pernah satu club di PMR sebelum dia mengundurkan diri. Tentang itu, memang dia sudah tidak berminat untuk menetap di klub tersebut. Dari awal dia memang tidak ingin, sih.
“Ada, dong, Kak. Ini bakalan keren banget di hari terakhir dia di sekolah ini,” jawab adik kelas tersebut.
Tanpa dia duga, dua sosok berdiri di ruangan yang sama dengan mereka, menguping pembicaraan keduanya.
“Lo ngerekam semuanya, kan?”
“Yoi, bro.”
“Sip, jaga baik-baik. Ini bakalan berguna untuk Angel.”
“Iya, deh.”
* * *
“Rajinnya ayang gue.”
Teguran iseng didapatinya membuat Angel yang lagi menulis ringkasan Bahasa Indonesia itu segera mengangkat kepalanya untuk membalas teguran tersebut. Bibirnya dikulum kedalam dan menjadi satu garis lurus yang menandakan dia terlalu lelah untuk menanggapi pernyataan itu.
“Belajar apa? Belajar bareng kalau umum, Yang. Kalau yang pilihan khusus, belajar sendiri-sendiri.”
Satu-satunya orang yang gencar memanggilnya dengan sebutan seperti itu hanya satu orang selama tujuh belas tahun dia hidup, Zyan Dhanesa sudah langsung duduk di sampingnya yang kosong. Memangnya siapa yang bakalan bertahan di perpustakaan setelah bel pulang sekolah terdengar?
“Diam, Zyan. Ditegur sama Ibunya, aku nggak ikutan,” kata Angel yang kembali menulis catatan kecil di samping spasi buku paketnya.
“Oh, Indo. Piece of cake ini, sih. Mau gue ajarin?” tanya Zyan dengan songongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Lost Her Smile ✔
Novela JuvenilPepatah mengatakan seseorang yang paling ceria, ternyata dia menyembunyikan rasa paling sakit diam-diam. Angel Joanne Anandra, si gadis yang bermimpi menjadi neurologist memilih ikut dalam organisasi PMR, berkomitmen untuk mengemban tugas sampai ha...