Memijit pelipisnya pelan. Pagi hari ini cukup menguras banyak tenaga ternyata, padahal tadi malam Dasya bermimpi enak, yaitu memakan martabak manis satu karung.
Dirinya menoleh kebelakang, Ternyata si-empu yang mengerecoki paginya masih tetap mengikutinya.
Sampailah tiba di gerbang sekolah SMA Negeri Saturnus. Semuanya nambah rumit saat dirinya lagi-lagi dan lagi menjadi sorotan. Perlu digaris bawahi Dasya benci menjadi sorotan.
Menoleh kesamping, Guna pamit ke Papinya. "Papi Dasya berangkat dulu ya." ucap Dasya sambil mencium tangan Vero.
Kemudian keluar dari mobil. Vero pun melajukan mobilnya.
Dirinya terlonjak kaget kala Aksa dan Zero sudah berada disampingnya. Jangan lupa dengan gaya sok cool- nya.
Tanpa banyak bacot, Dasya melangkahkan kakinya menuju kelas. Mengangap seolah-olah 2 manusia bak dewa itu hanyalah angin lalu.
Aksa dan Zero tetap membisu bagai kanebo kering, seperti pahatan tak bernyawa. Tetapi tetap berjalan disamping Dasya. Seolah-olah tidak peduli pada sekitar. Padahal kenyataannya tidak, walaupun mereka berjalan dengan raut wajah datar dan cuek, tetapi tatapan mereka mengintimidasi dan bola mata yang bergulir kesana-kemari, hal itu mereka lakukan untuk berjaga-jaga bila ada bahaya yang Datang pada Dasyanya..
Mereka bertiga tak pernah luput dari padangan siswa-siswi yang berlalu lalang disana. Tapi mereka tak mempedulikan nya.
Berjalan terus menyusuri koridor tanpa ada yang berniat membuka percakapan sama sekali. Pada akhirnya sampai lah didepan kelas Dasya.
Dasya membuka pintu kelas yang tertutup, Dan baaaaaaa. Heninggggg.
Guru yang mengajar lantas menatap Dasya dan melotot garang "Dari mana aja kamu Dasya?"
Dasya menepuk jidatnya, mengingat bahwa sekarang ada jadwal kelas pagi. Dasya menyesal? Oh tentu. Tapi dia menyesal bukan karena lupa ada kelas pagi, tapi dia menyesal karena kenapa dia tidak membolos saja tadi.
"Dari rumah." jawab Dasya dengan santainy.a
"BERANI - NYA KAMU, SIALAN?!" Teriak guru itu nyaring. Namanya Bu Mia.
Entah kerasukan dedemit apa, dari dulu memang guru ini sangat sensi sekali terhadap Dasya. Bahkan tidak ada takut - takutnya kepada Dasya yang menyandang marga Knightley dibelakang namanya.
Mengeluarkan? Menghancurkan? Mencoreng nama baik? Itu hal yang mudah bagi Dasya untuk memberi pelajaran pada orang ini. Tetapi dirinya sekarang masih sangat malas. Tidak tau kalau nanti.
Bu Mia sangat tidak pantas disebut sebagai Guru, mulai dari cara bicara serta cara berpenampilan. Tampilannya yang lebih cocok disebut Tante girang dari pada guru. Berkat kelicikannya, membuat dia bisa tetap bertahan di sekolah elite ini.
Mungkin Bu Mia juga punya orang dalam? Yah sepertinya memang begitu. Guru itu juga sangat caper terlebih kepada murid laki-laki. Penampilannya juga cukup terbuka.
Dasya menatap heran orang itu karena tiba-tiba wajahnya memerah, tanganya tremor, keringat dingin bercucuran. Kek gembel.
"Ibu tadi bilang apa? Coba ulangi." Ucap Aksa dengan suara rendah dan serak basah membuat bulu kudu Dasya merinding serta penjuru kelas yang menahan nafasnya.
"Y-yang M-ana?" balas Bu Mia gagap, ucapnya sok berani itu hanya untuk menutupi rasa takutnya.
Belum sampai disitu, Zero muncul dari belakang punggung Dasya, smirk muncul dari bibir sexy- nya itu. Sialan, itu adalah alarm tanda bahaya!!
"S.i.a.l.a.n" Ucap Zero menirukan ucapan Bu Mia. Zero menekan setiap katanya. Ucapannya itu membuat atmosfer semakin memanas dan menekan.
Dasya yang sudah paham situasi kemudian menyeriangi. Ada untungnya juga dia membiarakan duo cecurut mengikutinya.
"Kenapa diam, bu? Takut? Biasanya juga mencaci-maki saya." Ucap Dasya dengan sarkas -nya.
"Ini demi kebaikanmu Dasya, saya ingin mendidik kamu menjadi siswi yang lebih baik." Ucap Bu Mia dengan suara yang dilembut - lembutkan, dia agak menekan kata 'lebih baik."
"Walaupun saya bukan orang yang Baik. Tetapi saya tidak Munafik, kayak ibu" sengaja, Dasya memang sengaja memancing emosi.
Bu Mia yang memang dasaranya sulit mengontrol emosi diri langsung memandang Dasya tajam, kuku-kuku tanganya memutih, Dia berjalan mendekati Dasya dengan Wajah yang memerah menahan amarah.
"Berjalan satu langkah lagi, saya pastikan kaki ibu Tidak aman." Ucap Zero.
"Dan bila tetap berjalan nyawa ibu yang melayang." kini Aksa yang berucap dengan datarnya.
Bu Mia menggeram marah, tapi tak urung juga menghentikan langkahnya, "TAPI DASYA SUDAH KURANG AJAR."
"Persetan dengan kurang ajar. Ucapan saya tidak pernah main-main" Ujar Aksa. "Seujung kuku saja ibu menyentuh Dasya, saya pastikan mala bahaya akan berteman dengan Anda."
Bu Mia terdiam, sedetik kemudian Tiba-tiba saja dia mengeluarkan air mata. "Kalian tega sekali bicara begitu dengan saya, demi membela sesorang yang jelas-jelas salah."
"Cih Drama." gumam Dasya.
Jika yang telat atau yang berbuat salah itu murid kecuali Dasya, pasti Bu Mia memaafkan nya. Membiarkan itu seolah hal yang lumrah. Tapi bila yang melakukan kesalahan adalah Dasya pasti akan menjadi masalah.
"Saya tidak peduli." Ucap Aksa.
Dasya terlonjak kaget saat tiba-tiba saja Aksa mendekat dan membisikan sesuatu, "Duduk sana, Tunggu kegilaan gue di bab berikutnya."
Dasya yang paham pun langsung berjalan mendudukan dirinya dikursi kebanggaannya tanpa mempeduliakan Bu Mia yang masih setia dengan aktingnya.
_______________
IG →sasa.arinda
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [END]
FantasyBercerita tentang tokoh utama yang terobsesi dengan wanitanya