Hujan diawal tahun ini, entah akan menjadi kenangan atau menjadi awal dari sebuah perjalanan panjang.
Aksara_______________
Sesampainya dirumah, Dasya memakirkan mobilanya digarasi dengan segera. Ia memutar bola matanya malas saat melihat kedua orang tuanya sedang duduk diruang keluarga,
Ia hanya melengos saat melewati mereka. Vero dan Vio menghembuskan nafas pasrah, entah dengan cara apalagi ia harus meminta maaf kepada anak semata wayangnya.
Tau begitu, ia menolak secara mentah-mentah tawaran keluarga Atsmosvier, andai saja ia tau terlebih dahulu bahwa ada acara prank-prankan gak jelas seperti itu, ia pasti tak mempedulikan perjodohan Aksa dan Dasya waktu kecil.
Jika kalian mengira Vero dan Vio takut dengan Denan? Kalian salah besar. Tak ada kata 'Takut' dalam kamus besar mereka.
Terlebih mereka sangat menyayangi Dasya melebihi dunia dan seisinya. Hiperbola memang, tapi memang itu kenyataan nya.
Belom melangkah terlebih jauh, Dasya merasa namanya jika dipanggil.
"Dasya.." ucap Vero, nada pengucapannya penuh dengan penekanan.
Dasya ingin sekali tetap melanjutkan langkahnya, tetapi ia juga ingin tahu sejauh apa mami dan papinya berusaha mendapatkan maafnya.
Ia menoleh kebelakang, lalu melangkahkan kakinya kearah Vero dan Vio.
Dagu Vero menunjuk kearah sofa yang berada didepanya, hanya berjarak satu meja saja.
Dasya yang sudah paham kemudian duduk disana. Menatap Vero dan Vio dengan datar. Sejujurnya ia tak begitu marah dengan mereka, bagaimana pun juga mereka orang tuanya bukan? Ah lebih tepatnya orang tua Dasya asli.
"Kamu masih marah?" Tanya Vero, sejujurnya ia agak tremor, suasana juga sangat canggung. Ia sempat berpikir, lebih baik ia dihadapkan dengan musuh musuhnya dari pada dihadapkan dengan dua perempuan tercintanya yang sedang marah.
Tak ada sahutan dari Dasya,
Vero berdehem sekilas, "Papi minta maaf, Dasya." Ucapnya sendu. "Papi mengaku salah, papi minta maaf. Papi bakalan lakuin dan turutin apapun yang kamu mau dan minta."
Dasya yang mendengar itu sontak mengerutkan alisnya, sepertinya pria didepanya ini mempunyai gengsi yang tinggi. Lihat saja! Bahkan wajahnya tak berekspresi saat mengucapkan permintaan maaf. Pria kaku.
Beralih menatap Vio, "Maafin Mami juga. Mami nyesel banget." Ucap Vio.
Dasya berusaha mati-matian menahan kekehanya. Sepertinya dua orang itu seumur-umur tak tahu caranya meminta maaf. Bahkan Dasya tadi sempat membayangkan ada adegan mewek-mewekan dan juga sayang - sayangan. But, ternyata zonk.
Keluarga langka...
"Kalau gak Dasya maafin?"
Vio melototkan matanya garang. "Jadi anak duhaka kamu!"
"Padahal tadi mau dimaafin, tapi gak jadi deh." Dasya dengan sengaja menjahili mereka.
"Heh." Ucap Vio.
"Nanti papi bakalan beliin tiket kamu keluar negeri, papi beliin mobil, kalau perlu papi beliin pulau sekalian. Asalkan maafin." Vero berucap dengan penuh harap.
"Gak minat." Sela Dasya dengan cepat. Bisa-bisanya ia disogok.
"Karna Dasya punya syarat." Lanjutnya disertai senyuman miring.
"Apapun pasti bakalan papi lakuin buat kamu." Ujar Vero, sedangkan Vio hanya menaikan kedua alisnya saja.
"Bantu Dasya." Lalu Dasya mendekat kearah mereka, membisikan sesuatu yang membuat senyum miring kedua orangtuanya mengembang.
"Easy." Ucap Vio dengan bangga.
_____________
Wajah tampan itu menunjukan guratan marah dan tak terima dikala melihat orang yang ia cintai sedang berlarian ditengah lapangan."Sial, nyesel gue tadi berangkatnya siangan." Ucap Aksa penuh sesal. Rasa sesal itu berkali lipat saat mendapati sahabatnya (Daxion) sedang curi-curi pandang terhadap kekasihnya, ah lebih tepatnya mantan kekasihnya.
Lalu ia segera mengganti pakaianya dan berlalu ketengah lapangan. Demi apapun ia akan memberi pelajaran terhadap guru olahraga jika Dasya kenapa napa.
Sesampainya ditengah lapangan, ia berjalan kearah Dasya. Lalu dengan sengaja ia menarik ikat tali sang empu. Membuatnya mengerucutkan bibir dan menatap nya tajam.
Maklum caper.
"Apa?!" Kesal Dasya dengan songong. Gara-gara bocah jahanam satu itu, ia harus membenahi rambutnya kembali.
Tak ada jahutan, Aksa malah melengos sambil berseruit tak jelas. Wajahnya juga seperti menahan senyum (?).
Dalam hati Dasya berucap, sejak kapan titisan iblis seperti itu bisa bertindak prik yang sialnya sedikit menggemaskan?
"Prik." Cibir Dasya lalu kembali fokus ke larianya. Detik itu juga Aksa kembali berlari tetapi tetap berada dibelakang Dasya.
Dengan sengaja Aksa mempelototi garang murid - murid yang menatap minat Dasya dengan terang terangan. Sebab itu juga ia menutupi leher belakang Dasya dengan rambutnya.
"Awsss." Ringis Dasya sambil memegangi jidatnya. Entah sejak kapan Aksa berada didepan nya membuat jidat mulusnya terbentuk punggung keras Aksa.
Memutar tubuhnya. "Udah dielus, sakitnya ilang hh." Ucap Aksa sambil mengelus jidat Dasya. Ia juga terkekeh, suaranya yang ngedeep itu membuat tubuh Dasya tiba-tiba menjadi merinding. Lalu Aksa berbalik dan melanjutkan larinya.
Buset, nih orang kenapa sih? Kok freak. Batin Dasya heran.
Dengan kasar Dasya memukul kepala bagian belakang Aksa. "Mampus Hahaha."
Tawa Dasya terdengar. Saat itu pula ia berlari dengan kencang, meninggalkan Aksa dibelakang.
_______________
Senyum Aksa kini mengembang. "Rejeki anak Denan."
Cukup, rejeki anak sholeh goblog bukan Denan. Eh tapi Aksa tak salah juga sih kan dia anaknya Denan.
Melangkahkan kakinya, menghampiri kursi panjang yang diatasnya terdapat bidadari yang sedang tidur.
Kemudian mendudukinya, ia melirik jam yang melingkar ditanganya menunjukan pukul 15.45 pertanda hari sudah sore.
Untuk tadi ia pulang telat, jadi bisa tahu bila mobil Dasya masih terparkir rapi dihalaman sekolah.
Ia sempat mengerutkan alisnya saat mendapati mobil itu masih berada diparkiran sekolah. Padahal kendaraan yang lain sudah tidak ada disana satupun. Pikiranya berkecamuk, ia mencari sampai kesudut sekolahan tapi tak menemukan keberadaan Dasya sama sekali. Hingga sekarang yang dicarinya malah ketiduran di rofftop.
Ia memindahkan kepala Dasya kepangkuanya. "Tidur yang nyenyak, Cantik."
Beberapa menit berlalu tetapi sang empu tak kunjung bangun dari tidurnya. Padahal Aksa tadi juga sempat terlelap. Ia pikir nanti Dasya akan bangun terlebih dahulu. Ternyata asumsinya salah.
"Guru olahraga edan, Cewek gue kecapekan sial." Kesalnya menggebu menjadi satu.
Lalu fokusnya beralih, ia menatap langit yang bukanya berubah menjadi orange tetapi malah berubah menjadi Hitam, pertanda akan segera turun hujan.
"Ck Hujan." Ucapnya ketika memandangi gerimis turun. Untung saja masih ada atap sebagai pelindung terakhir yang melindungi Dasya dan dirinya dari hujan. Atap itu hanya sebagian, menyebabkan ia masih sedikit terkena air hujan. Namanya juga rooftop.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA [END]
FantasyBercerita tentang tokoh utama yang terobsesi dengan wanitanya