IT || 19

456 17 32
                                    

" Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikan dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung."

_H.R. Bukhari : 4700_

Keisya menatap wajahnya di pantulan cermin dengan tatapan sendu.

"Ya Allah semoga keputusanku kali ini benar. Bimbing hamba ya Allah." Gumam Keisya dalam hati.

Sangat berat ia menerima pernikahan ini. Masih banyak mimpi yang harus ia realisasikan. Bukan terjebak dalam pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia harapkan.

Setelah selesai membersihkan make up. Keisya pun berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya. Sudah berusaha ia meredam semua rasa kecewa dan amarah. Tapi kali ini ia tidak bisa, dengan tergugu ia tumpahkan air matanya. Setengah jam lebih ia menangis, setelah dirasa puas ia pun mengguyur tubuhnya dengan shower.

Setelah selesai dengan ritual mandinya Keisya pun keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sekarang sudah terasa segar dari sebelumnya. Walaupun lelah di hatinya enggan menguap.

Saat ia keluar terlihat suaminya sedang duduk di sofa. Laki-laki itu terlihat sangat tenang sambil menatap kearah Keisya sekilas. Setelah itu sibuk dengan handphonenya.

Keisya tidak peduli, ia menganggap suaminya itu hanyalah orang asing. Keisya berjalan melewati suaminya itu dengan acuh seakan-akan suaminya itu tak berwujud. Keisya pun duduk di tepi ranjang sambil membuka dan membaca buku novel yang ia bawa.

"Keisya kamu kenapa menangis?" Tanya Kafka memulai percakapan.

"Bukan urusan kamu." Jawab Keisya dengan dingin.

Kafka tersenyum mendengar jawaban dari istrinya itu.

"Jelas itu urusan saya Keisya, kamu sekarang sudah menjadi istri saya. Semuanya yang kamu rasakan dan apa yang ada di kamu itu tanggung jawab saya." Kata Kafka dengan lemah lembut.

"Keisya, saya tau kamu punya cita-cita. Saya juga tau pernikahan ini kamu terima dengan terpaksa kan. Saya tau semua yang kamu inginkan, Bunda kamu sudah cerita semuanya sama saya. Jadi, saya mohon kamu ngga usah menyembunyikan itu semua."

Keisya hanya diam sambil memainkan buku novel. Ia kaget ternyata suami yang tidak ia harapkan sudah mengetahui semua tentangnya. Yang ada dipikirannya sekarang apakah Kafka akan melarangnya? Ada rasa was-was yang menghinggapinya saat ini.

"Keisya saya tau kamu belum sepenuhnya menerima saya Dan saya juga tidak akan melarang semua cita-cita atau pun keinginan. Selama itu tidak melanggar syariat saya mengizinkannnya." Kata kafka saat melihat mimik wajah Keisya yang tampak seperti berpikir. Kafka sangat tau istrinya ini masih belum bisa menerima dia sepenuhnya. Karena itu Kafka ingin istrinya menerimanya sedikit demi sedikit.

Keisya hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Ia membenarkan apa yang dikatakan Kafka barusan. Jujur saja ia memang belum siap untuk menerima pernikahan ini. Dan lagi pula hatinya masih tertaut dengan satu nama.

"Terima kasih mas." Kata Keisya pelan. Jujur saja sekarang ia merasa sedikit tenang dengan apa yang dikatakan Kafka barusan. Semoga saja apa yang pria itu katakan benar.

Kafka bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Keisya yang duduk di tepi ranjang. Kemudian laki-laki itu duduk di sisi ranjang yang kosong di sebelah Keisya. Keisya terkesiap dengan refleks ia menggeser duduknya.

"Keisya." Kata Kafka pelan.

"Iya." Jawab Keisya sambil mengangkat wajahnya menatap laki-laki yang ada di sampingnya.

"Kita belum banyak saling mengenal. Perkenalan kita sangat singkat, saya tau kamu belum bisa menerima saya. Tapi kamu maukan mulai saat ini kita saling mengenal satu sama lain."

Ikatan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang