Chapter 17
Solusi Untuk Sementara* * *
Akhir pekan adalah hari kesukaan seluruh umat manusia, satu dari tujuh hari yang sangat berharga hingga ditunggu-tunggu. Sama seperti seluruh anggota di kediaman Thomas Anandra, keempat insan di dalam itu menikmati hari ke-tujuh mereka masing-masing. Seperti Arvin yang baru saja selesai dari acara olahraga sorenya, mengusap keringatnya dengan handuk kecil yang tergantung di lehernya.
“Loh? Angie, mau kemana?” tanya si sulung tersebut melihat adik perempuannya yang bersiap-siap akan keluar rumah dengan pakaian kasual.
“Ke rumah Sasa bentar.”
“Oh, titip salam sama Om,” kata Arvin tersebut dan melepaskan sepatunya.
Angel memakai sandal jepit yang tergeletak di lemari sepatu. Lalu, pamit kepada seisi keluarga hanya untuk menyebrang ke rumah yang terlihat sepi dan hening. Gorden jendela terlihat tertutup rapat. Namun, gadis itu tahu kalau ada orang di dalam sana.
Tepat ketika dia akan menekan bel yang dipasang di depan pagar rumah dominan warna putih itu, seseorang pria paruh baya keluar dengan kaus rumahan dengan celana pendek loreng. “Om!” panggilnya dari depan pagar gerbang.
"Eh? Nak Angel ternyata. Om kirain siapa tadi." Pria itu melangkah dan membuka pagar rumahnya, membiarkan anak tetangga yang sudah dekat dengan keluarganya itu memasuki halaman kediamannya yang minimalis. "cari Abang, ya? Abangnya di dapur. Tiba-tiba pengen masak dia. Heran, Om. Makin lama makin random mirip Mamanya," sambung kepala keluarga Prananda itu.
Angel melotot kaget, sejak kapan laki-laki itu rela masuk dapur? Biasanya dia numpang makan di rumahnya atau delivery makanan.
"Om Liam, aku lihat Sasa dulu, ya. Bahaya, Om, ntar rumah terbakar." Gadis itu langsung melepas sandalnya di luar teras rumah dan berlari kecil masuk ke dalam sambil memanggil nama sahabatnya. Sedangkan, Liam hanya tersenyum sendu khas kebapakan.
"Adek, Abang lama-lama mirip banget sama kamu. Mas mana bisa ngelupain Adek gitu saja. Sudah sepuluh tahun terlewati. Namun, rasanya seisi rumah ini masih ada campur tanganmu."
"Arsa! Kau beneran masak?" tanya Angel yang langsung berdiri di samping pemuda itu tengah berkutat dengan bawang putih. Sepertinya acara masak pertama pemuda itu baru saja dimulai.
Johan mengangguk, dia berusaha mengupas kulit bawang tersebut dengan tangan kosong, "Pengen mie. Tapi, masaknya bukan cuma direbus, dimasak di atas kuali panas sama bumbu yang lainnya. Dulu Bunda suka masak itu untuk Ayah, tapi aku nggak dibolehin makan. Kalau Bunda masih ada, aku pasti minta Bunda masakin."
Angel hanya tersenyum hambar.
Bunda Lea, begitu penghuni komplek perumahan ini memanggil pasangan Liam Arziki Prananda. Termasuk dia dan kedua kakaknya. Di ingatannya yang masih terbilang belia, dia melihat banyak orang berpakaian serba hitam dengan payung berwarna yang sama mengerubungi rumah yang dikunjunginya ini. Dia tidak bisa mengingat pasti tahun ke berapa. Namun, tebakannya mungkin sekitar dia berumur 6 atau 7 tahun.
Bunda Lea meninggalkan Johan yang masih muda itu bersama Liam, bertumbuh dewasa tanpa figur seorang Ibu yang bisa menjadi sandarannya ketika dia lelah. Penyakit kankernya yang mengganas menggerogoti tubuh mendiang istri Liam setelah tiga tahun.
"Sini, aku saja yang masakin. Sasa potong bawang putih belum lulus uji, mau sampai kapan potong kayak gitu? Lihat baik-baik," ucap Angel yang merebut bawang putih di tangan pemuda itu. Lalu, mengambil pisau yang tergeletak di samping talenan, lalu mengepres bawang putih hingga terdengar suara retak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Lost Her Smile ✔
Teen FictionPepatah mengatakan seseorang yang paling ceria, ternyata dia menyembunyikan rasa paling sakit diam-diam. Angel Joanne Anandra, si gadis yang bermimpi menjadi neurologist memilih ikut dalam organisasi PMR, berkomitmen untuk mengemban tugas sampai ha...